Tidak Ada Mimpi Berlebihan untuk Menembus Kelas Dunia
Pelaksanaan Borobudur Marathon 2022 mendapatkan kesan positif dari mayoritas peserta. Hal itu menumbuhkan optimisme bahwa Borobudur Marathon bisa menjadi lomba kelas dunia di masa mendatang.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Kesan positif diberikan sejumlah peserta yang ikut rangkaian lomba Borobudur Marathon 2022 Powered by Bank Jateng. Mereka menganggap ajang itu menjadi lebih baik tiap tahun. Mereka yakin mimpi penyelenggara Borobudur Marathon menembus standar dunia bukanlah mimpi berlebihan. Asal bisa konsisten dan terus meningkatkan kualitas detail-detail kecil, cepat atau lambat ajang itu bisa menjadi salah satu lomba kelas dunia.
Tahun ini, Borobudur Marathon menggelar tiga acara, yakni lomba maraton khusus atlet bertajuk Elite Race, lomba 10K khusus pelari berusia 15-18 tahun bertajuk Bank Jateng Young Talent, dan lomba separuh maraton untuk peserta umum bertajuk Bank Jateng Tilik Candi. Elite Race dan Young Talent digelar pada Sabtu (12/11/2022), serta Tilik Candi berlangsung pada Minggu (13/11). Ketiganya dilakukan di sekitar Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dengan karakter dan jarak jalur yang berbeda-beda.
Secara keseluruhan, nyaris tidak ada kesan negatif yang disampaikan oleh peserta dari Elite Race, Young Talent, dan Tilik Candi. Pelari putri asal Semarang, Jawa Tengah, peserta Tilik Candi, Helena Patricia Wibowo, mengatakan, dia mulai menekuni lari jarak jauh pada 2018. ”Sebelum pandemi, saya bisa ikut lima-enam kali lomba per tahun. Pas pandemi, tetap konsisten ikut sekitar lima lomba per tahun tetapi sifatnya daring atau hybrid (lari dari tempat masing-masing),” ujarnya.
Belakangan, Helena mulai mencoba ikut lomba berjarak lebih dari 10 kilometer. Hal itu mengantarkannya untuk pertama kali berpartisipasi dalam lomba separuh maraton atau berjarak 21,0975 km di Tilik Candi 2022. Itu sekaligus menjadi kesempatan perdananya merasakan pengalaman lomba dalam naungan Borobudur Marathon.
Selain karena ada lomba separuh maraton di depan mata, Helena memang sudah lama pula mendengar kisah-kisah positif mengenai Borobudur Marathon. Ternyata, kisah-kisah itu benar adanya. Pelari berusia 21 tahun itu sangat terkesan dengan pengelolaan lomba yang baik, mulai dari pembagian perlengkapan lomba (race pack), penyediaan jalur lomba, hingga segala fasilitas selama lomba, seperti hiburan dari warga, pos minuman (water station), dan tempat medis.
Jalur lomba dinilai sangat menyenangkan karena melalui jalanan yang steril dari lalu lintas kendaraan umum, melintasi perkampungan, dan obyek wisata, seperti Candi Borobudur serta Candi Pawon. Lalu, atraksi dukungan warga pun dianggap luar biasa. Sebab, warga tanpa henti menghibur dengan pertunjukkan seni tari dan musik, serta yel-yel penyemangat.
Itu menimbulkan suasana keakraban sehingga lomba terasa lebih menyenangkan. ”Dukungan warga juga membuat rasa lelah tidak terlalu terasa. Ini pengalaman baru yang tidak pernah saya rasakan di ajang-ajang lain sebelumnya. Semuanya seolah-olah mengobati kerinduan pelari beraktivitas bersama lagi dalam suatu lomba,” ungkap Helena yang finis dengan waktu 2 jam 24 menit tersebut.
Kesan positif turut disampaikan pelari asal Sumatera Utara, Fadhil Aulia Mufti, yang meraih emas Young Talent dengan waktu 34 menit 2,457 detik. Walau bukan atlet elite dan masih berusia muda, Fadhil merasa panitia tidak membeda-bedakan pelayanan kepada pelari muda.
Bahkan, pelari berusia 18 tahun itu sempat kaget dengan sambutan luar biasa panitia sejak dia tiba di Bandara Internasional Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, masuk ke penginapan di Hotel Puri Asri, Magelang, hingga menjalani lomba. ”Di sini, kami sudah kayak atlet-atlet senior. Ini tidak pernah kami rasakan. Pelayanannya luar biasa sekali,” katanya.
Oleh karena itu, mantan ratu lari jarak jauh Indonesia, Triyaningsih, yang meraih perunggu Elite Race putri menilai Borobudur Marathon sudah setara ajang-ajang internasional yang pernah dia rasakan. ”Ini race keren sekali sehingga kami terpacu berkompetisi dan mengejar prestasi. Itu karena semuanya terkelola dengan baik, standarnya dunia,” ucap pengoleksi 11 emas SEA Games sepanjang 2007-2017 tersebut.
Untuk itu, atlet jalan cepat nasional yang menjadi peserta Elite Race Hendro Yap percaya Borobudur Marathon bisa menjadi bagian dari rangkaian lomba kelas dunia. Kalaupun belum bisa masuk dalam maraton utama dunia (world marathon majors), minimal Borobudur Marathon bisa mengincar pangsa pasar khusus, yakni sebagai maraton wisata dunia.
”Sangat mungkin ya Borobudur Marathon menjadi lomba kelas dunia, setidaknya terkait sport tourism. Sebab, ajang ini ada ikon kelas dunia yang jadi kebanggaan Indonesia, yakni Candi Borobudur. Pasti banyak orang yang mau tampil di sini sekalian menikmati suasana wisata,” ujarnya.
Tapi, yang pasti, konsistensi dukungan anggaran yang paling penting. Kalau tidak ada anggarannya, saya rasa sulit juga untuk menjaga kualitas Borobudur Marathon.
Untuk mencapai tahapan dunia, tentu penyelenggara Borobudur Marathon tidak boleh berpuas diri. Mereka patut terus mempertahankan standar tinggi yang sudah diterapkan sembari membenahi detail-detail kecil yang turut memengaruhi lomba secara keseluruhan. ”Tapi, yang pasti, konsistensi dukungan anggaran yang paling penting. Kalau tidak ada anggarannya, saya rasa sulit juga untuk menjaga kualitas Borobudur Marathon,” terang Hendro.
Terkait detail-detail kecil, Nurshodiq yang meraih emas Elite Race dengan 2 jam 38 menit 5 detik menyarankan panitia Borobudur Marathon menyiapkan botol air di pos minuman. Sebab, dalam ajang kali ini, yang disediakan adalah cangkir kecil sehingga air rawan tumpah yang menyebabkan pelari minumnya sedikit. ”Ini mungkin hal kecil tetapi tidak bisa disepelekan. Sebab, kenyamanan untuk minum itu sangat penting bagi pelari,” ujar pelari asal Yogyakarta tersebut.
Adapun pelari putri asal Sumatera Utara, Pretty Sihite, yang merebut emas Elite Race dengan 3 jam 10 menit 44 detik menuturkan, pos medis perlu diperbanyak setiap 2-2,5 km sekali. ”Sehingga, kalau pelari mengalami keluhan, mereka bisa langsung dapat pelayanan medis. Tujuannya, supaya pelari bisa berlomba sampai tuntas,” pesannya.
Strategi PB PASI
Sementara itu, Sekretaris Umum Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Tigor M Tanjung ditemui sebelum start Tilik Candi menjelaskan, Borobudur Marathon telah menjadi salah satu lomba yang dapat pengawasan langsung dari PB PASI. Namun, butuh dukungan terus-menerus untuk Borobudur Marathon mendapatkan label dunia, seperti Maybank Marathon Bali yang meraih medali perunggu label dunia pada awal 2020.
Caranya, antara lain menjalin kerja sama dengan pengelola salah satu maraton utama dunia, seperti Tokyo Marathon. ”Beberapa tahun lalu, Ketua Yayasan Borobudur Marathon Liem Chie An menemui saya untuk meminta dukungan menyelenggarakan Borobudur Marathon. Kali ini, Pak Liem meminta bantuan agar Borobudur Marathon bisa menjalin sister marathon dengan Tokyo Marathon. Saya bilang siap, nanti saya pertemukan Pak Liem dengan teman-teman saya di sana (Jepang),” katanya.
Di samping itu, Tigor menawarkan ide penyelenggaraan seri maraton utama Indonesia yang bisa diawali dengan sejumlah lomba, seperti Borobudur Marathon, Maybank Marathon Bali, dan Labuan Bajo Marathon. Selain memancing persaingan sehat di antara penyelenggara untuk terus meningkatkan kualitasnya masing-masing, itu memungkinkan mereka saling bantu promosi. Jadwal lomba juga bisa diatur lebih baik yang menguntungkan acara terkait ataupun peserta.
Itu bisa menghindari jadwal berbenturan sehingga pelari bisa optimal saat tampil di lomba bersangkutan. ”Dengan sistem pemeringkatan nasional per tahun, masyarakat pasti lebih antusias pula ikut lomba-lomba itu. Pasti seru ada nama di daftar peringkat nasional walau bukan di peringkat atas. Itu bisa memacu semangat untuk terus menaikkan peringkat,” tuturnya.
Yang jelas, lanjut Tigor, potensi Borobudur Marathon mendapatkan label dunia terbuka lebar. Sebab, nyaris semua persyaratan umum dunia sudah terpenuhi, seperti hadir atlet elite, jalur terukur, keberadaan tim medis, ada delegasi dari federasi atletik nasional, dan sebagiannya. ”Hampir semua syarat-syarat krusial sudah terpenuhi. Mungkin tinggal hal-hal kecil saja yang perlu disempurnakan, terutama jalur yang benar-benar steril atau ditutup,” pungkasnya.
Wakil Pimpinan Umum Harian Kompas Budiman Tanuerdjo menyampaikan, Borobudur Marathon adalah ajang yang lahir dari gotong royong dan kolaborasi dari sejumlah pihak. Tahun ini, ajang itu dianggap sukses. Hal itu membuat semua pihak terkait optimistis bahwa mereka bisa melaksanakan ajang berkualitas bukan hanya kelas nasional, melainkan juga internasional di masa depan.