Kelompok Penggemar Keluhkan Sulitnya "Nobar" Piala Dunia 2022
Sejumlah kelompok suporter mengeluh sulitnya menggelar acara "nonton bareng" Piala Dunia 2022 di Jakarta menyusul ketatnya regulasi hak siar. Akibatnya, atmosfer menyambut ajang itu pun masih belum nampak saat ini.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah kelompok suporter sepak bola di Indonesia mengeluhkan redupnya atmosfer Piala Dunia Qatar 2022. Padahal, penyelenggaraan pesta sepak bola empat tahunan itu hanya tinggal menunggu hitungan hari. Sulitnya mengadakan acara "nonton bareng" diduga menjadi salah satu faktor penyebab sepinya Piala Dunia tahun ini.
Ketua European Football Fans Association atau EFFA Rinaldi, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (8/11/2022), mengatakan, sampai saat ini mereka belum merencanakan nonton bareng Piala Dunia. Perkumpulan 20 komunitas suporter klub sepak bola Eropa ini mengaku kesulitan mencari tempat dan sponsor untuk nonton bareng.
"Belum ada rencana nobar sampai saat ini. Terakhir kami nonton Timnas Inggris saat Euro (Piala Eropa) 2020. Sekarang lisensinya cukup rumit, tidak fleksibel untuk kami komunitas suporter. Apalagi ini acara besar Piala Dunia, pasti tidak sembarangan nonbar," kata Rinaldi.
Dia berharap pemegang lisensi atau hak siar di Piala Dunia untuk memberikan kemudahan bagi komunitas pecinta sepak bola agar bisa menggelar nobar Piala Dunia 2022. Bagi mereka, nobar bola memiliki sensasi yang berbeda daripada menonton dengan berlangganan di gawai masing-masing.
"Kalau bisa sih kan sepak bola ini tidak jauh dari fans. Semoga diperhatikan saja teman-teman ini. Sebenarnya sudah mudah komunikasi satu pintu saja lewat EFFA," tuturnya.
Manajer Bisnis dan Konten PT Indonesia Entertainment Grup Belafonti menjelaskan, hak siar yang mereka pegang dilindungi dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam pasal 118 undang-undang itu disebutkan, pelanggaran hak siar untuk kepentingan komersial dapat dipenjara empat tahun dan denda Rp 1 miliar. Sehingga, nonton bareng pertandingan sepak bola tidak bisa digelar sembarangan.
Sebenarnya tidak rumit. Silakan kontak kami. Kami terbuka untuk diskusi, juga bisa kasih harga UMKM atau nanti bisa barter program apa.
"Kita harus menghargai HAKI atau hak siar yang kami beli dari FIFA (Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional) itu. Harapannya, edukasi ini bisa tersebar dan diterima dengan baik. Belakangan ini juga kami gencarkan terus beberapa tempat yang melakukan pelanggaran nonton bareng," kata Belafonti.
Dia menyebut sebenarnya tidak sulit bagi pemilik tempat, komunitas, atau sponsor, untuk mengurus lisensi kepada pemegang hak siar Piala Dunia. Masalah harga pun masih bisa diperbincangkan secara bisnis. Sejauh ini, lanjut Belafonti, sudah banyak tempat yang memiliki lisensi Piala Dunia 2022 yang bisa didatangi oleh komunitas.
"Sebenarnya tidak rumit. Silakan kontak kami. Kami terbuka untuk diskusi, juga bisa kasih harga UMKM atau nanti bisa barter program apa," ucapnya.
Prosedur itu antara lain ditempuh Federasi Sepak Bola Belanda (KNVB) yang akan menyelenggarakan nobar skala besar bersama komunitas Oranje Indonesia (sebutan fans timnas Belanda di Indonesia) saat pertandingan kedua Grup A Piala Dunia Qatar antara Belanda dan Ekuador di Plaza Utara Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat (25/11/2022). Hingga saat ini, tiket nonton bareng bertajuk ”Oranje Indonesia Festival” itu sudah terjual lebih dari 1.000 tiket.
”Antusiasme fans Oranje di Indonesia sangat tinggi. Kami tidak sabar untuk merayakan sepak bola bersama dengan cara positif dan tentu saja dengan penuh nuansa oranye,” kata Staf Marketing KNVB Ilja Dijkstra saat dihubungi, Senin (7/11/2022).
Selain acara utama di Jakarta, KNVB juga akan menyelenggarakan acara nonton bareng bertajuk ”Oranje Indonesia Fan Tour” bersama komunitas di daerah-daerah, seperti di Ambon yang dikenal banyak pendukung Virgil van Dijk dan kawan-kawan.
Terkait penyelenggaraan Piala Dunia, FIFA memilih Qatar sebagai tuan rumah. Untuk kali pertama sepanjang sejarah, Piala Dunia akan digelar di Timur Tengah. Selain itu, Qatar juga menjadi negara terkecil kedua yang dipilih sebagai tuan rumah setelah Swiss pada 1954.