Awal yang buruk diakhiri dengan momen gemilang. Itulah yang dilalui Novak Djokovic pada musim kompetisi tenis 2022. Meski berusia 35 tahun, masih banyak motivasi yang membuatnya ingin menambah gelar juara.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Generasi baru menguasai persaingan tenis putra profesional secara umum pada musim kompetisi 2022. Namun, apa yang dicapai Novak Djokovic menjadi tanda bahwa dia akan tetap menjadi ancaman pada tahun mendatang.
Musim 2022 bisa dikatakan sebagai musim yang sulit bagi petenis Serbia itu. Pilihan untuk tidak mau menerima vaksin Covid-19 berpengaruh pada partisipasinya dalam turnamen. Dia dilarang masuk ke Australia dan Amerika bagian utara sehingga tidak bisa mengikuti Grand Slam Australia Terbuka dan AS Terbuka, serta turnamen ATP Masters 1000 Indian Wells, Miami, dan Montreal. Pada tahun ini, Djokovic hanya mengikuti 11 turnamen individu.
Meski demikian, dia memperoleh hadiah terbesar dengan total sekitar 9,9 juta dollar AS (Rp 155,3 miliar). Jumlah itu Rp 35,7 miliar lebih banyak dibandingkan petenis nomor satu dunia, Carlos Alcaraz, yang meraih lima gelar juara seperti Djokovic. Alcaraz mendapatkan ranking dan hadiah itu diantaranya dari gelar juara ATP Masters 1000 Miami dan Madrid, serta Grand Slam AS Terbuka.
Sementara, hampir setengah dari hadiah milik Djokovic didapat dari turnamen Final ATP di Turin, Italia, 13-20 November. Dalam final yang berlangsung di Pala Alpitour, Minggu (20/11/2022) malam waktu setempat atau Senin dini hari waktu Indonesia, Djokovic mengalahkan Casper Ruud dengan skor 7-5, 6-3.
Djokovic mendapat hadiah Rp 74,3 miliar setelah menjadi juara tanpa terkalahkan dalam tiga laga penyisihan grup. Ini menjadi rekor hadiah terbesar yang diterima seorang petenis dari sebuah turnamen.
Turnamen yang diikuti delapan petenis terbaik musim 2022 ini dimulai dengan fase penyisihan, dalam Grup Hijau dan Merah, dengan format round robin. Dua peringkat teratas setiap grup berhak tampil pada semifinal.
Khusus untuk petenis yang menjadi juara tanpa terkalahkan, dia berhak atas hadiah Rp 74,3 miliar. Sementara, untuk petenis yang “sekadar” juara, ATP menyediakan hadiah Rp 34,5 miliar.
Kemenangan atas Ruud membuat Djokovic bisa menyamai prestasi Roger Federer sebagai petenis dengan gelar juara Final ATP terbanyak, yaitu enam gelar. Lima gelar lainnya didapat Djokovic pada 2008, 2012, 2013, 2014, dan 2015. Dia pun menyebut kemenangan tersebut sebagai kepuasan yang mendalam.
Saya juga menyiapkan mental agar bisa bermain pada level yang diinginkan ketika bisa kembali bertanding.
“Pada saat yang sama, saya juga merasa sangat lega. Apalagi, dengan yang terjadi pada awal tahun ini di Australia. Kita tidak perlu kembali membahas hal itu karena sudah tahu apa yang terjadi,” kata Djokovic yang langsung memeluk keluarganya setelah memenangi final.
Pada Januari 2022, Djokovic dideportasi dari Australia karena tiba di Melbourne, untuk mengikuti Australia Terbuka, tanpa bisa menunjukkan bukti vaksin. Padahal, itu menjadi syarat bagi pendatang internasional.
Pemulangan Djokovic diiringi sanksi tidak boleh masuk ke Australia selama tiga tahun, tetapi pemerintahan Australia di bawah pejabat-pejabat baru mengoreksi sanksi itu. Mereka telah menjamin akan memberikan visa sementara bagi Djokovic agar bisa mengikuti Australia Terbuka 2023.
“Kejadian awal tahun ini tentu sangat berpengaruh. Pada beberapa bulan pertama, saya belajar untuk bisa bersikap bijaksana. Saya juga menyiapkan mental agar bisa bermain pada level yang diinginkan ketika bisa kembali bertanding,” tuturnya.
Gelar juara dari Turin menjadi bukti bahwa salah satu “Big Three”, selain Roger Federer yang telah pensiun dan Rafael Nadal, ini masih menjadi ancaman bagi generasi baru yang memperoleh banyak gelar juara ATP World Tour 2022. Di antara mereka, Alcaraz menjadi yang paling menonjol. Apalagi, petenis Spanyol itu masih berusia 19 tahun.
Selain itu, ada Felix Auger-Aliassime dan Andrey Rublev yang, masing-masing, memperoleh empat gelar juara. Di bawah mereka ada para petenis yang meraih tiga gelar, yaitu Ruud, Taylor Fritz, dan Holger Rune. Rune, petenis Denmark berusia 19 tahun, mengalahkan Djokovic pada final ATP Masters 1000 Paris.
“Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan, yang pasti, saya masih berambisi untuk meraih trofi juara. Saya tak pernah kehilangan motivasi untuk itu,” kata Djokovic yang selalu menilai dirinya sebagai petenis terbaik di dunia untuk membangkitkan rasa percaya diri setiap bertanding.
Petenis berusia 35 tahun itu menyebut, membuat sejarah dalam tenis dunia, bersaing dalam level tertinggi, dan membawa energi positif bagi penggemar tenis di seluruh dunia menjadi beberapa motivasinya. Namun, yang paling utama dari semuanya adalah keberadaan keluarga.
Stefan (8) dan Tara (5) menyaksikan dan merayakan kemenangan ayah mereka di Turin. Stefan, yang sering berlatih bersama ayahnya dan sudah menjuarai turnamen anak-anak di Serbia, selalu berteriak memberi semangat.
“Suaranya sangat keras hingga saya selalu bisa mendengarnya. Saya cukup terkejut juga. Saat ini, kedua anak saya sudah mengerti apa yang dilakukan ayahnya,” kada Djokovic. (AFP/AP)