Kehadiran "fan festival" menghidupkan nuansa Piala Dunia di kota Doha, Qatar. Warga antusias menikmati hiburan yang disediakan di festival itu.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR dari Doha, Qatar
·4 menit baca
DOHA, KOMPAS – Kawasan pusat kota Doha, Qatar, telah disulap menjadi arena perayaan untuk menyambut Piala Dunia 2022. Itu terlihat salah satunya di Taman Al Bidda hingga Corniche yang membentang sekitar 2,5 kilometer yang menjadi pusat warga Qatar menyambut pesta sepak bola terbesar sejagat.
Pada Kamis (17/11/2022) malam, ribuan orang memadati kawasan Taman Al Bidda yang menjadi salah satu lokasi utama “fan festival” untuk Piala Dunia 2022. Taman itu berada di pesisir Teluk Persia dengan pemandangan perairan dengan latar lanskap gedung pencakar langit Doha yang memanjakan mata.
Ada satu panggung besar di taman itu yang menampilkan beragam kegiatan hiburan, seperti musik, tarian, hingga disk jockey. Tak hanya itu, beragam atribut pernak-pernik Piala Dunia memenuhi taman itu, mulai dari pemasangan bendera 32 peserta hingga lampu yang dibentuk menyerupai maskot Qatar 2022, La’eeb.
Panitia Lokal Piala Dunia 2022, yaitu Supreme Committee for Delivery & Legacy (SC), telah mengatur secara cermat aliran arus manusia yang hendak menuju arena fan festival itu. Di kawasan Taman Al Bidda hingga jalan di sisi lautan yang masuk kawasan Corniche telah menjadi wilayah bebas kendaraan pribadi.
Sejak keluar dari stasiun metro atau turun dari bus, sejumlah petugas telah tersedia untuk memandu warga berjalan menuju taman itu. Mereka tidak hanya ramah membalas pertanyaan warga, tetapi juga secara aktif berteriak untuk memberikan panduan arah untuk tiba di kawasan Taman Al Bidda.
“Ikuti terus jalan. Hati-hati jika berjalan melintasi jalan raya karena sesekali ada bus yang melintas,” ujar Adnan salah satu sukarelawan yang bertugas di sekitar kawasan Taman Al Bidda, Kamis malam waktu Doha atau Jumat dini hari WIB.
Ketika sampai di persimpangan jalan utama enam sampai delapan petugas seperti Adnan akan memberikan aba-aba kepada pengunjung untuk bisa berjalan atau berhenti menunggu bus melintas.
Berjalan pun tidak terasa lelah dan lama karena ratusan orang lain juga melakukan hal yang sama. Ketika tiba di Taman Al Baddi, panggung hiburan menjadi daya tarik utama. Tarian khusus Qatar menjadi hiburan yang bisa disaksikan pada malam itu.
Selain menyaksikan hiburan, mayoritas warga lebih suka untuk mengumpulkan foto demi foto untuk “memberi makan” akun media sosial mereka. Mereka berfoto di sisi jalan Corniche yang telah dihiasi lampu-lampu indah berwarna-warni.
“Saya senang berada di sini. Banyak tempat indah untuk berfoto,” ujar Maria, salah satu pengunjung yang datang bersama seorang temannya.
Makin ramai
Warga Doha lebih suka beraktivitas lebih larut malam. Ketika waktu menunjukkan pukul 20.00, kondisi di kawasan Jalan Corniche justru semakin ramai. Tidak hanya pemuda, pengunjung yang membawa keluarga pun semakin mudah terlihat ketika waktu semakin larut.
Kian sulit bagi pengunjung untuk bisa berfoto dengan latar jam hitung mundur Piala Dunia 2022 yang berada di Corniche Promenade. Alhasil, puluhan orang berdesakan demi bisa berfoto dengan jam pasir berwarna merah itu.
“Di akhir tahun udara terasa lebih sejuk, jadi kami lebih senang berjalan pada malam hari. Pemandangan juga lebih indah karena bisa berfoto dengan latar lampu-lampu gedung,” kata Youssef yang membawa istri dan anaknya ke fan festival.
Selain di Al Bidda, di sepanjang Jalan Corniche yang membentang hingga Taman Souq Waqif tersedia pula dua panggung hiburan. Sayup-sayup lagu dari penampilan musisi hip-hop dan elektronik kian menyemarakkan suasana malam.
Keramaian itu berdampak keuntungan bagi para penjaja makanan yang menjual makanan ringan menggunakan truk makanan (food truck) di kawasan Corniche. Sebanyak 10 truk hadir yang menyajikan beragam makanan, mulai dari kebab, burger, hingga es krim.
“Maaf, kami sudah habis,” kata salah satu pedagang hotdog.
Tidak hanya di pusat fan festival, kepadatan orang juga terlihat di stasiun metro. Salah satunya terlihat di Stasiun Souq Waqif, yang merupakan rute jalur emas.
Sejak beberapa hari di Doha, Kompas baru merasakan kepadatan di stasiun metro. Itu membuat petugas di stasiun sampai mengatur penumpang agar bergiliran menaiki metro.
“Kereta ini sudah penuh. Silakan naik kereta selanjutnya,” kata seorang petugas yang membentangkan tangannya di depan pintu masuk kereta ketika di dalam salah satu gerbong sudah ada penumpang yang berdiri.
Pembatasan menaiki metro itu serupa yang terjadi di Jakarta ketika menaiki kereta commuter line di jam sibuk. Padahal, dalam situasi normal, tidak ada penumpang berdiri di setiap perjalanan metro yang dilengkapi lima rangkaian kereta.
Untungnya, kereta Metro Doha datang setiap tiga menit, jadi masa menunggu tidak terlalu lama. Ruang stasiun metro yang cukup luas, dilengkapi tempat duduk dan berpendingin ruangan juga tidak membuat penumpang kehilangan kenyamanan.