Ramalan Gim FIFA Pengganggu Amalan Tim-Tim Piala Dunia
Setelah akurat menebak juara di Piala Dunia 2010, 2014, dan 2018, perusahaan gim global, EA, memprediksi Argentina akan menjuarai edisi Qatar 2022. Tim "Tango" diramal mengalahkan Brasil, 1-0, di final.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·5 menit baca
Dari empat kali Piala Dunia sebelumnya, yaitu sejak 2006, hanya sekali EA gagal menebak juara, yaitu pada edisi Jerman 2006. Tiga kali prediksi juara setelahnya selalu terbukti benar.
Sistem Elo cukup akurat untuk dikaitkan dengan tim-tim juara di sebagian edisi Piala Dunia, seperti Piala Dunia Uruguay 1930, edisi Italia 1934, dan Perancis 1938.
Keberhasilan menjuarai Copa America 2021 mengembalikan kepercayaan diri dan harapan besar dalam diri Lionel Messi. Ia berambisi besar meraih trofi Piala Dunia di Qatar.
Meskipun belum dimulai, Piala Dunia Qatar 2022 sudah melahirkan juara. Perusahaan gim global, Electronic Arts, meramal Argentina menjadi juara. Nubuat pencipta gim sepak bola terpopuler sejagat, FIFA Football, itu kerap terbukti akurat.
Dari empat kali Piala Dunia sebelumnya, yaitu sejak 2006, hanya sekali EA gagal menebak juara, yaitu pada edisi Jerman 2006. Ketika itu, mereka memprediksi Ceko juara. Nyatanya, juaranya adalah Italia. Namun, seusai itu, ramalan EA tidak pernah meleset, terakhir di Piala Dunia Rusia 2018.
Berkat akurasi itu, EA lewat divisi olahraga, EA Sports, sesumbar mengumumkan tim ”Tango” sebagai juara di Qatar. Pernyataan itu pun lantas memicu reaksi, baik pro dan kontra, dari penggemar sepak bola dunia. Bagi fans Argentina, nubuat EA Sports ibarat suratan takdir yang akan terwujud.
Sebaliknya, bagi penggemar tim lainnya, seperti Brasil dan Jerman, ramalan itu dianggap keangkuhan yang mengusik. Padahal, ramalan EA tidaklah sepenuhnya benar, selama ini. Sebagai contoh, di Rusia 2018, Perancis diprediksi EA bakal menang atas Jerman lewat adu penalti di final. Kenyataannya, ”Les Bleus” jadi kampiun seusai membekap Kroasia, 4-2.
Prediksi-prediksi itu, di mata para pemain, dianggap tidak masuk akal. ”Apa yang terjadi di lapangan sepak bola tidaklah bisa diprediksi,” ujar Manuel Neuer, kiper Jerman.
Almarhum Johan Cruyff, legenda sepak bola Belanda, pernah berkomentar lebih pedas. Menurutnya, sepak bola saat ini selalu terkait masalah uang, salah satunya soal judi/taruhan. ”Ada masalah besar dengan nilai dan norma sepak bola itu sendiri,” ujarnya menyindir.
Sebelum ”big data” olahraga berkembang sangat pesat serta diolah kecerdasan buatan untuk berbagai hal, baik gim maupun prediksi laga, favorit juara Piala Dunia ditentukan lewat peringkat Elo. Pola yang diadopsi luas di catur sejak 1960 ini lantas diaplikasikan dan dimodifikasi oleh Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA) untuk menentukan peringkat tim nasional.
Dalam artikel The History of the World Cup in 20 Charts yang dimuat FiveThirtyEight, sistem Elo cukup akurat untuk dikaitkan dengan tim-tim juara di sebagian edisi Piala Dunia. Sistem Elo mengonfirmasi mengapa Uruguay menjadi juara saat menggelar edisi 1930, lalu Italia sebagai juara Piala Dunia 1934 dan edisi Perancis 1938. Salah satu faktor yang dipertimbangkan di sistem Elo ialah kekuatan tuan rumah.
Juara di Qatar nanti ialah Argentina yang diprediksi menang 1-0 atas Brasil di final. Ramalan ini seperti mengulangi final Copa America 2021. Saat itu, tuan rumah Brasil dibekap, 0-1, oleh Argentina.
Namun, pada edisi berikutnya, sistem Elo tidak bisa menjelaskan mengapa Brasil gagal juara saat menjadi tuan rumah pada edisi 1950. Lalu, di edisi Swiss 1954, Hongaria difavoritkan juara karena diperkuat sejumlah pemain terbaik dunia, seperti Ferenc Puskas dan Zoltan Czibor. Faktanya, di final, mereka ditundukkan Jerman Barat, tim yang diisi mayoritas pemain amatir dan sama sekali tak diunggulkan.
Untuk Piala Dunia Qatar, sesuai peringkat FIFA maupun sistem Elo, Brasil berada di peringkat pertama atau paling dijagokan sebagai juara. Di peringkat FIFA, tim peringkat kedua adalah Belgia, adapun Argentina ketiga. Adapun pada sistem Elo, Argentina menempati peringkat ketiga.
Namun, mengacu ramalan EA, juara di Qatar nanti ialah Argentina yang diprediksi menang 1-0 atas Brasil di final. Ramalan ini seperti mengulangi final Copa America 2021. Saat itu, tuan rumah Brasil dibekap, 0-1, oleh sang musuh bebuyutannya, Argentina.
Megabintang Argentina, Lionel Messi, pernah merasakan betapa sakitnya gagal di final Piala Dunia Brasil 2014. ”La Pulga” kembali terluka ketika gagal di final Copa America Cile 2015 dan Copa America Centenario 2016 di Amerika Serikat lewat adu penalti melawan Cile. Di Rusia 2018, Messi juga gagal membawa Argentina melangkah lebih jauh.
Namun, keberhasilan di Copa America 2021 mengembalikan kepercayaan diri dan harapan besar dalam diri mantan pemain Barcelona itu. ”Saya amat beruntung masih dapat bermain di Piala Dunia kali ini (Qatar). Setelah ini, apa saja bisa terjadi dalam karier saya,” ujar Messi saat diwawancarai DirecTV pada Oktober 2022.
Pernyataannya itu menjadi sinyal bahwa Qatar akan menjadi Piala Dunia terakhirnya. Piala Dunia adalah satu-satunya trofi yang ”hilang” dalam lemari koleksinya yang telah dipenuhi piala. Tanpa trofi itu, Messi sulit menyamai Diego Maradona yang membawa Argentina juara dunia 1986.
Perilaku satwa
Selain algoritma dan kecerdasan buatan, manusia juga memanfaatkan perilaku satwa untuk menerka pemenang laga, bahkan tim juara. Salah satu prediksi satwa yang melegenda adalah Paul.
Sang gurita termasyhur dengan akurat menebak Spanyol menang atas Belanda di final edisi Afrika Selatan 2010. Setelah Paul mati pada Oktober 2010 atau tiga bulan setelah final itu, bermunculan sejumlah hewan yang menarik atensi manusia dalam hal prediksi hasil laga sepak bola.
Achilles, kucing putih yang tuli dari Rusia, menarik perhatian publik setelah menebak dengan jitu empat hasil laga Piala Konfederasi Rusia 2017. Pada Piala Dunia 2018, di tempat sama, Achilles dengan akurat menebak hasil empat laga penyisihan grup, terutama terkait kiprah tim tuan rumah.
Dalam sejarah peradaban manusia, kita memang selalu menyenangi ramalan. Nostradamus dari Perancis, misalnya, tersohor dengan ramalan tentang peristiwa masa depan dunia. Di Indonesia, masyarakat mengenal ramalan Jayabaya yang dikaitkan dengan nama raja termasyhur Kediri.
Segala ramalan dan upaya mengintip masa depan menjadikan manusia seperti menantang takdirnya. Namun, filsuf Yunani, Herakleitos, pernah berkata, karakter manusia adalah takdir. Artinya, manusia ditakdirkan punya karakter menantang dan mencoba menentukan masa depannya...