Faktor emosional membuat skuad Arsenal berada di jalur juara. Namun, faktor itu bisa menjadi pengubur kans juara mereka pada akhir musim.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, SABTU – Legenda hidup Arsenal, Thierry Henry, berkata, akan sangat sulit meraih gelar juara Liga Inggris jika seisi skuad terlalu emosional. Emosi para pemain harus berada di titik yang tepat sehingga cukup tenang untuk mengakhiri 38 laga semusim di puncak klasemen.
”Dengan emosi berlebihan, Anda mungkin bisa menjuarai turnamen seperti Liga Champions atau Piala Dunia, tetapi bukan liga (domestik) dengan 38 laga. Saya pikir belakangan ini kami (skuad Arsenal) terlalu emosional. Anda harus tetap tenang dan konsentrasi terhadap yang dilakukan,” kata Henry kepada CBS Sports, Kamis (20/4/2023).
Omongan Henry terbukti dua hari setelah itu, Sabtu, di Stadion Emirates. Henry, menonton di tribune bersama sesama mantan pemain Arsenal, Patrick Vieira, menjadi saksi saat Arsenal ditahan tim tamu Southampton 3-3. ”Si Meriam” kehilangan poin untuk ketiga kali beruntun meskipun unggul mutlak dalam jumlah tembakan, 25-8, dan penguasaan bola 74,2 persen.
Para pemain Arsenal berbaring lesu seusai peluit panjang. Martin Odegaard dan rekan-rekan sadar telah melewatkan kesempatan terbaik untuk memperkokoh posisi puncak klasemen. Di atas kertas, mereka seharusnya bisa dengan mudah mengatasi tim juru kunci klasemen itu.
Tidak ada senyum ataupun selebrasi dari skuad asuhan Manajer Mikel Arteta. Padahal, mereka berhasil bangkit setelah masih tertinggal 1-3 pada menit ke-87. Sepasang gol berselang dua menit dari Odegaard dan penyerang sayap Bukayo Saka tidak cukup menjadi pelipur lara.
”Pasti tidak bahagia dengan hasil. Kami menyusahkan diri sendiri dengan kesalahan tidak perlu. Anda tidak bisa kemasukan tiga gol ceroboh dan berharap menang mudah di liga ini. Tetapi, saya senang dengan reaksi tim muda ini karena mampu menepis kemustahilan,” kata Arteta.
Kekecewaan itu sangat wajar. Sebelumnya, Arsenal juga membuang kesempatan emas meraih poin penuh. Mereka sudah unggul dua gol di kandang Liverpool dan West Ham United, lalu dipaksa pulang hanya dengan satu poin akibat hasil imbang.
Alhasil, Arsenal saat ini hanya unggul 5 poin atas peringkat kedua Manchester City. Dengan catatan, City masih menyimpan dua laga. Adapun Arsenal akan bertandang ke markas City pada tengah pekan depan. Si Meriam tidak pernah menang atas City di liga sejak Desember 2015.
Terburu-buru
Seperti kata Henry, Arsenal terlalu emosional. Hal itu sudah terlihat pada menit pertama laga. Kiper Arsenal, Aaron Ramsdale, membuat blunder saat membangun serangan. Dia terburu-buru ingin memecahkan pertahanan blok tinggi Southampton yang berujung salah umpan.
Penyerang tim tamu Carlos Alcaraz memanfaatkan blunder itu. Dia mencetak gol pada detik ke-28. Gol itu merupakan yang tercepat kedua di liga musim ini, setelah penyerang Bournemouth, Phillip Billing (9 detik) yang juga membobol gawang Arsenal.
Kami menyusahkan diri sendiri dengan kesalahan tidak perlu. Anda tidak bisa kemasukan tiga gol ceroboh dan berharap menang mudah di liga ini.
Tim tuan rumah berapi-api pada paruh pertama karena bertekad mengakhiri paceklik kemenangan. Terlalu menggebu-gebu, mereka justru kehilangan ritme. Permainan tempo tinggi yang diharapkan berubah menjadi tergesa-gesa.
Hasilnya, Arsenal kecolongan lagi pada menit ke-14 lewat gol mantan pemain mereka, Theo Walcott. Lagi-lagi, kemasukan bermula dari salah umpan di lini tengah saat membangun serangan. Ketinggalan dua gol pada awal laga membuat tempo mereka semakin berantakan.
Problem Arsenal mengatur tempo tidak lepas dari absennya salah satu gelandang paling senior, Granit Xhaka, akibat kurang bugar. Selain itu, pertahanan blok tinggi Southampton dengan formasi 4-4-2 juga turut berperan. Apalagi, mereka sudah menyiapkan strategi transisi dengan penyerang lincah, seperti Walcott dan Alcaraz.
”Sangat sulit untuk menekan tinggi melawan tim seperti Arsenal dan Manchester City. Tetapi, anak-anak mampu menunjukkan karakter dan etos kerja luar biasa. Kami mendapatkan momentum (untuk lolos dari zona degradasi) berkat itu,” kata Manajer Southampton Ruben Selles.
Arsenal yang hanya terpaut satu gol berkat sumbangan Gabriel Martinelli pada menit ke-20 lebih tenang mengontrol permainan pada paruh kedua. Namun, mereka justru tidak mampu membongkar pertahanan tim tamu yang tampil dengan blok sangat rendah setelah turun minum.
Tecermin dari statistik, Arsenal hanya mencatat satu tembakan sejak turun minum hingga menit ke-77. Tim asuhan Arteta kembali tertinggal dua gol akibat sundulan bek Duje Caleta-Car dari skema tendangat sudut. Para pemain tuan rumah pun semakin kehilangan arah.
Hingga akhirnya Arteta memasukkan tiga penyerang sekaligus, yaitu Leandro Trossard, Eddie Nketiah, dan Reiss Nelson. Adapun dua penyerang ditunjuk menggantikan masing-masing satu bek sayap dan gelandang. Setelah itu, mereka menciptakan 10 tembakan hanya dalam 13 menit waktu normal tersisa.
Arsenal, jelang enam laga terakhir musim ini, sedang memasuki fase inkonsistensi akibat gairah darah muda para pemain. Mereka belum bisa memanfaatkan emosi itu dengan tepat pada pengujung musim. Di sisi lain, gairah tersebut memberikan energi mereka bermain ofensif dan atraktif sepanjang musim ini.
”Bukannya membuat alasan, tetapi kami adalah tim termuda di liga. Terkadang kami melakukan hal tepat dan tidak. Semua bisa membuat kesalahan, tetapi yang terpenting kami tetap bersama. Semua masih bisa terjadi dan nasib juara masih ada di tangan kami,” kata penyerang Arsenal, Gabriel Jesus, yang pernah meraih empat gelar juara liga bersama City. (AP/REUTERS)