Tim tenis Indonesia selamat dari degradasi ke Grup III Asia/Oseania Piala Davis setelah mengalahkan Vietnam 3-2. Petenis senior Christoper Rungkat, lagi-lagi, menjadi penyelamat Tim ”Merah Putih”.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
TU SON, MINGGU — Kemenangan 3-2 tim tenis putra Indonesia atas tuan rumah Vietnam menjadi kabar gembira karena ”Merah Putih” bertahan pada Grup Dunia II kejuaraan Piala Davis. Namun, ada sisi lain yang harus dievaluasi dari hasil tersebut, yaitu bahwa Indonesia tak bisa terus-menerus mengandalkan Christopher Rungkat untuk selamat dari degradasi.
Pemain yang akrab disapa Christo itu bahkan harus bermain dalam nomor tunggal pada partai kelima babak playoff Grup Dunia II itu. Laga ini menjadi penentu tim yang berhak bersaing dalam Grup Dunia II dan tim yang degradasi ke Grup III Zona Asia/Oseania.
Indonesia harus menjalani playoff ini setelah kalah 0-5 dari Polandia pada babak pertama Grup II, September 2022. Adapun Vietnam menjadi salah satu dari dua tim yang berhak mendapat kesempatan promosi dari Grup III. Dengan hasil tersebut, Indonesia pun bertahan pada Grup Dunia II, sedangkan Vietnam kembali ke Grup III Asia/Oseania.
Skenario yang diharapkan sebenarnya hampir tercapai ketika Indonesia bisa mencuri kemenangan dari partai pembuka di Hanaka Paris Ocean Park, Tu Son, Sabtu (4/2/2023), sehingga hari pertama berakhir dengan skor 1-1. Laga pembuka dimenangi Muhammad Rifqi Fitriadi atas Pham Min Thuan, 6-3, 6-1. Setelah itu, tuan rumah menyamakan kedudukan ketika petenis terbaik mereka, Ly Hoang Nam, menang atas Anthony Susanto 6-0, 6-3.
Target memenangi partai ganda pada laga pembuka hari kedua, Minggu, juga tercapai setelah Christo/Rifqi menang atas Ly/Nguyen Phuong Van, 6-3, 6-3. Setelah itu, Rifqi membuka harapan bahwa ”Merah Putih” bisa menang pada partai keempat ketika memaksa Ly, peraih medali emas tunggal putra SEA Games Vietnam 2021, bermain tiga set. Namun, Rifqi akhirnya kalah 4-6, 6-3, 5-7 hingga skor kedua tim menjadi 2-2.
Dalam posisi genting seperti ini, pilihan terbaik adalah menurunkan kembali Christo meski petenis berusia 33 tahun itu hanya fokus pada nomor ganda selama menjalani kariernya sebagai petenis profesional. Indonesia memiliki Anthony, Nathan Anthony Barki, dan David Agung Susanto, tetapi mereka sulit diandalkan menang dalam laga ”hidup dan mati”. Mereka minim pengalaman dalam ajang internasional.
Tak hanya kali ini Christo menjadi penyumbang kemenangan ketiga, dari lima partai yang dimainkan, dalam laga untuk menghindari degradasi. Dia melakukan hal yang sama, dari nomor tunggal atau ganda, saat Indonesia harus menyelamatkan diri melalui playoff.
Christo menjadi penentu kemenangan kala Indonesia mengalahkan Hong Kong pada playoff degradasi Grup II Asia/Oseania 2014, Sri Lanka (Grup II Asia/Oseania 2016), Kuwait (Grup II Asia/Oseania 2017), Sri Lanka (Grup II Asia/Oseania 2018), Kenya (Grup Dunia II 2021), dan Venezuela (Grup Dunia II 2022).
Petenis yang menjalani debut dalam Piala Davis pada 2007 itu menyumbangkan 43 kemenangan dari 61 pertandingan. Ini menjadikannya sebagai petenis dengan kemenangan terbanyak di Tim Davis Indonesia.
Pada nomor tunggal, dia 26 kali menang dan 12 kali kalah. Adapun di ganda, statistik menang-kalahnya adalah 17-6. Jumlah kemenangan pada nomor ganda itu bahkan melampaui kapten Tim Indonesia, Bonit Wiryawan, yang merupakan petenis spesialis ganda. Selama 16 tahun membela ”Merah Putih”, sejak 1990, Bonit 16 kali menang dan 11 kali kalah di partai ganda.
Dulu Christo punya peringkat tunggal dan ganda, tetapi saat ini hanya di ganda. Indonesia harus punya lagi petenis dengan peringkat yang tinggi.
Christo tak pernah menolak untuk bermain atas nama Indonesia ketika jadwal turnamen tak bentrok dengan ajang besar seperti Grand Slam. Seperti dikatakannya setelah kemenangan Indonesia atas Vietnam, dia senang masih bisa berkontribusi untuk tim nasional. Namun, dia memiliki harapan lain.
”Mudah-mudahan, untuk waktu yang akan datang, akan ada regenerasi. Tadi, Rifqi hampir bisa mengalahkan Ly yang memiliki peringkat 200-an dunia,” ujar Christo.
Seperti berulang kali dikatakannya, kemampuan petenis akan berkembang melalui partisipasi dalam turnamen internasional. Inilah yang menjadi kekurangan dari petenis Indonesia pada umumnya.
”Namun, saat ini sudah ada beberapa petenis yang ikut turnamen internasional, seperti Rifqi dan Nathan. Turnamen internasional di Indonesia juga bisa ikut memacu petenis Indonesia untuk mendapat poin,” lanjutnya.
Bonit mengatakan hal serupa. Turnamen skala internasional di Indonesia menjadi kesempatan bagi Rifqi dan kawan-kawan untuk mengasah kemampuan dan menambah poin peringkat. Hal ini diperlukan agar tenis putra Indonesia bisa menaikkan level dalam persaingan Piala Davis.
”Targetnya tentu bukan hanya bersaing di Grup II, harus bisa lebih dari ini seperti yang dilakukan senior-senior dulu. Untuk itu, tenis Indonesia harus punya andalan dengan peringkat lebih tinggi, di tunggal dan ganda, seperti yang dimiliki negara lain. Dulu Christo punya peringkat tunggal dan ganda, tetapi saat ini hanya di ganda. Indonesia harus punya lagi petenis dengan peringkat yang tinggi,” tutur Bonit.