Mario Kempes Melahirkan Identitas Juara Argentina di Piala Dunia 1978
Mario Kempes adalah alasan Argentina jadi kampiun Piala Dunia 1978. Memotong kumis, merokok, dan memancing jadi tiga rahasia jitu mantan pemain Pelita Jaya itu membawa ”La Albiceleste” raih gelar perdana di Piala Dunia.
- Kempes meraih predikat ”pichichi” alias pencetak gol terbanyak Liga Spanyol pada dua musim beruntun di 1976-1977 dan 1977-1978.
- Berdasarkan arsip Kompas pada 21 Juni 1978, Menotti dan Asosiasi Sepak Bola Argentina (AFA) sempat mengalami kebuntuan dengan Valencia terkait permintaan agar Kempes bisa dilepas untuk Piala Dunia 1978.
- Kempes sempat memulai kariernya sebagai pelatih, yaitu di Pelita Jaya pada Liga Indonesia 1995-1996. Sebelumnya, ia bermain di klub itu pada 1993-1994.
Jika membicarakan Piala Dunia 1978 di Argentina tentu sangat erat kaitannya dengan satu sosok pesepak bola. Ia adalah Mario Kempes, pemain depan Argentina yang meraih gelar pencetak gol terbanyak dan pemain terbaik pada edisi itu.
Sebelum menyelenggarakan Piala Dunia untuk pertama kali pada 1978, prestasi Argentina tidak cukup mentereng dibandingkan dengan dua rival utama di Amerika Selatan, yaitu Brasil dan Uruguay. Hingga akhir dekade 1970-an dan memasuki edisi ke-11 Piala Dunia, Brasil telah memenangi tiga trofi dan Uruguay membawa pulang dua gelar juara dunia.
Adapun Argentina hanya mampu mencatatkan prestasi terbaik dengan menjadi runner-up di edisi perdana Piala Dunia pada 1930. Setelah itu, mereka bisa menembus perempat final di Inggris 1966, lalu gagal menembus fase gugur di empat edisi lainnya.
Untuk mengakhiri dahaga gelar dunia, rezim junta militer Argentina, yang mulai berkuasa Maret 1976, memberlakukan aturan ketat untuk mempersiapkan tim nasional yang tangguh demi meraih target juara pada 1978. Sejak 1 September 1976, pemerintah menerbitkan aturan yang melarang pemain Argentina berusia di bawah 28 tahun hijrah ke Eropa.
Hal itu agar memudahkan Pelatih Argentina Cesar Luis Menotti melakukan pemantauan pemain dan pemusatan latihan jangka panjang di dalam negeri. Beruntung Kempes bisa keluar dari aturan ”sangkar burung” Pemerintah Argentina yang melarang pemain mereka mengejar mimpi tampil di Eropa.
Baca Juga: Mahkota Pemisah Messi dan Maradona
Ia menjadi pemain Argentina terakhir yang meninggalkan negeri itu untuk bermain di Eropa. Kempes bergabung dengan Valencia dari Rosario Central, di musim panas 1976, hanya berselang beberapa bulan sebelum aturan larangan impor pemain itu disahkan.
Pemain berjuluk ”El Matador” tak bisa dimungkiri adalah mutiara paling bersinar milik Argentina di awal dekade 1970-an. Ia telah membela tim ”La Albiceleste” ketika belum genap 20 tahun di Piala Dunia 1974.
Di level klub, pemain yang berposisi murni sebagai gelandang serang itu tampil amat tajam dengan koleksi 85 gol dari 107 laga untuk Rosario Central pada periode 1974 hingga 1976. Performanya itu yang membuat Valencia kepincut untuk memboyongnya.
Keputusan Kempes untuk bermain di Spanyol membantunya berkembang. Ia meraih predikat pichichi alias pencetak gol terbanyak Liga Spanyol pada dua musim beruntun di 1976-1977 dan 1977-1978.
Ketajaman Kempes itu membuat Menotti tidak tertarik mencari gelandang serang dari Liga Argentina untuk membentuk tim di Piala Dunia 1978. Pasalnya, Menotti tidak puas dengan kualitas gelandang serang yang tersedia di liga lokal sehingga ia memasukkan Kempes.
Selain Kempes, Menotti awalnya juga memanggil bek tengah, Oswaldo Piazza, yang tampil di Perancis bersama Saint-Etienne. Akan tetapi, Piazza harus menutup mimpinya tampil di Argentina 1978 karena harus mendampingi sang istri yang mengalami kecelakaan, Mei 1978, di Paris, Perancis.
Baca Juga: Ancaman Tendangan Tim Kuda Hitam pada Grup F Piala Dunia 2022
Untuk memanggil Kempes, bukan perkara mudah. Berdasarkan arsip berita Kompas edisi 21 Juni 1978, Menotti dan AFA sempat mengalami kebuntuan dalam berkomunikasi dengan Valencia agar Kempes bisa tampil di Piala Dunia 1978.
Akhirnya, Argentina harus membayar 250.000 dollar AS atau sekitar Rp 103 juta kala itu sebagai kompensasi serta biaya asuransi kepada Valencia. ”Apa boleh buat. Kami membutuhkannya,” kata Menotti kala itu.
Performa tersendat
Namun, dana besar yang dikeluarkan Argentina itu awalnya tidak berbuah manis. Kempes gagal mencetak gol pada tiga di babak penyisihan putaran pertama. Mereka hanya duduk di peringkat kedua Grup 1 karena kalah dari Italia di laga terakhir.
Magis Kempes baru terasa di Grup B babak penyisihan putaran kedua. Ketika menghadapi Polandia, juara Grup 2, Kempes mencetak brace atau dua gol yang mengantarkan La Albiceleste menang 2-0.
Kemudian, Kempes juga menjadi pahlawan Argentina pada laga pamungkas Grup B itu menghadapi Peru. Argentina wajib mengalahkan Peru dengan keunggulan minimal 4-0 jika ingin menggeser Brasil di puncak klasemen sekaligus menyegel tiket ke partai final.
Pada laga itu, Kempes kembali mencetak dua gol, termasuk gol pembuka di menit ke-21. Tak ketinggalan, Leopoldo Luque juga menghasilkan brace, lalu kemenangan Argentina ditegaskan oleh gol dari Alberto Trantini dan pemain pengganti, Rene Houseman.
Baca Juga: Panggung Persimpangan Dua Generasi
Pemain berambut gondrong itu menyempurnakan performanya di Piala Dunia 1978 dengan mencetak dua gol ke gawang Belanda di laga final. Argentina menang 3-1 untuk mengangkat trofi Piala Dunia perdana di Stadion Monumental, Buenos Aires.
Ketika disinggung performanya yang buruk di tiga laga awal, Kempes menyebut dirinya masih beradaptasi dengan rekan setimnya. Ia bergabung dengan tim pada 8 Mei 1978 atau kurang dari sebulan jelang laga perdana Argentina pada 2 Juni 1978. Adapun rekan setimnya telah menjalani pemusatan latihan sejak Februari 1978.
Sejak tiba, saya mengalami pengalaman terbaik karena pelatih, staf tim, dan rekan setim memberlakukan saya dengan baik layaknya saya telah lama bersama mereka. Gol pertama (melawan Polandia) adalah pelepasan (beban) bagi saya.
”Sejak tiba, saya mengalami pengalaman terbaik karena pelatih, staf tim, dan rekan setim memberlakukan saya dengan baik layaknya saya telah lama bersama mereka. Gol pertama (melawan Polandia) adalah pelepasan (beban) bagi saya,” ujar Kempes kepada FIFA TV.
Tiga rahasia
Untuk keberhasilan Argentina mengangkat trofi Piala Dunia pertama, Kempes secara pribadi mengungkapkan ada tiga rahasia yang membantu dirinya bisa tampil memenuhi ekspektasi rezim diktator dan publik Argentina.
Pertama, Menotti meminta Kempes untuk memotong kumisnya jelang laga melawan Polandia. Kempes mengenang hal itu disarankan Menotti agar dirinya bisa lebih beruntung untuk mencetak gol.
Baca Juga: Christian Eriksen, Piala Dunia setelah Serangan ”Kematian”
”Pelatih berkata, ’Mengapa kami tidak bercukur sebelum kita bertolak ke Rosario (tempat laga Argentina di babak penyisihan putaran kedua)?’. Saya menjalankan sarannya dan saya tidak tahu apakah itu keberuntungan atau kebetulan saya bisa mencetak dua gol ke gawang Polandia. Setelah itu, pelatih selalu mengingatkan saya untuk bercukur,” kenang Kempes yang mencetak 20 gol dari 43 cap bersama Argentina.
Dua kegiatan lain yang menjadi rahasia ”El Matador” dan tim Argentina bisa tampil gacor di babak penyisihan hingga final di Piala Dunia 1978 adalah merokok dan memancing. Hal itu dilakukan karena skuad Argentina tertekan, terutama setelah tumbang 0-1 dari Italia di laga pamungkas babak penyisihan putaran pertama.
”Kami merasa gugup dan tertekan bukan sekadar akibat harapan pendukung, tetapi juga keinginan kami sendiri yang ingin menjadi juara,” ungkap Kempes kepada majalah Four Four Two edisi Juni 2018.
”Saya merokok untuk melawan rasa gugup itu. Tidak banyak, mungkin 10-12 batang per hari. Mayoritas dari kami melakukannya juga, kami saling berbagi. Bahkan, saya merokok satu batang bersama Hector Baley (kiper) di belakang bus sebelum kami menuju stadion,” tuturnya.
Baca Juga: Alphonso Davies, dari Kamp Perang ke Piala Dunia Qatar 2022
Kemudian, sebelum laga final, Kempes menjalani aktivitas lain, yaitu memancing. Aktivitas memancing itu dilakukan Kempes bersama Baley dan Americo Gallego (gelandang). Ide memancing itu pertama kali dicetuskan oleh Baley.
Setelah meminta izin kepada Menotti, mereka menyewa sebuah kapal untuk memancing di Sungai Parana. Di perairan yang melintasi tiga negara itu, yakni Argentina, Brasil, dan Paraguay, Kempes dan dua rekannya melepaskan kecemasan jelang final dengan berdiam beberapa jam untuk menanti kail mereka disambut ikan-ikan.
Mereka memulai aktivitas mancing pada pukul 05.00 ketika matahari belum terbit di ufuk hingga tengah hari. Mereka pun membawa puluhan ikan tangkapan mereka pada sesi latihan sore harinya.
”Kami kembali ke pusat latihan dengan beragam jenis ikan. Setelah latihan kami memasak ikan itu dan meja makan malam kami dipenuhi menu spesial sebelum menghadapi laga final. Pemain lain tidak percaya apa yang kami lakukan. Ini tentu aktivitas yang tidak bisa terjadi lagi saat ini,” kata pemain yang sempat memulai karier sebagai pelatih bersama Pelita Jaya di Liga Indonesia 1995-1996. Sebelumnya, ia bermain di klub itu pada 1993-1994.
Nama El Matador memang tak seharum Diego Armando Maradona yang mengikuti jejaknya menjadi aktor utama Argentina menjadi juara Piala Dunia 1986. Kempes pun kalah terkenal di sudut bumi lainnya dibandingkan dengan Lionel Messi.
Namun, nama Kempes tidak akan bisa hilang dari ingatan warga Argentina, utamanya warga kota Cordoba, Argentina, yang menghormatinya dengan mengganti nama stadion di wilayah itu menjadi Stadion Mario Alberto Kempes sejak 2010.