“Karya” Indonesia di Stadion Piala Dunia Qatar
Meski tidak ikut serta di Piala Dunia 2022, nama Indonesia tetap harum di Qatar. Itu disebabkan "karya" tangan-tangan diaspora Indonesia dalam pembangunan stadion.
- Diaspora Indonesia berperan penting dalam persiapan Piala Dunia Qatar 2022, yakni menghijaukan gurun pasir dan meninjau ulang desain stadion agar memenuhi syarat untuk Piala Dunia.
- Salah satu kesulitannya adalah mengubah lanskap Stadion Al Bayt di Al Khor yang berupa gurun pasir besar.
- Diaspora Indonesia sudah berperan dalam pembangunan Qatar sejak 25 tahun lalu.
DOHA, KOMPAS-Dua petugas taman tengah menyapu puing-puing daun yang menutupi rerumputan hijau di Taman Stadion Bayt, kota Al Khor, Qatar, Rabu (16/11/2022) sore waktu setempat. Di sisi lainnya, petugas taman melaksanakan salat di atas rumput hijau yang tebal.
Membayangkan ada suasana hijau di kawasan Al Khor adalah hal yang tabu pada 10 tahun lalu. Pasalnya, sebelum pembangunan stadion itu dimulai pada 2016 silam, kawasan yang direncanakan untuk menjadi stadion dengan luas 40 hektar itu adalah gurun pasir yang tanahnya didominasi oleh bebatuan yang mustahil bisa menumbuhkan tanaman hijau secara alami.
Namun, kemustahilan itu bisa dilawan oleh Saprudin Bastomi (46). Ia adalah diaspora Indonesia yang “menyulap” kawasan Al Khor itu menjadi taman hijau. Keterlibatan itu bisa terjadi karena Saprudin pada 2016 bekerja sebagai Manajer Proyek untuk proyek-proyek taman milik Supreme Committee for Delivery and Legacy Qatar (SC).
Baca juga : Akses Delapan Stadion Telah Ditutup
Ketika SC, lembaga yang dibentuk Pemerintah Qatar untuk mempersiapkan segala kebutuhan Piala Dunia 2022, hendak memulai pembangunan stadion, Saprudin dilibatkan.
Kepercayaan itu tumbuh karena SC telah mengenal Saprudin berkat karyanya membangun Taman Aspire yang merupakan ruang terbuka hijau terbesar di Doha, ibu kota Qatar. Taman Aspire memiliki luas 88 hektar yang dilengkapi taman dan danau buatan.
Untuk proyek Piala Dunia, ia pun diberi tanggung jawab untuk memimpin proyek dari Supreme Committee Tree Nursery. Badan itu bertugas untuk menumbuhkan rumput alami yang akan digunakan di delapan stadion Piala Dunia Qatar serta membangun taman di lanskap sekitar stadion.
Sejak memulai tugas pada 2016, tugas Saprudin didahului dengan melakukan survei tanah gurun hingga memilih pepohonan dan taman dari berbagai negara, seperti Spanyol dan Thailand.
Lihat juga : Berkunjung Ke Stadion Al Bayt Qatar
Untuk kebutuhan stadion Piala Dunia, Saprudin bertanggung jawab pada proses penanaman, produksi, hingga pemeliharaan sekitar 16.000 pohon, 679.000 tanaman semak, dan rumput seluas 425.000 meter persegi yang ditanam di kawasan Supreme Committee Tree Nursery seluas 63 hektar.
Stadion Al Bayt ini yang paling sulit karena satu-satunya yang awalnya murni gurun dan memiliki lanskap paling besar.
“Stadion Al Bayt ini yang paling sulit karena satu-satunya yang awalnya murni gurun dan memiliki lanskap paling besar. Saya bertanggung jawab untuk menanam rumput di stadion dan membangun taman di sekitar stadion. Pada 2019, seluruh kawasan Al Bayt telah hijau,” kata Saprudin kepada Kompas, Kamis (17/11/2022), di Doha, Qatar.
Al Bayt merupakan stadion pertama yang rampung dari tujuh stadion yang dibangun khusus untuk Piala Dunia Qatar. Satu stadion lain, yaitu Stadion Internasional Khalifa, hanya dilakukan renovasi karena sempat menjadi lokasi Asian Games 2006 lalu.
Namun, peran Saprudin tidak berhenti di Al Bayt. Di sela menyelesaikan stadion yang berada sekitar 35 kilometer dari pusat kota Doha itu, lulusan Jurusan Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada itu juga mengerjakan pemasangan rumput untuk enam stadion lain, yakni Stadion Al Janoub, Stadion Ahmad bin Ali, Stadion Education City, Stadion Al Thumama, Stadion 974, dan Stadion Lusail.
Baca Juga: Qatar Perpanjang Durasi Layanan Fasilitas Publik
Khusus untuk Stadion Al Janoub, Saprudin juga bertanggung jawab untuk menciptakan taman yang berada di sekitar stadion. Saprudin juga secara berkala masih memantau kondisi rumput demi memastikan lapangan dalam kondisi prima ketika laga Piala Dunia berlangsung.
“Saya merasa tertantang ketika diajak terlibat dalam proyek Piala Dunia ini. Saya ingin buktikan bahwa orang Indonesia bisa menghasilkan karya terbaik. Apalagi, bidang pertanian sudah mendarah daging di diri saya karena sejak kecil membantu bapak saya untuk mengelola sawah dan (kebun) jeruk,” ujar Saprudin yang datang ke Qatar pada 2009.
Mengulas ulang
Selain Saprudin, ada pula Heriadi Joewono (56), diaspora Indonesia yang secara spesifik terlibat dalam proses awal perencanaan pembangunan Stadion Education City, kota Doha. Heriadi adalah salah satu project engineer ASTAD pada tim manajemen desain Stadion Education City. Ia menjalani tugas itu pada 2011 hingga 2014.
Peran utama Heriadi adalah mengulas ulang fungsi dan fasilitas yang berada di Stadion Education City itu. Penilaian ulang itu dilakukan karena awalnya stadion itu diperuntukkan untuk fasilitas kompleks pendidikan di wilayah itu.
Baca juga : Optimisme Memayungi Warga Qatar
Alhasil, dalam desain awalnya, stadion itu tidak hanya menyediakan lapangan sepak bola. Tetapi juga ada kolam renang, gym, lintasan atletik, dan lapangan tenis. Seiring kemenangan Qatar pada pencalonan tuan rumah Piala Dunia 2022, November 2010, stadion itu pun dialihkan untuk menyelenggarakan laga pesta sepak bola terakbar.
“Setelah ada intruksi dari Qatar Foundation (pemilik kompleks Education City) untuk meningkatkan stadion menjadi standar Piala Dunia, maka kami melakukan review ulang pada 2011. Saya mewakili ASTAD menganalisis perubahan rencana desain awal dan mempersiapkan untuk kebutuhan FIFA, kemudian desain itu diserahkan kepada arsitek yang menangani kontruksi,” tutur Heriadi.
Sebagai contoh, perubahan signifikan yang dianalisis Heriadi bersama tim adalah peningkatan kapasitas stadion dari 20.000 menjadi 40.000. Tidak sampai di situ, mereka juga telah merancang keberlanjutan stadion setelah ajang Piala Dunia.
Baca Juga: Isu Hak Asasi Manusia Masih Membayangi Piala Dunia
“Usai Piala Dunia, kami akan mengembalikan rencana awal stadion untuk kebutuhan kampus. Jadi, misalnya, kapasitas dikembalikan ke 20.000 karena lebih layak dan tidak memakan biaya perawatan yang tinggi,” ucap arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Duta Besar Indonesia untuk Qatar Ridwan Hassan menuturkan, diaspora Indonesia sudah memiliki peran dalam proyek pembangunan Qatar sejak 25 tahun lalu. Ia pun menyebut keterlibatan diaspora Indonesia dalam pembangunan stadion Piala Dunia 2022 membuktikan keberagaman keahlian diaspora Indonesia, sehingga tidak hanya di sektor minyak dan gas.
“Kalau dibandingkan diaspora (negara) barat tentu kualitas kita tidak kalah. Diaspora kita terbukti memiliki kemampuan khusus yang sangat diperlukan bagi pembangunan Qatar,” ucap Ridwan.
Lebih lanjut, Ridwan mengungkapkan, peluang diaspora Indonesia dengan kemampuan profesional, seperti medis, teknologi informasi, dan hospitality, untuk berkarier di Qatar masih amat terbuka. Itu didasari ambisi besar Qatar yang ingin menjadi pusat olahraga dunia.