Julukan juara tanpa mahkota belum bisa lepas dari skuat The Oranye, tetapi para suporter Belanda di Indonesia masih tetap setia.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketegangan di Stadion Lusail Iconic di Kota Lusail, Qatar, seperti terbang sekitar 7.000 kilometer ke Indonesia, Sabtu (10/12/2022) dini hari. Di Unfinished Coffee di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, emosi puluhan komunitas Oranje Indonesia naik dan turun. Campur aduk. Kali ini, lagi-lagi ujungnya belum bahagia untuk mereka.
Kafe berkonsep bangunan setengah jadi itu penuh. Sebagian pengunjung bahkan tidak kebagian tempat duduk. Mereka adalah orang Indonesia, tetapi juga menyimpan hati pada timnas Belanda. Warna pakaian yang mereka pakai serupa dengan jersi Belanda yang tengah berlaga.
Federasi Sepak Bola Belanda (KNVB) mencatat sedikitnya 12 juta warga Indonesia punya minat serupa. Selain timnas Indonesia, Belanda jadi idola. Menariknya, jumlah itu tidak jauh dengan warga negara Belanda, sekitar 17 juta jiwa.
Dengan fakta itu, tidak heran bila KNVB lantas memberikan banyak karya. Mural logo Garuda Indonesia dan singa Belanda yang terpampang di dinding kafe sejak sebulan lalu menjadi salah satu bukti.
Selama Piala Dunia kali ini, ada juga banyak kegiatan bersama suporter Belanda di Indonesia. Tidak hanya di Jakarta, kemeriahan digelar di Ambon, Papua, dan Manado.
”Hup, hup, Holland !” teriak pendukung Belanda saat laga babak pertama dimulai di tengah udara dingin Jakarta yang seharian diguyur hujan.
Akan tetapi, gairah itu meredup saat Lionel Messi beraksi. Setelah tendangan jarak jauhnya melambung tinggi, Messi sukses memberikan asis bagi Nahuel Molina untuk membuka keunggulan Albiceleste pada menit ke-35.
Messi kembali membuat lesu fans Belanda. Dia sukses mencetak gol lewat titik penalti di menit ke-73. Kekesalan pun tumpah seketika di sana. Apalagi, saat Messi nekat merayakan gol di depan Pelatih Belanda Louis van Gaal. Namun, ada beberapa yang masih percaya Belanda bisa membalikkan keadaan.
Keyakinan itu tidak bertepuk tangan. Wout Weghorst yang masuk menggantikan Memphis Depay menjadi pembeda. Penyerang setinggi 1,97 meter dua kali mencetak gol pada menit ke-83 dan 90 untuk menyamakan kedudukan.
Kali ini, kegembiraan itu pecah. Mereka seperti percaya punya harapan menaklukkan Argentina, calon kuat juara.
Akan tetapi, keriuhan itu tidak lama. Pertandingan yang harus dilanjutkan dengan adu penalti membuat sebagian penonton kembali ragu.
Fian, menjadi salah pendukung yang ragu. Dia melihat tim idolanya tidak memiliki penendang penalti andal. Pengalaman kiper Belanda Andries Noppert juga belum teruji di pentas sebesar Piala Dunia.
”Berat ini, Belanda masih muda semua. Mentalnya belum jadi. Argentina punya Messi, Lautaro Martinez, Angel di Maria. Kiper Emiliano Martínez terkenal jago adu penalti. Di Aston Villa dia ngeri,” kata Fian merujuk tim Liga Inggris yang diperkuat Martinez.
Keraguan Fian tidak keliru. Tendangan Virgil van Dijk dan Steven Berghuis dimentahkan Martinez. Sementara tiga penendang pertama Argentina, Lionel Messi, Leandro Paredes, dan Gonzalo Montiel mulus melesatkan bola ke gawang Noppert. Belanda harus mengakui kemenangan Argentina, 3-4.
Publik pun benar-benar tertunduk lesu. Untuk kesekian kalinya Belanda gagal membawa pulang Piala Dunia. Tiga kali menembus final pada 1974, 1978, dan 2010, hasilnya selalu juara dua.
”Tidak apa-apa, lagi-lagi bukan tahunnya Belanda. Dari awal, saya sudah perkirakan bakal susah di perempat final lawan Argentina. Belanda sudah berjuang, kalah tipis cukup memuaskan. Tetap Belanda,” kata Nabilla.
Belum ada pesta bagi pendukung Belanda. Mungkin nanti, yang jelas belum hari ini.