Menanti Kesetaraan Benar-benar Memimpin di Lapangan Hijau
Belum semua wasit perempuan di Piala Dunia 2022 memimpin pertandingan. Publik masih menunggu kesetaraan benar-benar memimpin di lapangan hijau.
Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
·5 menit baca
Laga ketiga penyisihan grup E Piala Dunia 2022 pada Jumat (2/12) menyita perhatian publik. Nasib dua juara dunia, Spanyol dan Jerman ditentukan di sana. Jerman berhadapan dengan Kosta Rika dan Jepang menjamu Spanyol. Bila kalah, keduanya bias saja gagal lolos ke babak selanjutnya.
Ujungnya di luar dugaan. Spanyol kalah tapi tetap lolos karena berada di peringkat kedua. Jerman menang tapi harus tersingkir karena kalah selisih gol. Itu menjadi kedua kalinya Jerman harus takluk di babak penyisihan dalam dua edisi Piala Dunia.
Laga kelam mungkin bagi Jerman. Namun, tidak bagi masa depan sepak bola.
Setelah 92 tahun Piala Dunia digelar, untuk pertama kalinya pertandingan dipimpin perempuan. Stephanie Frappart asal Perancis menjadi wasitnya. Dia ditemani dua asisten perempuan lainnya, Neuza Back (Brasil) dan Karen Diaz (Meksiko).
Frappart adalah satu dari tiga wasit perempuan dari total ada 36 wasit di Piala Dunia. Dua lainnya adalah Salima Mukansanga dari Rwanda dan Yoshimi Yamashita dari Jepang. Selain Back dan Diaz, ada Kathryn Nesbitt (AS) yang termasuk di antara 69 asisten wasit di Qatar.
Keputusan besar itu memang seharusnya tinggal menunggu waktu. Dalam beberapa laga di Liga Jerman, Liga Champions, hingga Piala Afrika, wasit perempuan sudah dilibatkan. Mereka jelas menjadi pemimpin sekaligus pengadil di lapangan hijau.
Ketua Komite Wasit FIFA Pierluigi Collina menegaskan keterlibatan wasit perempuan berdasarkan kualitas, bukan jenis kelamin. Mereka yang terpilih sudah menunjukan kualitas memimpin laga besar.
Pelatih Kosta Rika Luis Fernando Suarez merasa terhormat saat laga timnya tercatat dalam sejarah. Kepada As, dia memuji pemilihan Frappart sebagai langkah maju dalam sepak bola. Lama dikenal sebagai olahraga para lelaki, keterlibatan Frappart menunjukkan bahwa sepak bola terbuka untuk semua orang.
“Saya menyukai fakta saat perempuan ingin dan terus menaklukkan banyak hal. Saya yakin, tidak mudah untuk mencapai titik itu,” katanya.
Pelatih Jerman Hansi Flick juga yakin wasit perempuan seperti Frappat ada di Piala Dunia karena kemampuannya. Flick berharap, mereka selalu memberikan performa terbaik di setiap penampilannya.
Di antara semua ekspektasi itu, Frappart mengakui bukan hal mudah mewujudkan nya. Dia yakin, hal baru selalu memunculkan tantangan baru. Namun, dia yakin semua akan teratasi dengan pengalaman.
”Kami hanya harus tenang, fokus, dan konsentrasi,” kata Frappart yang bermain sepak bola sejak berumur 10 tahun lalu.
Mukansanga juga mengakui beban itu ada. Namun, keistimewaan ini tidak boleh dilewatkan. Dia dan wasit lainnya berpeluang menjadi perempuan-perempuan pertama yang bakal membuka pintu kesempatan kesetaraan lainnya.
Upaya mewujudkannya bukan hal sederhana. Memulai dari bawah, ia perlahan menapaki karir. Dari wasit pertandingan liga laki-laki Rwanda, Piala Bangsa-Bangsa Wanita 2016, Piala Dunia Wanita 2019, dan Olimpiade Tokyo 2020.
Salah satu momen istimewa bagi dia terjadi saat kompetisi Piala Afrika 2021 di Kamerun. Dia menjadi bagian dari kemenangan Zimbabwe atas Guinea.
Laga berjalan panas. Mukansanga mengeluarkan enam kartu kuning. Ia bahkan percaya diri memisahkan pemain yang bertengkar. Ketenangan itu membuatnya dipuji banyak kalangan.
Akan tetapi, Mukansanga mengatakan tantangan tidak hanya di lapangan. Wasit perempuan butuh perjuangan lebih keras mengatasi perbedaan seksual, budaya, hingga biologi dasar.
Dia mengatakan, tidak mudah bagi wasit perempuan untuk berlari atau memimpin pertandingan saat menstruasi. Tantangan serupa harus dihadapi ketika hamil atau setelah melahirkan. Mereka butuh waktu memulihkan diri sebelum siap memimpin laga lagi.
Selain itu, Mukansanga juga sadar kadang-kadang tidak bisa berlari secepat pria. Namun, dia mengimbanginya dengan tetap menjaga jarak hingga mempertahankan sudut pandang ideal.
”Dalam bidang yang didominasi laki-laki, Anda perlu bekerja dua kali lebih keras. Namun, jangan lupakan minat. Tanpa itu, anda akan lelah dan meninggalkannya,” jelasnya.
Kepala instruktur wasit Konfederasi Sepak Bola Afrika Jerome Damon yakin Mukansanga pantas mendapatkan kesempatan di Piala Dunia. ”Ini benar-benar tonggak yang luar biasa. Dia menjadi satu dari sedikit orang yang bisa pergi ke Piala Dunia pria senior dan Piala Dunia Wanita senior. Itu tidak pernah dilakukan sebelumnya, sehingga ini menunjukkan bagaimana perwasitan dan perkembangannya di Afrika,” kata Damon.
Dengan pencapaian itu, tidak heran bila pengakuan berdatangan. Salah satunya saat Mukansanga masuk daftar 100 perempuan inspiratif dan berpengaruh versi BBC. Dia berada dalam daftar yang sama bersama aktris Priyanka Chopra dan penyanyi Billy Eilish.
Pengakuan juga diberikan pada Yoshimi Yamashita, pelatih perempuan asal Jepang. Dia menerima Pioneer Award pada acara Penghargaan Wanita Jepang Forbes 2022 pada Oktober lalu.
Pengakuan itu sangat berarti. Dia merenungkan kehormatan itu sambil juga memberikan penghormatan kepada pendahulunya di lapangan.
”Saya sangat tersanjung. Namun, pionir sejati adalah para pendahulu saya yang telah membuka jalan serta sesama wasit dan semua pihak yang telah menciptakan begitu banyak peluang bagi saya,” katanya.
Berasal dari Tokyo, perempuan 36 tahun itu telah menempuh banyak pertandingan untuk ada di Piala Dunia. Selain menjadi wasit pertama di J League (Jepang) Dia memimpin Piala Dunia Wanita U-17 FIFA 2016 dan 2017. Pada 2019, dia bekerja di Piala Dunia Wanita FIFA, Olimpiade Tokyo 2021 dan Liga Champions Asia 2022.
Akan tetapi, niat baik FIFA masih diuji. Sejauh ini, baru Frappart yang menjadi orang nomor satu memimpin laga. Sedangkan Yamashita dan Mukansanga baru menjadi wasit keempat. Publik masih menunggu kesetaraan benar-benar memimpin di lapangan hijau.