Asa Regenerasi Berkembang dari Bank Jateng Young Talent
Resah dengan minimnya regenerasi pelari jarak jauh, penyelenggara Borobudur Marathon akhirnya menggelar Bank Jateng Young Talent. Ajang itu diharapkan bisa berkontribusi melahirkan pelari-pelari baru untuk Indonesia.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO, ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
Seiring eksistensinya, ajang lomba lari jarak jauh Borobudur Marathon juga memikul tanggung jawab moral untuk turut memastikan keberlanjutan ekosistem lari nasional. Maka itu, mulai tahun ini, Borobudur Marathon berinisiatif menggelar Bank Jateng Young Talent, lomba khusus pelari muda berusia 15-18 tahun dengan jarak 10 kilometer. Ajang itu diharapkan bisa berkontribusi melahirkan pelari baru yang bisa meneruskan tongkat estafet prestasi seniornya di tingkat nasional ataupun internasional.
Seusai bendera start dikibaskan di kompleks Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (12/11/2022) pukul 05.30, 22 pelari putra dan tujuh putri peserta Bank Jateng Young Talent langsung tancap gas penuh semangat. Mereka berlari dengan langkah kaki yang mantap untuk menuntaskan tiga putaran lari yang mengitari kawasan candi tersebut.
Setelah kurang lebih setengah jam berlalu, pelari asal Sumatera Utara, Fadhil Aulia Mufti (18), tampak dari kejauhan akan menjadi pelari pertama yang menembus garis finis. Meski letih, sesampai di garis finis, Fadhil menyiapkan energi cadangan untuk melompat kegirangan sambil meninju langit menggunakan kepalan tangan kanannya.
Fadhil finis pertama dengan waktu 34 menit 2,457 detik yang disusul oleh pelari Bangka Belitung, Efrianto Saputra, dengan 34 menit 42,533 detik, dan pelari Nusa Tenggara Barat, Muhammad Iqra Syahputra, dengan 35 menit 1,490 detik. Di kelompok putri, pelari putri Jawa Tengah, Nur Aslamiyah Irja Pasa, finis pertama dengan 46 menit 54,697 detik. Nur unggul atas duo rekannya dari Jawa Tengah, Azziyati Dina Amalina di urutan kedua dengan 47 menit 51,860 detik dan Naqita Yuniar Kurniasari di urutan ketiga dengan 48 menit 36,883 detik.
Yang pasti senang sekali bisa ikut Young Talent. Di sini, kami bisa jumpa dengan pelari-pelari senior yang biasa hanya dilihat di Instagram.
Saat konferensi pers, Fadhil mengatakan, sebenarnya catatan waktu itu masih di bawah targetnya yang 33 menit. Namun, itu terbayar oleh pengalaman luar biasa ikut lomba skala nasional tersebut. ”Yang pasti senang sekali bisa ikut Young Talent. Di sini, kami bisa jumpa dengan pelari-pelari senior yang biasa hanya dilihat di Instagram,” ujarnya.
Menurut Fadhil, selama ini, tidak ada panggung bagi pelari muda untuk unjuk gigi. Dengan adanya Young Talent, mereka ada wadah berkompetisi dengan pelari sebaya. Itu menjadi suntikan semangat karena persaingan lebih seimbang dan peluang berprestasi lebih besar ketimbang ikut lomba terbuka. ”Semoga Young Talent bisa terus berlanjut dan diadakan lebih banyak di tempat-tempat lain. Dengan ini, atlet-atlet lain pasti bermunculan karena tahu ada kejuaraan yang bisa diikuti,” katanya.
Agung Mulyawan, pelatih lari dan pendiri Agung Mulyawan Track Club, mengungkapkan hal serupa. Ia menilai Young Talent mampu menjadi ajang pembibitan pelari muda. Apalagi, para peserta diseleksi terlebih dahulu dengan kriteria tertentu. Para pelatih pun dipacu menyiapkan anak didiknya agar bisa berpartisipasi.
Belum lagi, ada sejumlah pembekalan kepada para pelari dan pelatih sebelum lomba, salah satunya dari pelari jarak jauh andalan Indonesia, Agus Prayogo. Itu mulai dari soal nutrisi, teknik lari, hingga psikologis. Semua materi itu yang biasa diterapkan oleh pelari profesional ataupun atlet pemusatan latihan nasional (pelatnas).
”Saat ini, baru sedikit klub yang melakukan pembinaan secara komprehensif, yang tidak cuma memperhatikan teknik berlari, tetapi juga melihat pentingnya sisi asupan nutrisi. Kalau pelari bisa diurus dengan baik sejak dini, pasti nanti akan menuai hasil yang positif,” tutur Agung.
Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo menjelaskan, ide mengenai Young Talent timbul dari keresahan penyelenggara Borobudur Marathon atas minimnya regenerasi pelari nasional. Padahal, ajang lari begitu banyak di Indonesia. Olahraga lari pun semakin diminati masyarakat.
Namun, selain minim regenerasi, pelari muda yang mampu memecahkan rekor nasional (rekornas) juga tak kunjung muncul. Sebagai gambaran, rekornas 10 kilometer milik Eduardus Nabunome masih bertahan sejak dicetak 33 tahun silam, tepatnya dalam Bali 10K di Denpasar, 20 Oktober 1989. Rekormas Eduardus lainnya, yakni maraton dengan 2 jam 19 menit 18 detik, bertahan 29 tahun sejak dicetak dalam Pekan Olahraga Nasional di Jakarta, 12 September 1993.
Pelari jarak jauh yang bersinar di level nasional ataupun internasional pun masih didominasi nama-nama lama, seperti Agus Prayogo yang sudah berusia 37 tahun. ”Ternyata, persoalan utamanya adalah pembinaan. Butuh motivasi dan komitmen kuat untuk melahirkan pelari hebat dan itu bisa dipancing dengan menciptakan ajang berkualitas,” ucap Budiman.
Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno mengungkapkan, Young Talent adalah bentuk komitmen mereka dalam pembinaan lari Indonesia. Mereka berharap itu bisa menginsiprasi perusahaan lain guna bersama-sama membangun masa depan prestasi lari nasional, lebih-lebih demi menjaga marwah Merah Putih di pentas dunia.