Perjuangan Aldila Sutjiadi pada Grand Slam Perancis Terbuka berakhir pada semifinal ganda campuran. Meski demikian, pencapaian terbaiknya ini bisa menjadi bekal Aldila bersaing dalam ketatnya turnamen profesional.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
PARIS, RABU — Perjalanan petenis Indonesia, Aldila Sutjiadi, di Roland Garros, Paris, Perancis, berakhir pada semifinal ganda campuran. Sejarah yang diciptakan, kemenangan, dan kekalahan menjadi bekal bagi Aldila untuk menjadi lebih baik pada panggung besar lain di arena tenis profesional.
Aldila, yang berpasangan dengan petenis Belanda, Matwe Middelkoop, kalah dari Miyu Kato/Tim Puetz (Jepang/Jerman) pada semifinal di Lapangan Simonne-Mathieu, Rabu (7/6/2023). Setelah bermain dengan baik pada perempat final, Aldila/Middelkoop kesulitan dalam menghadapi tekanan Kato/Puetz. Apalagi, Puetz memiliki servis yang lebih baik dari Middelkoop.
Kato/Puetz juga bermain lebih baik saat dalam posisi menerima servis sehingga mereka bisa lima kali mematahkan servis lawan dari enam kesempatan. Di sisi lain, Aldila/Middelkoop hanya sekali mencuri servis lawan dari dua break point. Aldila/Middelkoop pun kalah dengan skor 5-7, 0-6 dalam pertandingan selama 57 menit.
Meski demikian, hasil ini menambah daftar prestasi Aldila sebagai salah satu dari sedikit petenis Indonesia yang menjalani turnamen tenis profesional. Semua momen yang dialami di Roland Garros juga menjadi pengalaman berharga menghadapi ketatnya persaingan tenis profesional, termasuk Grand Slam berikutnya, yaitu Wimbledon pada 3-16 Juli.
Saat ini, Aldila menjadi satu-satunya petenis ”Merah Putih” yang bisa menembus turnamen Grand Slam. Seiring peningkatan prestasinya, poin peringkat Aldila akhirnya mencukupi untuk bermain pada dua nomor dalam panggung terbesar tenis profesional ini.
Sejak debut di arena Grand Slam pada Australia Terbuka 2022, Aldila selalu bermain di ganda putri bersama Kato dengan hasil terbaik babak ketiga Australia Terbuka 2023. Di Roland Garros, keduanya bisa bermain pada ganda putri dan campuran.
Semifinal yang didapat Aldila sama seperti yang diraih Yayuk Basuki pada ganda putri Amerika Serikat Terbuka 1993.
Yayuk yang berpasangan dengan Nana Miyagi (Jepang) melaju ke semifinal, salah satunya setelah mengalahkan unggulan ketujuh, Jill Hetherington/Kathy Rinaldi (Kanada/AS), pada babak kedua. Langkah Yayuk/Miyagi dihentikan Amanda Coetzer/Ines Gorrochategui (Afrika Selatan/Argentina) di semifinal, 3-6, 2-6.
Selain Yayuk dan Aldila, belum ada petenis lain Indonesia yang bisa mencapai semifinal Grand Slam di level profesional. Gelar juara pernah diraih pada level yunior, di antaranya dari Angelique Widjaja, Christopher Rungkat, dan Priska Madelyn Nugroho.
Sebelum perjalanannya berakhir pada semifinal ganda campuran, Aldila (bersama Kato) kalah pada babak ketiga ganda putri karena diskualifikasi saat melawan Marie Bouzkova/Sara Sorribes Tormo (Ceko/Spanyol).
Keputusan pahit itu harus mereka terima setelah Kato dinyatakan melakukan pelanggaran. Bola yang hendak diberikan kepada ball kids dengan menggunakan raket, justru, mengenai leher anak tersebut. Meski tak bermaksud mencederai, sikap itu dinilai sebagai pelanggaran hingga Aldila/Kato didiskualifikasi.
Tidak ada yang melindungi hak petenis dalam kasus ini.
Sebagai sanksi dari pelanggaran itu, poin ranking dan hadiah dari ganda putri untuk Kato dihapuskan, sedangkan Aldila tetap menerima. Mereka mengajukan banding atas keputusan itu dan mendapat banyak dukungan, termasuk dari petenis, mantan petenis, dan jurnalis tenis internasional.
Dukungan mengalir karena peristiwa itu diwarnai sikap tidak sportif dari Bouzkova/Sorribes Tormo. Saat wasit dan penyelia turnamen berdiskusi di antara mereka dan dengan Aldila/Kato, Bouzkova dan Tormo berkali-kali menyela sambil mengatakan, ”Anak itu menangis”, dengan bahasa tubuh yang menekan. Bouzkova pun sempat menyebut ball kids itu berdarah, padahal mereka tidak melihat kejadian itu.
Asosiasi Pemain Tenis Profesional (PTPA), melalui pernyataan yang diunggah di media sosial, bahkan bersedia menjadi penengah antara Aldila/Kato dan WTA. Organisasi yang didirikan atas ide Novak Djokovic dan Vasek Pospisil itu ingin membantu Kato untuk mendapatkan haknya. ”Tidak ada yang melindungi hak petenis dalam kasus ini,” ujar Pospisil.
Dalam rasa sedih atas peristiwa itu, Aldila dan Kato berusaha tegar menjalani laga ganda campuran. Salah satu di antara mereka, yaitu Kato, akhirnya akan tampil di final untuk melawan Bianca Andreescu/Michael Venus (Kanada/Selandia Baru).
Sejarah tenis Brasil
Selain Indonesia, tenis Brasil juga mendapat catatan baru setelah Beatriz Haddad Maia menjadi petenis putri pertama yang mencapai semifinal Perancis Terbuka dalam Era Terbuka. Haddad Maia mencatat prestasi itu setelah mengalahkan unggulan ketujuh, Ons Jabeur, 3-6, 7-6 (7/5), 6-1, pada perempat final di Lapangan Philippe Chatrier. Ini menjadi pencapaian terbaik petenis unggulan ke-14 itu setelah tidak bisa melewati babak kedua Grand Slam dalam 11 penampilan lain di babak utama.
”Saya harus bersabar dalam pertandingan tadi karena Jabeur adalah petenis yang sangat bagus. Saya pun bangga pada diri sendiri dan tim karena mengalahkan Jabeur adalah tugas yang tak mudah, sangat sulit untuk menebak permainannya,” tutur Haddad Maia.
Pada semifinal yang akan berlangsung Kamis, Haddad Maia akan bertemu petenis nomor satu dunia yang juga juara bertahan, Iga Swiatek. Petenis Polandia itu mengalahkan Cori Gauff 6-4, 6-2 dalam laga yang menjadi ulangan final 2022. Adapun pada semifinal lain, unggulan kedua, Aryna Sabalenka, berhadapan dengan Karolina Muchova.
Sebelum Haddad Maia, petenis putri Brasil yang mencapai semifinal Grand Slam di Era Terbuka adalah Maria Bueno, yaitu pada AS Terbuka 1968. Bueno, yang meninggal dunia pada 2018 dalam usia 78 tahun, lima kali tampil pada semifinal di Roland Garros sebelum Era Terbuka, termasuk ketika mencapai final 1964.
Petenis Brasil terakhir yang menjadi semifinalis Grand Slam adalah Gustavo Kuerten, juara tunggal putra Perancis Terbuka 2001, gelar ketiganya di turnamen itu. (AFP/REUTERS)