Komnas HAM merekomendasikan moratorium liga sebagai buntut Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang dan ratusan korban luka-luka. Rekomendasi dikhawatirkan berujung pada sanksi FIFA seperti pada tahun 2015.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Rekomendasi Komnas HAM atas moratorium liga Indonesia dianggap oleh sebagian besar pihak sebagai bentuk intervensi terhadap Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia atau PSSI. Dampak dari intervensi tersebut, sepak bola Indonesia berpotensi dijatuhi sanksi oleh Federasi Sepak Bola Internasional atau FIFA. Agar terhindar dari sanksi, Kongres Luar Biasa atau KLB dapat menjadi salah satu pilihan.
Djoko Pekik Irianto selaku pengamat sepak bola Indonesia mengatakan, rekomendasi Komnas HAM tersebut dikhawatirkan bisa dianggap sebagai bentuk intervensi dan dapat berujung pada dijatuhkannya sanksi dari FIFA. Sebelum hal itu terjadi, Djoko menyarankan solusi alternatif lain, yakni Kongres Luar Biasa (KLB).
"KLB sebagai sebuah solusi agar terjadi reformasi total baik kelembagaan maupun program yang mampu mengakselerasi pembangunan sepak bola Indonesia menuju kancah prestasi dunia," kata Djoko saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (6/11/2022).
Pada tahun 2015 Indonesia dijatuhi sanksi oleh FIFA karena intervensi yang dilakukan oleh pemerintah. Saat itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui menterinya, Imam Nahrawi mengintervensi PSSI dengan menjatuhkan sanksi administrasi, yakni tidak mengakui atau ”membekukan” PSSI.
Sementara itu, kata Djoko, secara normatif, FIFA memiliki ketentuan tersendiri untuk mengukur ada atau tidaknya intervensi pemerintah terhadap federasi sepak bola di bawah naungannya. Selanjutnya, terkait kemungkinan Indonesia dikenai sanksi, Djoko menilai, FIFA akan mempertimbangkannya dengan matang karena Indonesia merupakan pangsa pasar sepak bola yang besar.
"Maka dari itu, sebaiknya pemerintah terus berkomunikasi dengan FIFA. Selain itu, seperti tertuang dalam statuta, KLB sebaiknya juga dilaksanakan atas dasar usulan voters, bukan kemauan pemerintah," lanjut Djoko.
Sebelumnya, Komnas HAM merekomendasikan agar Presiden RI Joko Widodo turut menggandeng FIFA dalam mengevaluasi tata kelola sepak bola Indonesia secara menyeluruh. Jika dalam waktu tiga bulan tidak ada langkah konkret, Komnas HAM meminta moratorium liga di bawah naungan PSSI.
"Harus ada perubahan mendasar. Mungkin ini terasa pahit, tetapi ini adalah sebuah refleksi atas kesalahan kita bersama," kata Komisaris Penyelidikan dan Pemantauan Komnas HAM Choirul Anam.
Harus ada perubahan mendasar. Mungkin ini terasa pahit, tetapi ini adalah sebuah refleksi atas kesalahan kita bersama.
Choirul menambahkan, moratorium liga dilakukan untuk memastikan seluruh pemangku kepentingan sepak bola dapat menjamin keselamatan dan keamanan semua pihak melalui sebuah regulasi. Berdasarkan temuan Komnas HAM, lanjut Choirul, seluruh perangkat pertandingan dan PSSI tidak memahami regulasi FIFA, khususnya pasal 19 tentang keamanan stadion.
"Korban yang meminta untuk pembekuan sebenarnya. Korban juga yang meminta untuk perubahan yang mendasar. Pergantian kepengurusan tidak akan menyelesaikan permasalahan dasar terkait sistem," lanjut Choirul.
Selain itu, penyelenggaraan pertandingan juga dinilai tidak profesional. Berdasarkan investigasi, Komnas HAM menemukan bahwa komisioner pertandingan tidak berlisensi FIFA. Padahal, lisensi tersebut merupakan sebuah indikator bahwa penyelenggaraan pertandingan dilakukan secara profesional.