Sentuhan "midas" Felix Sanchez Bas menjadikan Qatar juara Piala Asia Uni Emirat Arab 2019 akan kembali dinantikan sejauh mana membawa "Tim Marun" menjalani persaingan sengit di Piala Dunia Qatar 2022.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Ketekunan dan sentuhan "midas" Felix Sanchez Bas dari Spanyol mampu mengantarkan Qatar mendapatkan trofi mayor perdana sebagai juara Piala Asia Uni Emirat Arab 2019. Yang dikalahkan "Tim Marun", julukan Qatar, bukan tim “kaleng-kaleng” yakni Jepang. "Samurai Biru", julukan Jepang, jawara tradisional benua Asia tunduk dengan skor 1-3.
Jauh sebelumnya, Qatar hanya mampu menembus perempat final pesta bola Asia. Namun, di tangan Felix, pria kelahiran Barcelona, 13 Desember 1975, Qatar menjelma menjadi kekuatan baru dan mengerikan di Asia. Capaian mengagumkan tim akan kembali dinanti dalam keikutsertaan perdana sepanjang sejarah pesta bola terakbar di Piala Dunia Qatar 2022.
Kejayaan Qatar di Asia bukan sentuhan midas yang sekejap mengubah petaka menjadi peruntungan. Prosesnya panjang dan menuntut keberanian, komitmen, kesabaran, dan kecerdikan. Qatar yang akan berlaga di Grup A bersama Ekuador, Senegal, dan Belanda menggantungkan kekuatan pada sebagian pemain hasil didikan Felix di ASPIRE Academy sejak 2006. Felix menuai panen berharga dari proses yang telah ditekuni lebih dari 15 tahun.
Trio serang yakni Akram Alif (25) dari Al-Sadd, Almoez Ali (26) dari Al-Duhail, dan kapten Hassan Al-Haydos (31) dari Al-Sadd akan kembali diandalkan untuk menjajal kemampuan kampiun Afrika 2021 Senegal, finalis Liga Nasional Eropa 2019 Belanda, dan Ekuador, tim tradisional Amerika Latin. “Melawan tim-tim tangguh itu, bunuh diri jika kami berinisiatif menyerang total,” ujar Felix.
Pelatih Jepang Hajime Moriyasu (kiri) bersalaman dengan pelatih Qatar Felix Sanchez Bas (kanan) sebelum final Piala Asia Uni Emirat Arab 2019 di Abu Dhabi. Qatar juara setelah menang 3-1 atas Jepang.
Menghadapi Belanda dan Senegal yang berkarakter menyerang, kemungkinan besar Felix akan memakai formasi bertahan 5-3-2 seperti saat mengalahkan Jepang di final Piala Asia 2019. Qatar harus bersabar digempur gelombang serangan dan bertahan dengan rapat untuk memancing frustrasi dan kelengahan lawan. Saat musuh kelelahan, Qatar dapat memanfaatkan situasi untuk menyerang balik secara mematikan.
Felix mengidolakan Luis Enrique, mantan pelatih sukses Barcelona yang kini menangani Spanyol. Baginya, manajer "Tim Matador", julukan Spanyol, itu sosok jenius yang memiliki begitu banyak pilihan strategi dan taktik. Felix tak segan melihat, mencontek, dan memodifikasi gaya permainan Spanyol ala Enrique untuk Qatar.
Melawan tim-tim tangguh itu, bunuh diri jika kami berinisiatif menyerang total.
Mari melihat catatan impresif Felix saat mendampingi Qatar menjalani laga persahabatan kurun 26 Maret-9 November 2022. Dari tujuh laga yang dijalani Tim Marun, hasilnya menang 3 laga, seri 3 laga, dan kalah 1 laga (0-2 dari Kanada). Kekalahan terjadi ketika menerapkan strategi terlalu bertahan dengan formasi 5-3-2. Namun, jika Felix jeli, saat memakai formasi 3-5-2 atau 3-4-1-2, karakter permainan menyerang ternyata juga cocok untuk Qatar.
Felix melanjutkan, ofisial dan tim telah bekerja keras bertahun-tahun untuk persiapan maksimal bagi pesta bola itu. Meski berstatus tuan rumah dan juara terbaru Asia, menurut Felix, Qatar tidak bisa sesumbar di Piala Dunia. Qatar harus memandang seluruh lawan sebagai monster yang mengerikan. “Kami akan mencoba bermain seimbang dengan harapan mendapat hasil yang baik,” ujarnya.
Qatar bermaterikan 100 persen pemain liga domestik. Situasi ini positif dan negatif. Sisi baiknya, lawan tidak terlalu paham dengan model permainan dan kekuatan tuan rumah. Sisi buruk, Qatar masih kurang berpengalaman menghadapi raksasa benua lain. Hanya Ekuador yang pernah tiga kali dihadapi Qatar dengan hasil sekali menang, seri, dan kalah.
Namun, Felix memahami dan mungkin bisa mengambil inspirasi dari kisah dongeng Goliath, Si Raksasa dapat dikalahkan oleh Daud, Si Kecil. Dalam turnamen terakbar, segala sesuatu bisa terjadi. Tapak sejarah akan ditinggalkan sejauh mana bisa diwujudkan oleh Qatar.
Menurut Felix, Qatar harus bermain sebagai tim yang bersatu. Talenta para pemain harus diintegrasikan dalam model pergerakan tim. Misalnya, saat Qatar kehilangan bola, mereka harus sabar dan bermain rapat untuk meminimalkan peluang lawan. Saat menguasai bola, Qatar harus kuat dalam transisi atau pergerakan. Lambat atau cepat bergantung pada situasi laga. “Tetaplah dalam sepak bola hasil yang menentukan,” katanya. (AP/AFP/REUTERS)