Sejumlah anak diaspora Indonesia meniti mimpi menjadi pesepak bola di Qatar. Keinginan untuk tampil di timnas Qatar pun tebersit di hati mereka.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
Hafiz Budi (11), bocah asal Indonesia, bergabung bersama 16 temannya sesama anak diaspora Indonesia, tengah berlatih sepak bola di salah satu lapangan di kawasan Distrik Al Khawr, kota Al Khor, Qatar, Jumat (2/12/2022) pagi. Mereka tergabung dalam Al Khor Junior FC.
Mengenakan jersei bernomor punggung 10, Hafiz terlihat lincah bergerak dari sisi sayap kiri. Ia memiliki kepercayaan diri untuk menggiring bola dan melewati lawan.
Satu-dua pemain lawan berhasil dilewati Hafiz sebelum melepaskan tembakan. Sayang, tembakan Hafiz, yang mengidolakan Cristiano Ronaldo itu, masih bisa diantisipasi kiper.
Setelah latihan, Kompas bersama seorang wartawan dari Indonesia berbincang singkat dengan Hafiz. Ia bercerita tengah mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi yang bakal diadakan Akademi Aspire, Januari 2023.
Adapun Akademi Aspire adalah program pembibitan usia dini yang digagas Asosiasi Sepak Bola Qatar (QFA) dan Pemerintah Qatar. Program itu mulai dijalankan pada 2004 demi mempersiapkan tim nasional sepak bola yunior hingga nantinya menjadi cikal bakal timnas senior Qatar.
Hafiz pun bercita-cita bisa menjadi pemain profesional di Qatar. Ketika kami singgung soal timnas apa yang ingin ia bela, Hafiz dengan tegas menjawab timnas Qatar.
Rasanya lebih normal dengan bermain untuk timnas Qatar. Sebab, saya tinggal di sini sudah lama.
”Rasanya lebih normal dengan bermain untuk timnas Qatar. Sebab, saya tinggal di sini sudah lama,” ucap Hafiz yang sejak bayi telah bermukim di Qatar.
Mudah menerima apa yang ada di pikiran Hafiz. Ia tumbuh di Qatar dan mengalami iklim sepak bola Qatar sejak dini sehingga amat wajar bagi Hafiz dan anak-anak Indonesia lainnya untuk lebih memilih menggunakan jersei ”Al Annabi”, julukan timnas Qatar, dibandingkan jersei dengan lambang Garuda di dada.
Keterkaitan anak-anak diaspora seperti Hafiz dengan Indonesia hanya didasari didikan orangtua mereka yang membiasakan berbahasa Indonesia di rumah. Selain itu, tentu, makanan Indonesia yang dimasak ibu mereka.
Anak-anak diaspora itu hanya datang ke Indonesia ketika Idul Fitri atau Idul Adha. Jadi, mereka tidak paham juga bagaimana iklim sepak bola di Indonesia.
Punya relasi
Muhammad Yunus Bani, Pelatih Al Khor Junior FC, mengatakan, tim itu memang dibentuk untuk menjadi ajang anak-anak diaspora Indonesia mengikuti latihan sepak bola. Yunus membentuk tim itu pada 2004 lalu.
Yunus membentuk tim Al Khor Junior FC itu mulai dari tim U-8, U-10, U-12, dan U-14. Mereka berlatih dua kali dalam sepekan.
Dalam perkembangannya, tim Akademi Aspire juga memasukkan Al Khor Junior FC sebagai salah satu tim usia muda yang menjadi sasaran mereka untuk mencari pemain muda. Bahkan, Yunus pun sempat direkrut Akademi Aspire untuk menjadi anggota staf di Program Pusat Talenta Muda selama 2014-2018.
”Dengan relasi yang saya miliki itu, saya juga memberikan rekomendasi kepada Akademi Aspire dan tim pelatih timnas yunior Qatar untuk memilih pemain di tim kami,” kata Yunus.
Dengan bergabung bersama Akademi Aspire, pemain muda akan menjalani program latihan dan mendapatkan fasilitas sepak bola terbaik di Qatar. Pemain yang dikontrak Akademi Aspire tidak akan dikenai biaya. Sebaliknya, mereka mendapat berbagai fasilitas demi menunjang latihan mereka. Jika sudah masuk tim U-16, pemain akan mendapat kesempatan tinggal di asrama tim.
Pemain didikan Yunus di Al Khor Junior FC yang menembus level profesional di Qatar ialah Farri Agri, Ali Syariah Tampo, Andri Syahputra, dan Khuwailid Mustafa. Andri pun sudah pernah membela timnas Qatar U-20 di ajang Piala Dunia U-20 2019.
Farri menjadi satu-satunya pemain diaspora Indonesia di Qatar yang pernah merasakan karier di Indonesia. Ia pernah membela Persija Jakarta di paruh kedua Liga 1 2019. Namun, Farri gagal bersaing di tim ”Macan Kemayoran” sehingga hanya mencatatkan satu penampilan. Kini, ia kembali berkarier di Qatar.
Sementara itu, Mustafa Ibrahim, ayah dari Khuwailid, mengisahkan, sebelum anak-anak diaspora masuk ke dalam Akademi Aspire, tim dari pihak akademi itu akan menghubungi orangtua pemain untuk meminta izin sekaligus menanyakan tempat kelahiran sang pemain.
”Jika lahir di Qatar, proses pemain untuk membela timnas Qatar dan menerima paspor Qatar akan lebih mudah. Mereka juga memprioritaskan pemain kelahiran Qatar,” kata Mustafa.
Khuwailid lahir di Lhokseumawe, Aceh, 22 tahun silam. Meski kini sang anak mulai menikmati karier profesionalnya bersama Qatar SC, klub Liga Utama Qatar, Mustafa tetap memiliki mimpi Khuwailid tampil di timnas Indonesia. ”Suatu saat nanti Khuwailid pasti pulang ke Indonesia,” ucap Mustafa, pegawai Qatargas, sembari tersenyum.