Mental Atlet Wushu Sanda Indonesia Harus Turut Diperhatikan
Meskipun atlet wushu sanda Indonesia harus berguguran di Kejuaraan Dunia Wushu Yunior 2022, namun kesehatan mental mereka perlu diperhatikan, agar semangat berproses ke level lebih tinggi tetap terjaga.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS – Hasil kurang memuaskan diterima tim wushu Indonesia kategori sanda (tarung) pada Kejuaraan Dunia Wushu Yunior 2022 di Tangerang, Banten, Kamis (8/12/2022). Satu per satu wakil Indonesia takluk dari atlet negara kekuatan utama sanda, seperti Iran, China, dan Vietnam. Dari total enam partai yang bertanding pada hari ketiga, tim sanda Indonesia hanya menyisakan satu wakil lagi. Di sisi lain, kondisi mental atlet perlu menjadi perhatian, agar semangat bertanding mereka tetap terjaga.
Psikolog sengaja dihadirkan (dalam tim) untuk memastikan aspek psikologis atlet muda Indonesia tetap dalam kondisi baik. Apalagi, kejuaraan ini merupakan proses menuju ajang yang lebih besar.
"Psikolog sengaja dihadirkan (dalam tim) untuk memastikan aspek psikologis atlet muda Indonesia tetap dalam kondisi baik. Apalagi, kejuaraan ini merupakan proses menuju ajang yang lebih besar," kata Ketua Umum Pengurus Besar Wushu Indonesia (PB WI), Airlangga Hartarto kepada Kompas.
Unggulan Indonesia pada kelas 45 kilogram prayunior, Kiemas Sakti Negara harus terhenti di semifinal setelah tunduk dari wakil Vietnam, Nguyen Dang Khoa. Dari kelas 48 kilogram junior, Dewangga Lindu Saputra juga ditekuk wakil Vietnam, Dinh Van Tam pada babak perempat final. Begitu pun di tim putri yunior, Aurella Calysta Purnomo (kelas 48 kilogram) ditekuk atlet China, sedangkan Nasya Aulia Zahra (52 kilogram), dan Nabila Puspa Annastasya (56 kilogram) kalah dari dua atlet Iran.
Psikolog tim sanda Indonesia, Henny Setyawati mengatakan, hasil kekalahan ini seakan menjadi pukulan bagi atlet muda Indonesia. Akan tetapi, menurut dia, sejumlah pihak tidak perlu memberikan tekanan berlebih atas kegagalan tersebut.
Henny melanjutkan, rasa kecewa dan sedih dari atlet pasti akan muncul, apalagi mereka bermain di negara sendiri. Mereka yang merupakan para juara nasional, ingin membuktikan layak terpilih dalam tim dan bisa mempersembahkan medali bagi Indonesia.
“Dengan latihan yang telah mereka lakukan serta harus meninggalkan sekolah dan keluarga, mereka merasa seharusnya bisa memberikan kemenangan,” kata Henny.
Kiemas menjadi salah satu atlet yang cukup terpukul dengan kekalahannya. Sempat memberikan perlawanan hingga memaksa pada ronde ketiga, dia harus puas hanya sampai di semifinal. Setelah dinyatakan kalah, saat keluar dari gelanggang, dia langsung meluapkan kesedihan dengan tangis air mata. Ketika teman, pelatih, dan keluarga menghampiri, air mata mengalir semakin kencang dari anak berusia 12 tahun ini.
"Sedih harus kalah dan mengecewakan pelatih, teman, keluarga, dan penonton yang hadir," kata Kiemas.
Selain Kiemas, atlet lain yang juga mengalami kekalahan turut larut dalam kesedihan. Bahkan, mereka tidak henti meminta maaf pada pelatih dan orang-orang yang menghampiri. Henny menganggap, kesedihan atas kekalahan dalam pertandingan merupakan hal yang wajar. Menurut dia, hal terpenting adalah mengembalikan mental atlet agar tetap berproses melanjutkan target mereka. Dengan demikian, cita-cita mereka bermain dan berprestasi di level yang lebih tinggi bisa tetap terjaga.
Selain itu, lanjut Henny, tim psikolog juga memberikan pendampingan bagi atlet setelah bertanding, baik saat menerima hasil baik maupun buruk. Tim psikolog rutin bertemu atlet untuk meningkatkan rasa percaya diri, fokus, dan mengendalikan emosi. Atlet diberi kesempatan untuk mengungkapkan segala bentuk keresahan teknis maupun non-teknis.
"Mereka ini masih muda, perjalanan mereka masih panjang. Hal terpenting itu bukan hasil hari ini, tapi bagaimana menjaga semangat mental bertanding mereka tetap terjaga," ujar Henny.
Di samping itu, orangtua menjadi sosok penting yang harus merawat kesehatan mental atlet, apalagi mereka masih tinggal bersama. Endang Tri Murni, ibunda Nasya mengungkapkan, selalu memberikan dukungan dalam situasi apa pun. Menurut dia, buat anak 16 tahun seperti Nasya, yang terpenting yakni bisa selalu menikmati setiap pertandingannya.
"Kekalahan hari ini seharusnya tidak menjadi masalah buat Nasya. Dia yang sering mengikuti pertandingan sejak Sekolah Dasar merupakan tipe anak yang cepat bangkit dari keterpurukan,” kata Endang.
Sementara itu, Manajer tim sanda Indonesia, Sudarsono mengimbau atlet tidak menjadikan target medali dari pemerintah sebagai beban. Menurut dia, hal terpenting dari keikutsertaan di kejuaraan dunia, yakni sebagai bagian dari pembinaan jangka panjang. Dengan demikian, ketika wushu bisa dipertandingkan di Olimpiade 2032 di Brisbane, atlet telah berada pada usia emas.
Akan tetapi, demi perbaikan prestasi, dia berharap para atlet tidak putus asa dan terus meningkatkan kemampuan dan mental bertanding. Apalagi selama ini, selain sisi teknik, mentalitas atlet Indonesia sering menjadi sorotan ketika harus menghadapi negara kuat seperti China, Iran, dan Vietnam.
"Kami berharap PB WI dan pemerintah, tidak hanya menjadikan turnamen ini sebagai patokan gagal atau berhasil, namun bisa konsisten memberi bentuk pembinaan yang berkelanjutan, baik itu teknik dan mental atlet," kata Herman.
Tim wushu Indonesia sendiri ditargetkan mendapatkan enam medali emas, empat dari kategori Taolu dan dua dari sanda pada Kejuaraan Dunia Wushu Yunior 2022. Hingga hari ketiga, Indonesia telah memperoleh tujuh medali emas dari kategori taolu. Sementara itu, setelah Kiemas memastikan perunggu, sanda kini menyisakan satu wakil di semifinal, yakni Denis Darmawan yang turun pada kelas 52 kilogram yunior.