Suporter Menentang Larangan Datang ke Laga Tandang
Sejumlah kelompok suporter menentang larangan datang ke laga tandang Liga 1 Indonesia musim baru. Hal itu dinilai kurang bijak karena memisahkan suporter dari ekosistem sepak bola Tanah Air. Mereka semestinya dibina.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Suporter menentang regulasi PT Liga Indonesia Baru yang melarang kehadiran pendukung tim tandang di stadion pada laga-laga Liga 1 Indonesia 2023-2024. Selain memisahkan suporter dari ekosistem sepak bola Tanah Air, kebijakan itu dinilai sia-sia jika tidak diiringi pembinaan suporter dan pembenahan tata kelola pertandingan.
Operator kompetisi, PT Liga Indonesia Baru (LIB), telah merilis jadwal Liga 1 musim baru, yaitu dimulai 1 Juli 2023 hingga 28 April 2024. Bersamaan pengumuman itu, PT LIB menyampaikan kepada klub-klub peserta Liga 1 bahwa terdapat persyaratan dalam penyelenggaraan kompetisi, yaitu suporter tamu tidak diizinkan hadir dengan pertimbangan faktor keamanan.
Tak pelak, persyaratan itu menuai protes dari kelompok suporter. Kelompok pendukung Persija Jakarta, The Jakmania, misalnya, merasa dirugikan oleh larangan tersebut. Ketua Umum The Jakmania Diky Soemarno menuturkan, larangan tersebut membuat suporter sebagai "pemain ke-12" menjadi kehilangan kans membantu timnya untuk menang pada pertandingan tandang.
“Sekarang, saya hanya berharap ada tindakan lanjutan dari PT LIB dan PSSI mengenai suporter, tidak hanya berhenti pada larangan datang laga tandang. Harus dipikirkan bagaimana bentuk pertanggungjawaban mereka terhadap pembenahan dan edukasi untuk suporter,” tutur Diky saat dihubungi Jumat (9/6/2023).
Hal senada disampaikan Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) Ignatius Indro. Menurut Indro, keputusan yang diambil PT LIB itu tidaklah bijak lantaran memisahkan suporter dari ekosistem sepak bola Tanah Air. Keputusan itu dinilainya juga diambil tanpa alasan yang jelas.
Jika kondusivitas dan keamanan menjadi dalih, menurutnya, suporter seharusnya bukan dilarang hadir. Hal yang seharusnya dilakukan PT LIB dan PSSI adalah mengatur suporter dengan menetapkan pembatasan kuota tiket dan membagi alur mobilisasi di dalam stadion untuk menangkal bentrokan antarsuporter.
Setelah atmosfer sepak bola nasional kondusif lagi, saya percaya, PSSI dan PT LIB akan meninjau ulang regulasinya dan kembali mengizinkan suporter tim tamu datang ke stadion.
“Dengan memutuskan untuk melarang suporter, PT LIB yang didukung PSSI itu seolah menganggap suporter sebagai biang kerusuhan. Di sisi lain, tidak ada upaya dari PSSI untuk meningkatkan kualitas suporter dengan pembinaan,” ucap Indro dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat sore.
Indro menyampaikan, pembinaan dan edukasi penting dilakukan agar fanatisme suporter dapat disalurkan menjadi dukungan positif bagi klub. Apalagi, sudah ada payung hukum berupa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Ia menekankan perlunya diterbitkan aturan turunan terkait suporter yang mengacu pada undang-undang tersebut.
“Keributan oleh suporter sebenarnya dapat diredam dengan pembinaan. Pada intinya, suporter harus diberi kepercayaan lebih dulu. Nah, kepercayaan ini harus digawangi dengan regulasi yang kuat agar keselamatan serta haknya terjamin dan kewajiban mereka juga dijalankan,” ucap Sekretaris PSTI Abe Tanditasik yang juga hadir dalam konferensi pers tersebut.
Tahun politik
Kebijakan yang menuai protes dari suporter tersebut diambil karena mempertimbangkan faktor keamanan. Direktur Utama PT LIB Ferry Paulus mengatakan, dengan dilarangnya suporter tamu menyaksikan langsung laga tandang tim kesayangan, pihaknya berharap proses perizinan dari pihak kepolisian untuk menggelar pertandingan bisa berjalan mulus.
“Kami juga mempertimbangkan pelaksanaan Liga 1 2023-2024 ini bersamaan dengan tahun politik, yang biasanya penuh dengan kegiatan kampanye. Maka dari itu, kebijakan ini kami ambil agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama ,” tutur Ferry dalam keterangan resminya pada Sabtu lalu.
Menurut Ferry, 18 klub peserta Liga 1 telah bersepakat untuk melarang kehadiran suporter tamu. Persib Bandung sebagai salah satu klub peserta Liga 1, misalnya, mendukung keputusan PT LIB dan PSSI tersebut. Direktur Utama Persib Bandung Teddy Tjahjono meyakini regulasi itu ditetapkan demi tujuan menciptakan atmosfer sepak bola Indonesia menjadi lebih baik.
Menurut Teddy, regulasi tersebut dilatarbelakangi oleh empati PSSI dan PT LIB terhadap Tragedi Kanjuruhan dan beberapa insiden bentrokan antar-suporter yang telah terjadi selama ini . Di sisi lain, dunia sepak bola Tanah Air masih dipantau FIFA, sementara Indonesia sedang menghadapi tahun politik.
“Dengan demikian, semua risiko keamanan harus kita antisipasi dengan baik. Setelah atmosfer sepak bola nasional kondusif lagi, saya percaya, PSSI dan PT LIB akan meninjau ulang regulasinya dan kembali mengizinkan suporter tim tamu datang ke stadion,” ucap Teddy.
Namun, jika Tragedi Kanjuruhan merupakan alasan diterapkannya regulasi tersebut, dosen dan peneliti budaya sepak bola Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fajar Junaedi justru menilainya sebagai sesuatu yang kontradiktif. Pasalnya, tragedi tersebut terjadi tidak melibatkan suporter tuan rumah dan suporter tamu.
Fajar memperkirakan, apabila kondisi Indonesia yang berada dalam pemantauan FIFA dan sedang berada pada tahun politik pun turut jadi alasan, maka bukan tidak mungkin bermunculan alasan lain untuk terus melarang suporter datang ke laga tandang. Padahal, kata Fajar, larangan tersebut menunjukan bahwa tata kelola pertandingan sepak bola di Indonesia belum profesional.
“Yang perlu dilakukan adalah membenahi tata kelola pertandingan sehingga bisa dijalankan dengan profesional dan berintegritas. Suporter yang membeli tiket juga dipenuhi hak-haknya untuk menonton pertandingan dengan nyaman dan aman,” tutur Fajar.