Kewaspadaan agar tidak menjadi korban tindak kejahatan tiba-tiba raib selama berada di Qatar. Sebagai negara paling aman, Qatar bahkan tidak perlu mengerahkan polisi bersenjata api untuk mengamankan Piala Dunia 2022.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
Sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar memerhatikan dengan seksama aspek keamanan. Pemerintah Qatar mencermati dengan baik setiap individu yang hendak masuk ke dalam wilayahnya melalui proses pengajuan kartu Hayya, yang berfungsi sebagai izin masuk ke negara di Timur Tengah itu.
Namun, ketika telah berada di Qatar, Kompas merasakan suasana keamanan yang kondusif. Satu yang mencolok adalah ketiadaan aparat keamanan yang menenteng senjata laras panjang di pusat-pusat kegiatan Piala Dunia 2022, baik itu di stadion, lokasi FIFA Fan Festival, seluruh stasiun Metro Doha, hingga kawasan bisnis di pusat kota Doha.
Di stadion, misalnya, hanya ada petugas polisi turnamen yang mengatur alur penonton, jurnalis, hingga tamu naratama sebelum memasuki stadion. Polisi turnamen ini sejatinya serupa dengan petugas satpam (satuan pengamanan) di Indonesia. Pemerintah Qatar membuka pendaftaran warga sipil untuk menjadi petugas polisi turnamen pada penyelenggaraan Piala Dunia 2022.
Salah satu tugas utama polisi turnamen di hari pertandingan adalah mengatur akses penonton dari stasiun metro atau halte bus pengumpan terdekat menuju stadion. Mereka juga memastikan wartawan dan tamu naratama mendapat akses prioritas masuk ke dalam stadion.
Selain itu, polisi turnamen itu bertugas memeriksa dan memindai tas serta tubuh setiap orang yang ingin masuk kawasan stadion. Mereka bertugas di pos-pos pintu masuk yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pintu penonton, media, dan tamu naratama.
Sebagai petugas keamanan yang mayoritas adalah masyarakat sipil, tentu polisi turnamen itu tidak berwenang untuk memegang senjata api. Mereka hanya bertugas menjaga keamanan di titik-titik sentra Piala Dunia 2022.
Berbeda dengan polisi turnamen yang menjadi garda terdepan keamanan, anggota kepolisian Qatar lebih banyak berjaga di pos keamanan yang terpusat di beberapa titik yang bisa menjangkau titik-titik keramaian. Untuk membedakan polisi turnamen dengan aparat kepolisian resmi, bisa dilihat dari seragam mereka.
Seragam yang digunakan anggota kepolisian berwarna biru pekat, sedangkan polisi turnamen mengenakan seragam berwarna hitam dengan paduan warna merah di sisi pundak seragam. Serupa dengan polisi turnamen, aparat keamanan resmi tidak terlihat membawa senjata api dan senjata tajam untuk meredam aksi kejahatan sedini mungkin.
Kami dan semua wartawan asal Indonesia pun terkagum-kagum dengan metode keamanan yang diterapkan selama pesta sepak bola terakbar tersebut.
”Kalau di Indonesia, ke mana-mana pasti kita sudah lihat polisi dan tentara dengan senjata lengkap di sudut-sudut kota,” ujar salah satu wartawan Indonesia.
Meski tanpa memperlihatkan senjata api, warga Qatar dan para turis asing yang datang untuk menyaksikan pertandingan patuh atas instruksi yang diberikan polisi turnamen. Tidak ada yang mencoba untuk membantah bahkan melawan instruksi itu.
Kalau di Indonesia, ke mana-mana pasti kita sudah lihat polisi dan tentara dengan senjata lengkap di sudut-sudut kota.
”Itu bedanya orang Qatar, mas. Mereka sangat patuh dengan petugas dari pemerintah, jadi pendatang yang menyaksikan itu tentu harus mengikuti juga,” kata Djoko, salah seorang diaspora Indonesia di Doha.
Salah satu penanda hadirnya agenda besar ialah munculnya helikopter yang mengudara di atas kawasan stadion pada hari pertandingan. Helikopter bisa disaksikan mulai dari dua jam sebelum sepak mula hingga pertandingan dimulai.
Aman
Qatar secara umum menyajikan suasana yang aman bagi warga dan para pendatang. Individu yang berjalan selewat tengah malam di kawasan yang sepi dan gelap tidak perlu merasa takut menjadi korban tindak kejahatan.
Tidak hanya bagi laki-laki, perempuan yang baru pulang bekerja lewat tengah malam pun tidak khawatir berjalan seorang diri di bawah langit malam yang pekat.
”Saya merasa aman dan tidak khawatir pulang malam,” ujar Jaclyn, warga Filipina yang bekerja di Qatar dan bermukim di kawasan kota Al Wakrah.
Pengalaman Kompas itu pun seakan mengonfirmasi hasil Indeks Kriminal Numbeo 2022, yang menempatkan Qatar sebagai negara teraman dari 136 negara yang menjadi objek survei. Adapun Indonesia menempati peringkat ke-72 dalam indeks itu. Sementara itu, Doha, ibu kota Qatar, menjadi kota teraman kedua dalam indeks serupa. Doha hanya kalah dari Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Berada di Qatar membuat sadar, mungkin ini adalah makna sebenarnya dari kehadiran negara. Warga merasa aman kapan pun dan di mana pun berada.