Masalah klasik pertahanan Liverpool kembali muncul saat menjamu Tottenham Hotspur. “Si Merah” membuang momentum untuk mengakhiri permainan lebih cepat sehingga harus kebobolan tiga gol
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
LIVERPOOL, MINGGU – Ibarat pisau guillotine yang tidak sempurna, serangan cepat dan mematikan Liverpool pada awal laga ternyata tidak mampu mengakhiri permainan secara lebih cepat. Dampaknya Tottenham Hotspur bisa menggeliat dan bangkit untuk menyamakan kedudukan. Pada akhirnya serangan terakhir dari Diogo Jota benar-benar memenggal kepala Spurs yang harus takluk 3-4 di Stadion Anfield, Liverpool, Minggu (30/4/2023) dini hari.
Laga antara Liverpool dan Spurs adalah perebutan tempat kelima di klasemen sementara Liga Inggris. Liverpool menargetkan poin penuh untuk mengumpulkan poin demi poin agar bisa merangkak naik dari peringkat keenam. “Si Merah” berambisi menembus zona empat besar teratas di akhir musim demi mengamankan tiket berlaga di Liga Champions Eropa musim depan.
Maka dari itu, Liverpool mengambil inisiatif serangan sejak menit-menit awal. Mereka mengawali laga dengan begitu cepat dan meyakinkan sehingga mampu unggul tiga gol hanya dalam waktu 15 menit sejak pertandingan dimulai. Curtis Jones, Luis Diaz, dan Mohamed Salah silih berganti membobol gawang Spurs yang dijaga Fraser Forster.
Serangan cepat dan mematikan Liverpool pada awal pertandingan itu lebih mirip alat eksekusi asal Perancis, pisau guillotine, yang kerap digunakan untuk memenggal kepala orang saat revolusi Perancis pada tahun 1700-an. Senjata eksekusi itu didesain untuk memenggal kepala orang secara cepat sehingga korban langsung tewas tetapi tidak sempat merasakan penderitaan karena rasa sakit terlebih dulu.
Seperti pisau guillotine, serangan Liverpool berlangsung sangat cepat sehingga membuat Spurs tersungkur dengan tiga gol di 15 menit awal babak pertama. Para pendukung Spurs pun percaya tim kesayangannya sudah tersungkur mati dan tidak akan mampu bangkit lagi setelahnya. Segera setelah gol ketiga Liverpool yang dicetak Salah, para fans Spurs beringsut pergi meninggalkan stadion, entah karena teramat kecewa atau percaya tidak ada artinya lagi melanjutkan menonton laga.
Hanya saja, serangan Liverpool yang seperti pisau guillotine itu ternyata tidak sempurna. Ia memang sukses melukai Spurs, tetapi tidak sampai membuat Spurs menjemput "ajal"-nya. Dengan sisa-sisa tenaga, Spurs menggeliat lalu bangkit. Liverpool yang sudah merasa di atas angin perlahan lengah dan berbalik menderita karena kebangkitan Spurs.
Agresivitas serangan Liverpool ditopang penampilan yang sangat baik dari trio lini serang, Salah, Diaz, dan Cody Gakpo. Selain itu, suplai bola dari lini tengah juga sangat memanjakan ketiganya. Di sisi lain, Liverpool lagi-lagi mendapatkan berkah dari keputusan memainkan bek sayap kanan, Trent Alexander-Arnold, sebagai inverted winger. Sejak revolusi peran Arnold itu, Liverpool mampu memetik tiga kemenangan beruntun pada laga-laga sebelumnya.
Arnold berduet bersama Fabinho di pos gelandang bertahan. Mereka berdua bertugas lebih naik untuk membantu serangan. Itu karena para pemain Spurs lemah dalam merebut kembali bola kedua (second ball) hasil dari umpan panjang Liverpool yang dipatahkan bek Spurs. Fabinho dan Arnold dalam beberapa momen mampu merebut bola kembali dan melanjutkan serangan.
Babak pertama bagus, tapi kami kebobolan satu gol. Ini pertama kalinya kami tidak bertahan dengan baik.
Sisi kiri pertahanan Spurs menjadi titik yang selalu dieksploitasi Liverpool pada babak pertama. Tampil dengan formasi 3-5-2, gelandang sayap kiri Spurs, Ivan Perisic kerap terlambat turun untuk menghadang Salah yang aktif menyisir tepi lapangan. Proses membangun serangan Liverpool lebih efektif saat gelandang melepaskan umpan-umpan panjang akurat ke sisi kiri pertahanan Spurs.
Dua gol pertama Liverpool lahir dari proses membangun serangan di sisi tersebut. Memanfaatkan ruang di antara Perisic dan Ben Davies, para pemain Liverpool kerap melepaskan umpan-umpan akurat dari sana. Gol Jones dan Diaz berawal dari proses membangun serangan yang dimulai Liverpool dari sisi kiri pertahanan Spurs.
Kebangkitan Spurs
Namun akibat pisau guillotine tak sempurna Liverpool, Spurs bangkit dan memberikan perlawanan. Berawal dari serangan balik cepat, Perisic mampu mengelabui Virgil Van Dijk. Para bek Liverpool yang tertarik karena Perisic mampu melewati Van Dijk meninggalkan ruang di kotak penalti yang secara cerdik dimanfaatkan Perisic untuk mengirim umpan terukur kepada ujung tombak Spurs, Harry Kane. Penyerang timnas Inggris itu tak kesulitan melepaskan tembakan voli yang merobek jala Alisson Becker di menit ke-40.
“Untuk waktu yang lama pada babak pertama, itu adalah permainan terbaik yang kami mainkan sejauh ini. Babak pertama bagus, tapi kami kebobolan satu gol. Ini pertama kalinya kami tidak bertahan dengan baik,” ujar manajer Liverpool, Juergen Klopp, selepas pertandingan, dikutip dari BBC Sports.
Reputasi Kane sebagai predator ulung menghipnotis bek Liverpool untuk terus mengawalnya. Apalagi Kane baru saja mengawali kebangkitan Spurs. Dari sini gol kedua Spurs bermula. Karena terlalu berfokus menjaga Kane yang bergerak agak mundur, para bek Liverpool tidak menyadari pergerakan Son Heung-min. Ia lolos dari jebakan offside dan dengan satu sentuhan sudah berada kotak penalti lalu mencetak gol di menit ke-77.
Kelengahan Liverpool tidak berhenti sampai di sana. Pergerakan muncul secara cepat dari belakang kali ini diperagakan dengan sangat baik oleh Richarlison yang masuk sebagai pemain pengganti. Ia menyambut umpan tendangan bebas Son setelah berlari di belakang Darwin Nunez. Para pemain Spurs bersorak merayakan gol penyeimbang itu.
Saat laga seakan berakhir imbang, Liverpool mampu memanfaatkan euforia para pemain Spurs yang belum usai itu. Pemain pengganti, Diogo Jota, mampu merebut umpan backpass Lucas Moura. Dalam sekejap, Jota merangsek masuk ke jantung pertahanan Spurs dan mencetak gol keempat yang sekaligus mengakhiri perlawanan lawan.
“Kami lolos (dari kebangkitan Spurs) berkat gol Jota. Itu membuat dia spektakuler dan semua orang pulang dengan gembira,” ucap Klopp.
Di akhir laga, Kane mengungkapkan rasa menyesalnya karena memulai laga dengan sangat buruk. Ia mengatakan, sangat sulit menerima kekalahan di menit-menit akhir. Apalagi timnya sempat memperlihatkan kebangkitan yang luar biasa. “Itu adalah awal yang mengerikan, jelas bukan yang pertama kali terjadi musim ini,” kata Kane kepada Sky Sports.
Tambahan tiga poin dari Spurs membuat Liverpool mampu memenangkan duel perebutan tempat kelima. “Si Merah” kini mengoleksi 56 poin dari 33 laga. Adapun Spurs turun ke peringkat keenam dengan mengoleksi 54 poin dari 34 laga. Liverpool kini semakin dekat ke zona Liga Champions. Namun, mereka masih terpaut tujuh poin dari Manchester United di peringkat keempat.