Persahabatan Abadi Multikultural “Les Bleus” Perancis
Keragaman menjadi kekuatan Perancis untuk juara Piala Dunia Qatar 2022 seperti 1998 dan 2018. Namun, keragaman juga potensi masalah sosial politik untuk kehidupan bangsa dan negara,
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Warga menonton siaran langsung pertandingan semifinal Piala Dunia 2022 antara Perancis melawan Maroko yang diselenggarakan di FIFA Fan Festival di Corniche, Qatar, Rabu (14/12/2022).
Pada Piala Dunia Qatar 2022, Perancis tinggal selangkah dari torehan sejarah. Trofi ketiga setelah piala Dunia Perancis 1998 dan Piala Dunia Rusia 2018 ada di depan mata. Demikian pula status tim setelah Italia dan Brasil yang juara Piala Dunia dua edisi beruntun. Namun, "Les Bleus" atau Si Biru, julukan Perancis, harus terlebih dahulu menghadapi Argentina di final di Stadion Lusail, Minggu (18/12/2022).
Menggapai final di dua-tiga edisi Piala Dunia sudah prestasi luar biasa bagi sebuah tim nasional. Namun, yang sempurna jika menjadi juara. Dalam sejarah pesta bola terakbar sejak 1930, hanya dua timnas yang mampu juara beruntun. Italia menjadi juara pada 1934 dan 1938. Brasil juara pada 1958 dan 1962.
Perancis berupaya menjadi timnas ketiga yang menjadi juara dua kali beruntun. Upaya itu sedang coba diwujudkan oleh juru taktik Didier Deschamps, pemenang Perancis 1998 sebagai pemain dan Rusia 2018 sebagai pelatih. Ia telah sejajar dengan legenda Brasil Mario Zagallo dan legenda Jerman Frans Beckenbauer.
Perancis juga juara Piala Eropa 1984 dan 2000, pemenang Finalissima atau Piala Juara CONMEBOL-UEFA 1985, dan Piala Konfederasi FIFA 2001 dan 2003. Perancis yang kini peringkat ke-4 FIFA menjadi salah satu kekuatan utama sepak bola dari Eropa bersama Jerman (4 Piala Dunia, 3 Piala Eropa), Italia (4 Piala Dunia, 2 Piala Eropa), dan Spanyol (1 Piala Dunia, 3 Piala Eropa).
AFP/KIRILL KUDRYAVTSEV
Penyerang Perancis, Kylian Mbappe (kanan), berupaya menggiring bola dengan kepalanya saat dikawal bek sayap Maroko, Achraf Hakimi, pada laga semifinal Piala Dunia 2022 di Stadion Al-Bayt di Al Khor, Qatar, Kamis (15/12/2022) dini hari WIB. Laga itu dimenangi Perancis, 2-0.
Sebagai bangsa, Perancis dikenal dengan semboyan revolusi liberte (kemerdekaan), egalite (kesetaraan), dan fraternite (persaudaraan). Seolah takdir menyatakan Perancis bangsa beragam suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sejarah membuktikan, Perancis dibangun oleh bangsa Eropa dan imigran. Namun, multikulturalisme adalah kekuatan sekaligus kelemahan abadi.
Keragaman SARA di tim nasional Perancis sudah berlangsung sejak awal abad ke-20, bersamaan dengan perkembangannya di Eropa dan dunia. Lens dan Saint-Etienne sebagian kekuatannya dari imigran Polandia dan Italia. Pada Piala Dunia Italia 1938, Perancis diperkuat Raoul Diagne, kelahiran Guinea yang saat itu masih berstatus jajahan.
Setelah itu, Perancis terus diperkuat para pemain dengan latar belakang yang berbeda. Mereka memakai jersei kehormatan biru (baju), putih (celana), dan merah (kaos kaki) seperti triwarna bendera biru-putih-merah. Perancis dijuluki Les Bleus atau Si Biru mengacu pada baju yang dipakai pemain.
Saat menjuarai Piala Dunia 1998, timnas Perancis diperkuat separuh pemain keturunan imigran. Kekuatan "asing" itu mengingatkan kembali pada keberadaan Legion Etrangere atau Legiun Asing, tentara bayaran Perancis untuk menjaga kedaulatan wilayah kolonial.
Kami perlu tetap meramu kualitas, pengalaman, dan semangat untuk melalui periode sulit. Saya sangat bangga dengan para pemain.
AFP/FRANCK FIFE
Penyerang Perancis, Kylian Mbappe, membantu sahabatnya, bek sayap Maroko, Achraf Hakimi, berdiri seusai berakhirnya laga semifinal Piala Dunia 2022 di Stadion Al-Bayt di Al Khor, Qatar, Kamis (15/12/2022) dini hari WIB. Laga itu dimenangi Perancis, 2-0.
Mereka menang telak 3-0 atas Brasil, juara bertahan yang difavoritkan. Usai kejayaan itu, julukan Perancis seolah berubah bukan Les Bleus melainkan black, blanc, beur (Hitam, Putih, Arab) sebagai kesuksesan integrasi bangsa, kesatuan dalam keragaman, gambaran terindah dari bendera triwarna yang merepresentasikan keragaman dalam kemanusiaan.
Perancis melakukannya lagi pada final Rusia 2018 dengan kemenangan 4-2 atas Kroasia. Semboyan Hitam, Putih, Arab kembali bergema. Di Qatar 2022, Perancis ingin kembali mewujudkannya.
Pada semifinal, mereka melibas Maroko dengan 2-0. Maroko mirip Perancis, yakni lebih dari separuh pemain kelahiran mancanegara, tetapi orangtua dari Maroko, negeri yang pernah dijajah Perancis di bagian barat laut Afrika. Kini, Perancis dan Maroko juga dijuluki tim PBB, di mana pelatih Deschamps atau Walid Regragui (Maroko) seolah sekretaris jenderal yang tak lelah mengorkestrasi keharmonisan tim yang beragam.
"Kami perlu tetap meramu kualitas, pengalaman, dan semangat untuk melalui periode sulit. Saya sangat bangga dengan para pemain," kata Deschamps, usai laga semifinal.
Pelatih Perancis Didier Deschamps (kedua dari kanan) dan asisten pelatih Guy Stephan (kanan) berbincang saat memimpin latihan tim Perancis di lokasi latihan Al Sadd SC, Doha, Sabtu (3/12/2022). Perancis akan menghadapi Polandia di babak 16 besar, Minggu (4/12/2022).
Dari pernyataan itu, Deschamps meyakini, kesatuan dalam keragaman latar belakang tim adalah kekuatan terbesar yang dapat membawa mereka kembali berjaya seperti 1998 dan 2018.
Mesin gol Perancis adalah Kylian Mbappe, keturunan imigran berkulit hitam. Top scorer dipegang Olivier Giroud (53 gol, 119 laga) yang berkulit putih. Terdapat juga Karim Benzema, keturunan Arab Aljazair, yang belum dimainkan karena cedera.
Namun, bagi jutaan keturunan Afrika di Perancis, laga semifinal membawa kesulitan dalam emosi dan keterikatan terhadap negeri kelahiran. "Aku sulit memutuskan untuk mendukung Perancis atau Maroko," kata Ayoub Simour (22), kelahiran Paris tetapi orangtuanya Maroko. Untuk final, Simour sudah tentu akan mendukung Perancis.
Pendukung timnas Perancis merayakan kemenangan atas Maroko pada semifinal Piala Dunia Qatar 2022 di Champs-Elysees, Paris Rabu (14/12/2022).
Menteri Dalam Negeri Perancis Gerald Demanin mengumumkan, 10.000 personel keamanan disiapkan di seluruh negeri untuk mengantisipasi perayaan kemenangan timnas berubah menjadi kekerasan. Sebanyak 50.000 orang ditempatkan di Paris.
Perancis punya sejarah buruk dalam penanganan imigran. Pada 2002, pemimpin sayap kanan Jean-Marie Le Pen, lolos ke putaran kedua pemilihan presiden. Le Pen sosok yang amat cerewet dan antikeragaman di Perancis. Pada 2005, di tepian Paris pecah kerusuhan SARA yang dipicu kematian dua remaja akibat tersengat listrik saat bersembunyi dari kejaran petugas keamanan. (AFP)