Kala Pelayan Hotel Mengantarkan Pele ke New York Cosmos
Mendiang Pele sempat tak tertarik bermain di luar Brasil selain di klub Santos. Namun, setelah pensiun, dia mau turun gunung bermain untuk New York Cosmos karena tersentuh kisah pelayan hotel yang ditemui di Belgia.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
Mendiang legenda sepak bola asal Brasil, Edson Arantes do Nascimento alias Pele, menghabiskan karier sepak bolanya hanya untuk satu klub, yakni Santos (1956-1974). Walau banyak tim besar Eropa yang merayunya, Pele bergeming. Siapa sangka, berkat pertemuan tak terduga dengan perempuan pelayan hotel di Brussels, Belgia, hati Pele luluh dan bersedia mencoba petualangan baru bermain untuk klub New York Cosmos di Amerika Serikat.
Dalam buku Pele with Brian Winter, Why Soccer Matters, 2014, Pele bercerita, pertemuan itu terjadi setelah dirinya bermain dalam laga amal untuk pensiunan kapten timnas Belgia, Paul van Himst, di Brussels, medio 1974. Saat buru-buru meninggalkan Belgia, ada insiden celananya robek dan membuat lubang besar di dudukan celana.
Lelaki kelahiran Tres Coracoes, Minas Gerais, Brasil, 23 Oktober 1940, ini menelepon lobi hotel untuk minta dijahitkan lubang tersebut. Pihak hotel mengirim perempuan pelayan untuk mengambil celana. Beberapa menit kemudian, pelayan itu datang dengan membawa celana dan kamera.
Tiba-tiba, air mata mengalir di pipi pelayan itu. Sambil melangkah ke ruangan dengan gemetar, dia menyerahkan kamera kepada Clive Roy Toye, Manajer Umum New York Cosmos, yang tak henti mengajak Pele bermain untuk klubnya sejak 1971. Pelayan itu minta bantuan difoto dengan Pele.
Si pelayan turut berkisah, suaminya telah membeli tiket laga amal itu untuk melihat aksi Pele pertama kalinya. Sayangnya, dua minggu sebelum laga, suami pelayan itu meninggal karena serangan jantung. Jadinya, tiket itu digunakan oleh putra mereka. Pelayan itu menginginkan foto Pele untuk diberikan kepada putranya sebagai kenang-kenangan.
Pele terharu dan menangis mendengarkan cerita tersebut. Pemain berjuluk ”O Rei” alias Sang Raja itu merasakan simpati mendalam untuk pelayan dan putranya. Kisah itu mengingatkan Pele pada hubungan mendalam antara dirinya dan fans selama aktif sebagai pesepak bola.
Saya sangat merindukan bagian paling mendasar dan bermanfaat dari menjadi seorang atlet, yakni ikatan dengan penggemar. Saya rasa belum terlambat untuk kembali mengulanginya.
Pele yang baru pensiun beberapa bulan dari sepak bola pada medio 1974 rindu dengan suasana hangat dan sentimental setiap berjumpa penggemar. ”Saya sangat merindukan bagian paling mendasar dan bermanfaat dari menjadi seorang atlet, yakni ikatan dengan penggemar. Saya rasa belum terlambat untuk kembali mengulanginya,” ujar Pele.
Setelah pelayan selesai bercerita, Toye mengambil beberapa foto pelayan dan Pele. Tak lama dari pelayan meninggalkan ruangan, Pele menoleh kepada Toye dan spontan menyetujui tawaran yang sudah berulang kali disampaikan Toye. ”Oke. Saya akan bermain untuk Cosmos,” kata Pele.
Momen itu kian menguatkan niat Pele yang sejatinya sempat tergugah dengan pernyataan Toye. Toye mengatakan, Pele bisa mengubah budaya sepak bola di salah satu negara terbesar dan terpenting di dunia yang selama ini tidak terlalu menyukai sepak bola. ”Dengan bermain untuk Real Madrid, Anda mungkin memenangi kejuaraan. Namun, bermain untuk Cosmos, Anda akan memenangi sebuah negara,” ucap Toye.
Menurut Pele, itu bukan hanya penting untuk sepak bola Amerika Serikat (AS), melainkan untuk sepak bola dunia. Paling tidak, AS adalah tempat banyak penggemar kaya, figur-figur top di Hollywood, dan mayoritas perusahaan global terbesar di dunia. Pele ingin memanfaatkan potensi itu untuk lebih mengembangkan sepak bola.
Melalui kerja sama dengan Pepsi dan perusahaan lain, Pele melihat bagaimana uang perusahaan AS bisa digunakan untuk berbuat baik, seperti mendanai pelatihan sepak bola dan membangun fasilitas di lingkungan miskin. Kalau bisa membuat orang AS lebih tertarik dengan sepak bola, perusahaan mereka akan mengikutinya. ”Jika berhasil, itu akan berdampak positif untuk sepak bola di banyak negara, dan bisa menjadi sesuatu yang saya banggakan selamanya,” ucap Pele.
Selain alasan idealis itu, Pele tidak menafikan ada alasan realistis yang membuatnya mau bermain untuk Cosmos. Di pengujung 1974, dia terlilit utang jutaan dan jawaban masalah itu adalah tawaran kontrak olahraga menggiurkan dari Cosmos.
Berangkat ke AS juga menjadi kesempatan Pele memberikan pengalaman berharga untuk keluarganya. Dia, istri pertamanya, Rosemeri dos Reis Cholbi, dan anak-anak mereka bisa belajar bahasa Inggris dengan baik di ”Negeri Paman Sam”. ”Rose sangat bersemangat dengan kemungkinan tinggal di negara lain, menjelajahi dunia di luar Santos,” ujar Pele.
Betah di Brasil
Sebelum itu, Pele tidak pernah berminat bermain di luar Brasil meski banyak tawaran datang, termasuk dari para klub elite Eropa, seperti Real Madrid, Manchester United, AC Milan, Juventus, dan Inter Milan. Selain faktor fanatisme fans Santos dan kebijakan Presiden Janio Quadros yang menahbiskannya sebagai harta nasional pada 1961, berkarier ke luar Brasil belum menjadi kultur pemain asal ”Negeri Samba” sampai era 1970-an.
Saat itu, pemain-pemain terbaik berada di Liga Brasil. Terbukti, tidak ada satu pemain pun yang bermain di luar Brasil dalam skuad ”Selecao” ketika menjuarai Piala Dunia Swedia 1958, Piala Dunia Chile 1962, dan Piala Dunia Meksiko 1970. Budaya bermain ke luar Brasil, terutama Eropa, baru muncul setidaknya sejak Piala Dunia Spanyol 1982. Hal itu timbul seiring dengan iming-iming gaji besar yang ditawarkan klub-klub ”Benua Biru”.
”Saya tidak pernah memiliki gagasan untuk bermain di luar Brasil. Saya senang berada di dekat ibu dan ayah. Rose dan anak-anak juga sangat senang karena kami tinggal di kawasan yang hangat dengan pantai indah memukau. Tanpa meninggalkan Santos, saya tetap bisa bermain untuk salah satu klub dan liga terbaik dunia serta bermain untuk timnas. Bersama Santos dan timnas, saya sering ikut perjalanan ke luar negeri untuk mengukur kemampuan dengan lawan di Eropa atau tempat lain. Hasilnya, tidak ada alasan untuk saya pergi,” tegas Pele.
Maka itu, bermain untuk Cosmos selama 1975-1977 adalah pengalaman unik dari karier panjang Pele yang wafat di Morumbi, Sao Paulo, Brasil, 29 Desember 2022. Namun, ambisi Pele untuk memopulerkan sepak bola di AS sempat gagal seiring dengan bubarnya Cosmos dan Liga Amerika Utara (NASL) pada 1985.
Hanya saja, kedatangan Pele menjadi jejak besar dalam sejarah sepak bola AS. Hal itu yang melatarbelakangi banyak mantan bintang sepak bola dunia dari Eropa bermigrasi ke Liga Utama AS (MLS) mulai awal 2000-an, salah satunya kapten timnas Inggris, David Beckham, yang bergabung ke LA Galaxy pada 2007-2012. Sekarang, MLS yang dirilis pada 1996 menjelma sebagai salah satu liga terbaik di kawasan Amerika.
Laman resmi MLS menyampaikan, keputusan Pele membawa bakatnya ke AS bersama Cosmos adalah momen transformatif tak ternilai bagi olahraga AS. Pele memikat penggemar olahraga bukan cuma di AS dan Kanada, melainkan seluruh dunia. Dia mengangkat pamor sepak bola ke level baru yang lebih tinggi.
Pele menjadi ikon olahraga terbesar sepanjang sejarah, selayaknya Muhammad Ali di ring tinju. Warisan Pele tidak akan pernah terhapus dari lanskap sepak bola AS yang sebelumnya gersang dengan segala keindahan yang ditunjukkan bersama Cosmos. ”Major League Soccer hari ini berduka atas kematian dan merayakan kehidupan superstar global yang tak tertandingi, Pele,” kata Komisaris MLS Don Garber.