Ditinggal Tite dan Berpotensi Tanpa Neymar, Brasil Mesti Berbenah
Brasil perlu dibangun kembali setelah kekalahan dari Kroasia di perempat final Piala Dunia Qatar. Pelatih Tite mungkin mundur. Neymar Jr juga berpotensi pensiun.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·5 menit baca
DOHA, JUMAT — Brasil harus segera membangun kembali tim nasional seusai kekalahan 2-4 (1-1) dari Kroasia dalam adu penalti perempat final Piala Dunia Qatar di Stadion Education City, Doha, Jumat (9/12/2022). Revitalisasi diperlukan karena Pelatih Adenor Leonardo Bacchi alias Tite memutuskan mundur. Megabintang Neymar Junior juga berpotensi hengkang dari tim nasional.
Brasil adalah tim paling terkemuka di Piala Dunia. Tim ini menjadi satu-satunya kesebelasan yang tidak pernah absen di 22 edisi turnamen terakbar sejak 1930.
Brasil, yang berjuluk ”A Selecao”, juga pengoleksi terbanyak trofi Piala Dunia, dari Swedia 1958, Chile 1962, Meksiko 1970, Amerika Serikat 1994, dan Korea Selatan-Jepang 2002. Brasil hanya dua kali gagal meraih trofi di final karena kalah 1-2 dari Uruguay di Brasil 1950 dan kalah 0-3 dari Perancis di Perancis 1998.
Akan tetapi, kekalahan dari Kroasia membuat Brasil menjadi tim yang hampir selalu terhenti di perempat final, sejak meraih trofi terakhir dua dekade silam. Masing-masing di Jerman 2006, Afrika Selatan 2010, Rusia 2018, dan Qatar 2022.
Pencapaian sedikit lebih baik terjadi saat menjadi tuan rumah Piala Dunia Brasil 2014 meski terhenti secara memalukan 1-7 dari Jerman di semifinal. Selanjutnya, mereka menempati urutan keempat karena kalah 0-3 dari Belanda, semifinalis lainnya, dalam perebutan tempat ketiga terbaik.
Di Qatar, asa Brasil sempat melambung tinggi. Tite menurunkan tim terbaik dan dijagokan sebagai calon terkuat untuk juara.
Beberapa mesin cerdas buatan dan simulasi menjagokan Brasil sebagai tim yang paling pantas meraih trofi untuk keenam kalinya. Apalagi, empat laga di putaran turnamen juga lumayan meyakinkan.
Di penyisihan Grup G, Brasil menang 2-0 atas Serbia, 1-0 atas Swiss, dan kalah 0-1 dari Kamerun. Di perdelapan final, Brasil menghidupkan kembali permainan indah jogo bonito saat mengempaskan Korea Selatan dengan skor 4-1.
Akan tetapi, di perempat final, Brasil tidak berdaya menghadapi Kroasia, finalis Rusia 2018. Permainan ketat ”Vatreni” atau ”Lidah Api”, julukan Kroasia, sungguh mematikan. Keanggunan sekaligus keangkuhan tarian individu Neymar yang mencetak gol pada menit ke-105 dibalas dengan dingin oleh Bruno Petkovic pada menit ke-117.
Kebesaran nama kiper Alisson Becker juga ditenggelamkan kehebatan Dominik Livakovic. Livakovic naik daun setelah menggagalkan dua tendangan penalti Brasil dan tiga tendangan penalti Jepang di perdelapan final.
Tite yang dianggap bertanggung jawab atas kekalahan ini juga mundur. Harapan banyak orang Brasil kepada Tite untuk membawa pulang piala terhenti di Qatar.
”Kekalahan yang amat menyakitkan, tetapi aku pergi dalam damai. Inilah akhir dari suatu rotasi,” kata Tite (61) yang sebelumnya menangani Corinthians, klub raksasa Brasil, dikutip dari BBC.
Sebelum turnamen, Tite memang mengatakan menjadikan Qatar 2022 sebagai akhir dari menangani Brasil. Tite ingin pengabdian enam tahun berakhir manis dengan menjadi juara.
”Aku sudah mengatakannya 1,5 tahun lalu. Aku tidak datang ke sini untuk juara dan bertahan. Semua orang tahu itu,” kata Tite yang menangani Brasil sejak 2016.
Sejauh ini, Tite memberikan Brasil gelar juara Copa America Brasil 2019 atau trofi kesembilan turnamen Amerika Latin tersebut. Namun, Tite gagal mewujudkan harapan besar publik Negeri Samba untuk meraih trofi keenam di Piala Dunia.
”Amat sangat sulit (juara Piala Dunia),” kata Tite yang menangani Brasil di 81 laga dengan hasil 61 kemenangan, 13 imbang, dan 7 kekalahan. Hasil itu sebenarnya cukup baik dengan 80,2 persen, seperti pelatih legendaris Mario Zagallo (80,3 persen), Vicente Veola (80,7 persen), dan Tele Santana (81,1 persen).
Tite juga tidak bisa menjawab saat ditanya apakah telah mewarisi sesuatu untuk Brasil. Menurut Tite, waktu dan publik yang akan menilai kinerjanya. ”Aku tidak punya kapasitas untuk itu, apalagi setelah kami gagal,” ujarnya.
Diragukan
Neymar Jr (30) menambahkan, satu gol dia ke gawang Kroasia sehingga bisa menyamai rekor Pele (77 gol) untuk Brasil tidak bisa mengobati kekecewaannya. Megabintang Paris Saint-Germain itu selalu gagal dalam Piala Dunia. Dia merasakan getir di Brasil 2014, Rusia 2018, dan Qatar 2022. Wacana pensiun pun mengemuka.
”Aku tidak menutup pintu dari tim nasional. Namun, aku tidak menjamin 100 persen akan kembali. Aku perlu waktu berpikir lagi tentang ini,” kata Neymar yang mencetak 77 gol dari 124 laga membela ”A Selecao”.
Kekalahan dari Kroasia, lanjut Neymar, lebih menyakitkan daripada kegagalan 1-2 dari Belgia di Rusia 2018. ”Kami berjuang dan aku bangga dengan rekan setim, bangga dengan karakter yang telah kami perlihatkan,” kata Neymar yang mengabdi untuk Brasil sejak usia 18 tahun pada 2010.
Jika pemain ini tidak lagi memperkuat Brasil, belum ada pemain yang diyakini dapat menggantikan sang maestro. Vinicius Junior atau Rodrygo sebagai pelapis Neymar selama di Qatar masih dianggap sebatas calon potensial.
Oleh karena itu, publik Negeri Samba berharap Neymar masih mau berjuang untuk Copa America Ekuador 2024 dan Piala Dunia AS-Kanada-Meksiko 2026. Publik membandingkan dengan pengabdian kapten Argentina Lionel Messi (35) atau kapten Portugal Cristiano Ronaldo (37) yang menjalani lima Piala Dunia sejak Jerman 2006.
Sang legenda, Pele, yang dirawat akibat kanker usus besar, mengirim pesan kepada Neymar. ”Tetaplah menginspirasi kami,” tulisnya.
”Aku akan tetap memukul langit dengan kegembiraan untuk setiap gol yang kau cetak seperti aku melihat setiap laga kau bermain. Tugas terbesar kita sebagai atlet ialah menginpirasi. Hari ini menginspirasi rekan setim, selanjutnya untuk generasi ke generasi dan di atas semua itu semua orang yang mencintai sepak bola,” kata Pele.
Bek dan kapten Brasil, Thiago Silva (38), mengatakan, tim memang sedih, tetapi hidup terus berjalan. ”Kami perlu mengangkat kepala. Saya sangat bangga dengan para pemain, atas apa yang kami lakukan. Namun, sayangnya, itulah sepak bola,” tutur pemain tertua kedua setelah bek Dani Alves (39). (AFP/REUTERS)