Presiden Joko Widodo menginstruksikan ke PSSI untuk menyelesaikan cetak biru transfornasi sepak bola Indonesia dan melobi FIFA agar tidak menjatuhkan sanksi berat.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA, Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Setelah Federasi Sepak Bola Internasional atau FIFA membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada Rabu (29/3), Presiden Joko Widodo menginstruksikan Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia Erick Thohir untuk segera kembali membuka pembicaraan dengan FIFA. Presiden Jokowi tidak ingin Indonesia terkena sanksi FIFA dan terkucilkan dari peta persepakbolaan dunia.
"Saya sudah bertemu Bapak Presiden (Jokowi), melaporkan secara detail meeting Presiden FIFA dengan saya di Doha. Saya membawa surat dari Presiden FIFA yang saya langsung berikan ke Presiden," kata Erick Thohir, di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Setelah membaca surat itu, Presiden Jokowi menginstruksikan dua hal kepada Erick. Pertama, segera membuat cetak biru transformasi sepak bola Indonesia. "Presiden menekankan ini harus segera selesai dan harus segera disampaikan kepada FIFA," kata Erick.
Kedua, Presiden menginstruksikan kepada Erick untuk segera kembali membuka pembicaraan bersama FIFA. "Agar kita tetap menjadi bagian keluarga besar FIFA, yang total members-nya 216 negara, salah satunya kita. Bisa diartikan, Presiden tidak mau kita terkucilkan dari peta persepakbolaan dunia," ujar Erick.
Erick mengatakan, pihaknya akan berusaha keras memastikan transformasi sepak bola Indonesia terjadi dan bukan sekadar wacana.
"Saya juga akan bekerja keras untuk kembali bernegosiasi dengan FIFA, menghindari sanksi yang bisa terjadi. Karena dari FIFA sendiri tentu mengharapkan hal-hal ini tidak terjadi, tetapi tentu kalau kita lihat dari suratnya, itu jelas bahwa FIFA sedang mempelajari dan mempertimbangkan sanksi untuk Indonesia," katanya.
Saat ini, Erick menunggu undangan kembali dari FIFA untuk melakukan rapat beberapa hari mendatang. Ia pun bersiap untuk bertemu dengan FIFA.
Menurut dia, sanksi terberat yang bisa dijatuhkan adalah Indonesia dilarang ikut berkompetisi di seluruh dunia, baik sebagai tim nasional maupun sebagai klub. Jika sanksi itu yang dijatuhkan, hal itu akan menjadi kemunduran bagi persepakbolaan Indonesia. Sanksi sejenis pernah dijatuhkan untuk Indonesia pada 2015.
"Saya rasa itu yang tidak kita harapkan," kata Erick.
Saya juga akan bekerja keras untuk kembali bernegosiasi dengan FIFA, menghindari sanksi yang bisa terjadi.
Erick mengatakan, FIFA memperhatikan semua keberatan yang telah disampaikan (terkait kehadiran tim Israel U-20) dan melihat itu sebagai intervensi. "Banyak sekali FIFA menghukum ketika ada intervensi pemerintah. Namun, di sini, juga bentuknya intervensi dan di dalam host contract sebagai negara dan host city contract yang ditandatangani. Kita menjamin keamanan salah satunya. Nah, tentu ini yang mungkin jadi pertimbangan FIFA juga," ujar Erick.
Menurut Erick, di negara berkembang yang ingin menjadi negara maju seperti Indonesia, pengembangan sepak bola tidak mungkin terpisahkan dari peran pemerintah. Pemerintah mendorong sepak bola dan olahraga lainnya berkembang dengan baik, termasuk dengan pembangunan infrastruktur sepak bola yang baik.
Kecewa
Sementara itu, warga masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai CentennialZ (komunitas sosial Generasi Z) menunjukkan kekecewaan pembatalan penyelenggaraan Piala Dunia U- 20 2023 di Indonesia dengan melakukan unjuk rasa pada Jumat (31/3/2023). Mereka membagikan pita hitam sebagai simbol kesedihan bagi sepak bola Indonesia.
Ketua komunitas CentennialZ, Dino Ardiansyah mendorong pemerintah dan PSSI mencari solusi agar sepak bola Indonesia agar tidak terkena sanksi FIFA.
Pemain tim Indonesia U-20 Aditya Arya dan Arkhan Kaka hadir pada aksi itu. Aditya dan Arka juga mengungkapkan kekecewaan mereka karena pembatalan itu. Aditya mengatakan kondisi mentalnya masih belum pulih seperti semula.
Pada kesempatan terpisah, Komite Olimpiade Indonesia (KOI) menginisiasi gerakan "Berdiri untuk Olahraga Indonesia", guna menjauhkan olahraga dari intervensi politik dan diskriminasi.
Ketua KOI, Raja Sapta Oktohari mengatakan, pembatalan Piala Dunia U-20 bisa terulang pada olahraga lain jika tidak ada mitigasi yang disiapkan. Okto mengajak para pengurus cabang olahraga untuk mengampanyekan olahraga yang bebas dari politik dan diskriminasi.
"Kita merasa sedih dan kecewa karena tidak bisa melihat anak-anak Indonesia U-20 bertanding. Mudah-mudahan para pemangku kepentingan bisa melihat, olahraga harus menjadi alat persatuan, bukan alat pemecah belah," kata Okto.
Sikap itu penting karena Presiden Jokowi ingin KOI membawa banyak turnamen internasional ke Indonesia Menurut Okto, Piagam Olimpiade mengamanatkan agar olahraga merangkul seluruh kalangan tanpa sekat suku, agama, ras, dan golongan.