Kericuhan antarkelompok suporter kembali terulang. Intervensi pemerintah diperlukan guna membenahi kultur pendukung sepak bola yang belum bisa lepas dari citra kekerasan.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tragedi Kanjuruhan, yang telah menewaskan 135 korban jiwa, belum mampu mengetuk hati pemangku kepentingan sepak bola di Indonesia untuk memberi perhatian kepada kelompok suporter. Upaya pembenahan kelompok pendukung klub sepak bola hanya berkutat dalam ranah gagasan atau perdamaian di tataran elite fans.
Sejak Tragedi Kanjuruhan yang terjadi seusai laga derbi Jawa Timur, Arema FC kontra Persebaya Surabaya, 1 Oktober 2022, sudah ada tiga insiden kericuhan di pertandingan BRI Liga 1 2022-2023 akibat ulah sejumlah pendukung. Pertama, serangan yang dilakukan beberapa suporter Persita Tangerang kepada bus tim Persis Solo setelah duel kedua tim, 30 Januari, di Stadion Arena Indomilk, Tangerang, Banten.
Dua insiden lainnya tercipta pada awal pekan ini. Pada Minggu (2/4/2023) di Stadion Jatidiri, Semarang, Jawa Tengah, sepak mula babak kedua laga antara PSIS Semarang melawan PSS Sleman tertunda selama satu jam akibat kericuhan antarkelompok pendukung kedua klub. Bahkan, ada pula sejumlah penonton yang melakukan aksi saling lempar hingga turun dari area tribune penonton.
Selanjutnya, pertandingan Persib Bandung versus Persis Solo, Selasa (4/3), di Stadion Pakansari, Bogor, Jawa Barat, juga sempat dihentikan memasuki menit ke-77. Hal itu dilakukan setelah wasit mendengar suara petasan yang disebabkan bentrokan kelompok suporter kedua tim di tribune stadion.
Presiden Pasoepati, komunitas tertua suporter Persis Solo, Agus Wasoep meminta maaf kepada seluruh kelompok suporter Persib, panitia pelaksana pertandingan, fans sepak bola, dan warga Bogor akibat keterlibatan pendukung Persis dalam kericuhan tersebut. Agus mengungkapkan, dirinya juga langsung menyampaikan permohonan maaf kepada manajemen klub ”Laskar Sambernyawa”.
”Meskipun sudah banyak kelompok suporter Persis, kami di Pasoepati yang merupakan organisasi suporter pertama di Solo menganggap semua pendukung itu adalah bagian dari kami. Kami menjaga hikmah Tragedi Kanjuruhan untuk terus berbenah dan bekerja sama dengan manajemen klub untuk perlahan membenahi perilaku yang tidak baik ini,” ujar Agus, yang dihubungi dari Jakarta, Rabu (5/4/2023).
Agus mengungkapkan, perubahan kultur suporter bukan hal yang mudah. Sebagai pentolan Pasoepati, Agus mengedepankan narasi semangat persaudaraan kepada suporter muda agar mengurangi tindakan yang dapat merugikan klub sendiri.
Direktur Persib Bandung Teddy Tjahjono menyayangkan insiden kekerasan pada laga pekan ke-32 tersebut. Ia berharap semua kelompok suporter ”Maung Bandung” mengutamakan sikap sportivitas dalam memberikan dukungan kepada tim ketika bertanding.
”Kami mengecam keras sikap anarkisme yang dilakukan oknum pendukung. Mereka tidak pernah belajar dan kapan bisa berubah kalau mentalitas tidak sportif terus terjaga,” kata Teddy.
Sebagai contoh, Persita memberikan hukuman larangan datang ke stadion seumur hidup kepada tujuh oknum pendukung yang menyerang bus Persis, Januari lalu. Di sisi lain, Persita juga menjalani hukuman satu laga tanpa penonton, sehingga mengurangi pendapatan klub dari pos penjualan tiket pertandingan.
Intervensi pemerintah
Eko Noer Kristiyanto, pakar hukum olahraga, menilai, insiden kericuhan suporter sepak bola yang terulang menunjukkan pembinaan kelompok suporter berada di jalan yang salah. Menurut Eko, ada tiga poin yang membuat kericuhan terus terulang, meskipun sudah ada komitmen dari beberapa kelompok suporter untuk berdamai setelah Tragedi Kanjuruhan.
Kami mengecam keras sikap anarkisme yang dilakukan oknum pendukung. Mereka tidak pernah belajar dan kapan bisa berubah kalau mentalitas tidak sportif terus terjaga.
Ketiga poin itu ialah konsolidasi kelompok suporter yang hanya di level elite sehingga tidak menyentuh golongan akar rumput suporter, kemudian mayoritas suporter yang melakukan aksi kekerasan adalah para remaja yang menjadikan sepak bola sebagai wujud eksistensi, serta kegagalan PSSI menemukan jalan yang tepat untuk mengatasi persoalan suporter.
”Untuk membenahi masalah suporter ini, pemerintah perlu melakukan intervensi seperti yang dilakukan Pemerintah Inggris dengan mengeluarkan Football Spectators Act pada 1989. Pemerintah punya dasar pembinaan suporter berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan,” ucap Eko.
Ia menambahkan, ”Klub juga harus mengambil inisiatif untuk mendorong semua kelompok suporter terdaftar sebagai badan hukum. Itu demi adanya pendataan agar oknum suporter yang menghadirkan kerugian kepada klub bisa diidentifikasi dan dibina dengan tepat sasaran.”
Secara terpisah, Ketua Divisi Pembinaan Suporter PSSI Budiman Dalimunthe mengatakan, setelah Tragedi Kanjuruhan, kelompok suporter telah memberikan perubahan sikap yang cukup signifikan. Seperti pendukung PSM Makassar yang selalu menjamu pendukung tim tandang ketika berlaga di Parepare, Sulawesi Selatan, lalu aksi The Jakmania mengawal bus tim Persib setelah duel klasik Persija versus Persib, Jumat (31/3/2023), di Stadion Candrabhaga, Bekasi, Jabar.
Pada Rabu (5/4/2023) malam, giliran bus Persija Jakarta mendapat pengawalan dari Bonek ketika menuju Stadion Gelora Joko Samudro, Gresik, Jawa Timur, untuk mengadapi Persebaya Surabaya.
”Insiden di dua laga terakhir harus segera diantisipasi agar tidak terulang dengan menerapkan UU 11/2022, terutama menjalankan amanat Pasal 54 dan Pasal 44. Kami berharap ada peraturan pemerintah untuk mengimplementasikan aturan undang-undang itu demi sama-sama menghadirkan iklim sepak bola tanpa perilaku yang merugikan,” kata Budiman.