Nuansa nonton bareng yang biasa dilakukan masyarakat saat Piala Dunia kali ini akan berbeda karena mulainya penggunaan perangkat STB.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
KOMPAS, JAKARTA — Sejak penghentian siaran televisi analog per 2 November 2022 untuk wilayah Jabodetabek, penjualan set top box atau perangkat penerima siaran televisi digital terus meningkat. Kebanyakan warga membeli karena kebutuhan tontonan reguler, tetapi tidak sedikit pula untuk kebutuhan menonton siaran pertandingan Piala Dunia 2022 yang akan berlangsung di Qatar pada 20 November hingga 18 Desember 2022.
Dari pantauan Kompas di beberapa toko elektronik di Jakarta, Senin (7/11/2022), sejumlah pembeli mempertimbangkan perangkat STB yang bisa mencakup tayangan Piala Dunia. Apalagi, mereka yang tinggal di kawasan permukiman juga berupaya agar bisa mengakomodasi warga lain melakukan kegiatan nonton bareng atau nobar.
Seperti diketahui, TV analog telah menemani masyarakat Indonesia menikmati Piala Dunia hingga edisi terakhir 2018 di Rusia. Sementara itu, untuk edisi Piala Dunia Qatar, nuansa nobar yang sering dilakukan masyarakat akan sedikit berbeda dengan dimulainya penggunaan TV siaran digital.
Sebelumnya, lewat keterangan pers Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate (24/9) mengatakan, saat penggunaan STB akan membuat tayangan televisi lebih jernih, termasuk tayangan Piala Dunia. Masyarakat wilayah Jabodetabek yang sudah tidak bisa lagi menikmati TV analog lagi dituntut segera beralih ke siaran digital untuk menikmati tayangan Piala Dunia.
Saat ini, masyarakat khususnya di Jakarta mulai bersiap kembali menyambut perhelatan akbar sepak bola empat tahunan tersebut. Hakim (46), warga Penjaringan, Jakarta Utara, mengatakan, mulai membeli STB untuk menonton tayangan Piala Dunia. Sebagai ketua RW, dia sekaligus ingin mengakomodasi kebutuhan warga agar bisa nonton bareng.
”Biasanya kalau ada Piala Dunia, warga akan nobar di pos ronda. Makanya, mereka meminta untuk pengadaan STB,” kata Hakim ketika sedang membeli perlengkapan STB di sebuah toko elektronik di Jakarta.
Hal serupa juga diungkapkan Basir (51), warga Pancoran, Jakarta Selatan, yang juga membeli STB. Dia membeli untuk kebutuhan menonton televisi di rumah, namun karena ajang Piala Dunia semakin dekat, dia mempercepat waktu pembelian. Apalagi, rumahnya kerap menjadi tempat menonton bareng dengan keluarga saat ajang besar seperti Piala Dunia dan Piala Eropa. ”Takutnya kalau menunggu dekat mulai Piala Dunia, takut barangnya (STB) kehabisan atau bahkan makin mahal,” ujar Basir.
Mulyo (40), pemilik toko elektronik di Pasar Glodok, Jakarta Barat, menyebutkan, peningkatan signifikan penjualan terus terjadi dalam beberapa hari terakhir. Kendati demikian, dia tidak bisa memastikan peningkatan terjadi karena semakin dekatnya perhelatan Piala Dunia. Yang pasti, menurut dia, banyak masyarakat yang mempertimbangkan cakupan siaran Piala Dunia sebelum membeli perangkat STB.
Dia memprediksi peningkatan penjualan akan semakin meningkat mendekati perhelatan Piala Dunia. Saat ini saja, dirinya bisa menjual 100-200 perangkat STB dalam sehari dibandingkan sebelum penghentian siaran digital yang tak lebih dari 10 unit terjual. Angka itu akan semakin tinggi menuju hari pertandingan perdana Piala Dunia 2022.
Sementara itu, sejumlah warga di beberapa wilayah di Jakarta masih menunggu hingga perhelatan dimulai untuk membeli perangkat STB, seperti Darus (42), Warga Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dengan berbagai keterbatasan ekonomi, mereka belum membeli peralatan STB tersebut. ”Kami menunggu saja, toh pertandingan juga masih lama. Mungkin, kalau makin dekat pertandingannya nanti diusahakan bersama,” kata Darus.
Dihubungi terpisah, Direktur Indonesia Entertainment Group (IEG) Hendry Lim mewakili Emtek sebagai pemegang hak siar Piala Dunia Qatar 2022 mengungkapkan, tayangan Piala Dunia 2022 dapat dinikmati secara gratis masyarakat yang telah menggunakan perangkat STB.
Akan tetapi, dia mengingatkan agar masyarakat mematuhi aturan nobar Piala Dunia yang ditayangkan oleh Emtek. Dia menyebut, kegiatan nobar yang dilakukan dengan skala besar, apalagi ada indikasi komersialisasi, akan ditindak dengan denda hingga Rp 1 miliar.
”Tapi, kalau nobar-nya hanya di rumah sesama keluarga atau di pos ronda itu boleh-boleh saja,” kata Hendry.