Trauma Guardiola pada Laga Real Madrid Versus Manchester City
Pep Guardiola bisa melepas trauma atas Real Madrid di Santiago Bernabeu selama tidak berpikir terlalu rumit. Sang Manajer Manchester City punya Haaland dan sistem baru untuk merusak Real.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
MADRID, SENIN — Laga semifinal Liga Champions Eropa di Stadion Santiago Bernabeu, markas Real Madrid, seolah menghidupkan kembali rasa trauma bagi Manajer Manchester City Josep ”Pep” Guardiola. Namun, trauma itu kini bisa diatasi berkat dua hal pembeda, yaitu kehadiran penyerang maut Erling Haaland dan formasi tiga bek tengah yang belum tersentuh.
Musim lalu, City hanya butuh mempertahankan skor 1-0 selama 5 menit saat menghadapi Real pada laga pertemuan kedua semifinal di Bernabeu. Namun, mereka malah kecolongan dua gol beruntun pada injury time. Real lalu merenggut tiket ke final setelah mencetak gol ketiga di babak tambahan waktu. Real menang agregat 6-5.
Belum sembuh dari luka itu, Guardiola dan tim asuhannya akan kembali ke stadion yang sama pada laga pertama semifinal musim ini, Rabu (10/5/2023) dini hari WIB. City sudah dinanti juara bertahan dan serbuan para pendukung tuan rumah yang sedang berapi-api berkat raihan trofi Piala Raja Spanyol, Minggu (7/5/2023).
Wayne Rooney, mantan penyerang peraih sekali gelar juara Liga Champions, berkata, kesamaan tempat dan babak pertemuan belum tentu akan mengembalikan kisah déjà vu. City kini datang dengan kekuatan yang jauh lebih baik, baik dari materi pemain maupun sistem bermain. Sementara Real tidak banyak berubah dibandingkan musim lalu.
”City tidak hanya akan mengalahkan Madrid, tetapi juga menghancurkannya. City lebih baik dalam bertahan dan lebih sabar. Akan tetapi, perbedaan terbesar adalah Haaland. Mereka (musim lalu) kalah karena 5 menit terakhir. Dengan Haaland, hal itu tidak akan terjadi,” ungkap Rooney dalam kolomnya di The Times.
Musim lalu, City datang dengan sistem penyerang palsu (false nine) bersama penyerang Gabriel Jesus yang lantas pindah ke Arsenal. Guardiola menyadari sistem itu bukan yang terbaik untuk mendominasi lawan. Dia lantas mendatangkan Haaland, sosok penyerang murni yang sangat dominan.
Haaland, berusia 22 tahun, adalah striker paling ditakuti saat ini. Liga Inggris, yang disebut kompetisi terbaik dunia, terasa bak liga kelas dua di hadapannya. Dengan 35 gol dari 32 laga, dia baru saja memecahkan rekor pencetak gol terbanyak dalam sejarah liga itu yang bertahan sejak 1995.
Jika Madrid tanpa Modric, Toni Kroos, atau Benzema, mereka tidak akan memenangi apa pun. Semua (kesuksesan Real) terjadi berkat mereka. Itulah sebabnya, kami punya rasa hormat besar kepada mereka, tetapi bukan rasa takut. (Bernardo Silva)
Pemain asal Norweigia itu juga menjadi pencetak gol terbanyak sementara di Liga Champions (12 gol). Jumlah gol itu masih lebih banyak ketimbang gabungan duet penyerang Real, Vinicius Junior dan Karim Benzema (10 gol). Maka, wajar jika Pelatih Real Madrid Carlo Ancelotti telah mewaspadai Haaland sejak undian semifinal.
”Saya tidak memikirkan tim mana yang lebih difavoritkan. Kedua tim sama-sama sangat dekat dengan final (musim lalu). Kami mengantisipasi perubahan mereka musim ini. Mereka tetap tangguh dan punya penyerang yang bisa mencetak banyak gol dalam diri Haaland. Mereka menjadi berbahaya dalam transisi ataupun penguasaan bola,” ujar Ancelotti.
”Si Robot”, julukan Haaland, menguasai segala aspek yang dibutuhkan untuk menjadi striker terhebat, yaitu tubuh kekar setinggi 1,94 meter, sprint kencang, kelincahan, insting di kotak penalti, hinga tendangan keras. Dia bagai sosok ”pangeran” sepak bola Eropa yang datang untuk mengudeta takhta ”sang raja” petahana, Benzema.
Ahli taktik
Laga semifinal nanti juga mempertemukan dua ahli taktik terbaik di Eropa dan pengoleksi enam trofi Liga Champions. Ancelotti mengemas empat trofi, sedangkan Guardiola dua trofi. Kali ini, Guardiola akan datang bersama temuan formula terbaiknya yang belum bisa dipecahkan oleh tim-tim di Inggris ataupun Eropa, seperti Bayern Muenchen.
City bermain dengan empat bek tengah. Ketika menguasai bola, salah satu bek, yaitu John Stones, akan naik ke posisi gelandang untuk menciptakan formasi 3-2-4-1. Sejak diperkenalkan versus Crystal Palace, 11 Maret lalu, City tidak terkalahkan di seluruh kompetisi, menang 12 kali dari 13 laga.
”The Citizens” memasukkan rerata 3,3 gol dan hanya kemasukan 0,53 gol. Mereka menemukan keseimbangan terbaik, terutama dalam bertahan. Guardiola sempat berkata, pertahanan adalah hal yang menyebabkan City tak pernah juara Liga Champions. Dia memperbaiki lubang itu, musim ini.
Empat bek tengah yang dipasang punya tubuh kuat dan antisipasi cepat. Mereka tidak takut beradu kekuatan dan kecepatan dengan para penyerang lawan. Mereka sangatlah kokoh, seperti fondasi istana. Menariknya, City memiliki kedalaman skuad yang cukup untuk merotasi para bek itu. Hal itu bisa menjadi solusi atas absennya bek Nathan Ake yang cedera saat menghadapi Leeds United, akhir pekan lalu.
Terakhir kali sebelum Ake cedera, posisinya diisi dengan sempurna oleh Manuel Akanji. Sang pengganti tidak canggung tampil di posisi lebih condong ke sayap kiri.
Formula City seperti itu sebenarnya sudah cukup untuk membawa pulang modal berharga ke semifinal kedua di Stadion Etihad, Manchester. Namun, semua keunggulan di atas kertas itu bisa saja berantakan jika Guardiola kembali menjadi pemikir yang berlebihan, mengubah hal yang sudah sempurna. Hal itu pernah terjadi di final Liga Champions 2021.
Saat ini, satu-satunya kekhawatiran Guardiola adalah para pemainnya mulai kelelahan menghadapi tiga kompetisi bersamaan. ”Saya merotasi skuad (melawan Leeds) bukan karena memikirkan Real Madrid, tetapi beberapa pemain mengatakan terlalu lelah. Itulah alasan utamanya,” ungkap Guardiola.
Di sisi lain, transisi serangan balik ala Ancelotti akan menjadi ujian terbesar untuk sistem baru Guardiola. Kelincahan Vinicius dan ketangkasan Benzema sangat mungkin memberi masalah untuk tim tamu, seperti halnya yang sudah mereka lakukan dalam beberapa musim terakhir.
Faktor terpenting lain adalah pengalaman. Bukan tanpa alasan Real mendominasi Eropa selama satu dekade terakhir. Mereka lima kali juara dari 10 musim terakhir karena sudah memiliki resep juara bersama pemain veteran, seperti Benzema dan Luka Modric serta pelatih yang sama.
Pengalaman panjang itu menuai respek dari gelandang City, Bernardo Silva. ”Bukan tentang klub dan logonya. Jika Madrid tanpa Modric, Toni Kroos, atau Benzema, mereka tidak akan memenangi apa pun. Semua (kesuksesan Real) terjadi berkat mereka. Itulah sebabnya, kami punya rasa hormat besar kepada mereka, tetapi bukan rasa takut,” ungkap Silva. (AP/REUTERS)