Fernando Santos, “Bapak” Portugal yang Keras Kepala
Piala Dunia 2022 menjadi kesempatan kedua bagi Fernando Santos untuk menorehkan tinta emas bagi Portugal di ajang dunia. Di tengah keraguan ”fans”, Santos optimistis anak asuhannya bisa berprestasi di Qatar.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
Fernando Santos (68) telah dianggap sebagai ”bapak” sepak bola bagi masyarakat Portugal. Itu tidak lepas dari tangan dinginnya yang berhasil mengakhiri dahaga trofi untuk tim ”Selecao das Quinas” melalui Piala Eropa 2016 dan Liga Nasional Eropa 2018-2019.
Di luar prestasinya itu, Santos juga dikenal sangat teguh—jika enggan disebut keras kepala—dengan filosofi permainannya yang mengutamakan kemenangan di atas permainan indah. Dengan dua trofi turnamen kontinental tersebut, wajar apabila Santos bergeming dengan kritik yang menghunjamnya dalam beberapa tahun terakhir.
Bahkan, ketika banyak pendukung Portugal mendesak Federasi Sepak Bola Portugal (FPF) untuk mengakhiri kerja sama dengan juru taktik kelahiran Lisabon itu sebelum Piala Dunia 2022, Santos tetap percaya diri dengan tim dan pendekatan taktiknya. Padahal, satu tahun terakhir, Portugal diselimuti dua nasib buruk.
Pertama, mereka harus menempuh playoff babak kualifikasi untuk bisa menyegel tiket ke Qatar. Itu disebabkan mereka kalah pada laga penentuan perebutan posisi puncak grup kualifikasi dari Serbia.
Selanjutnya, yang kedua, Portugal juga tumbang dari Spanyol di laga pamungkas fase grup Liga Nasional Eropa, akhir September lalu, yang mengubur upaya mereka tampil di babak semifinal turnamen itu. Di dua laga penentu itu Portugal bermain di rumah sendiri.
Dua kegagalan itu memunculkan pesimisme di publik Portugal. Utamanya, mereka geram dengan tidak adanya perubahan permainan dari skuad Selecao das Quinas. Memiliki modal pemain kreatif, seperti Bernardo Silva, Bruno Fernandes, Joao Candelo, dan Vitinha, Portugal diharapkan tampil berani menyerang dengan penguasaan bola yang dominan atas lawan.
Namun, yang terjadi, Portugal tetap dengan pola permainan bertahan yang dalam serta mengandalkan serangan balik cepat. Sebagai gambaran, Portugal hanya mencatat rerata 50,7 persen penguasaan bola dari enam laga di fase grup Liga Nasional Eropa 2022-2023. Mereka tidak bisa mengimbangi tetangga sekaligus rival, Spanyol, yang mencatatkan rerata 68,5 persen penguasaan bola.
”Saya meninggalkan segala macam kritik karena tim bisa menang tanpa bermain atraktif. Saya tegaskan, tidak ada tim yang meraih kemenangan dengan bermain buruk, kami hanya bisa mengalahkan lawan jika tampil baik,” ujar Santos dilansir A Bola, beberapa waktu lalu.
Saya meninggalkan segala macam kritik karena tim bisa menang tanpa bermain atraktif.
Ketika disinggung hasil negatif yang didapatkan Portugal dalam beberapa laga penting terakhir, Santos menegaskan, hal itu akan menjadi pelajaran berharga bagi timnya di Piala Dunia 2022.
”Kami harus belajar dari kegagalan sebelumnya agar mencapai performa terbaik di Piala Dunia demi mengejar target juara. Pelajaran penting, contohnya, ketika melawan Spanyol lalu kami kalah, padahal bermain bagus. Jadi, kami tahu pentingnya efisiensi guna memanfaatkan setiap peluang,” katanya.
Pendekatan personal
Di luar sikapnya yang terkesan antikritik dari pihak luar, Santos tetap sosok yang dianggap ideal bagi Portugal saat ini. Pelatih yang telah menjalani karier kepelatihan di Liga Portugal dan Liga Yunani itu amat dicintai oleh pemain-pemain Portugal.
Kedekatan personal menjadi kunci bagi Santos untuk melekatkan relasinya dengan seluruh anak asuhnya. Faktor Santos yang membuat Pepe, bek veteran, masih berambisi tampil di Qatar meski telah berusia 39 tahun.
Santos yang memasuki tahun kedelapan memimpin Portugal juga menjadi sosok penting yang membantu Cristiano Ronaldo bisa menjadi pesepak bola pria dengan gol internasional terbanyak. Di masa Santos sejak 2014, Ronaldo telah mencetak 67 gol yang setara dengan 57 persen dari 117 golnya untuk Portugal.
Selain itu, ia juga sukses mengorbitkan pemain-pemain muda di tim senior Portugal, seperti Ruben Dias, Bruno Fernandes, Bernardo Silva, Joao Cancelo, Diogo Jota, hingga Rafael Leao. Kecermatan Santos itu yang menjaga stabilitas performa Portugal sehingga tidak pernah keluar dari sembilan besar peringkat FIFA sejak akhir 2014. Bahkan, Selecao das Quinas pernah menyentuh peringkat terbaik, yaitu posisi kedua, di era Santos.
Koneksi yang telah diciptakan pelatih dalam beberapa tahun terakhir menjadi keunggulan kami.
”Koneksi yang telah diciptakan pelatih dalam beberapa tahun terakhir menjadi keunggulan kami. Itu menjadi salah satu kekuatan yang bakal menentukan bagi harapan (juara) kami di Piala Dunia,” kata Dias dilansir laman FIFA.
Santos memang telah memberikan legasi besar bagi Portugal di turnamen Eropa, tetapi ia masih berambisi memberikan catatan emas bagi Tanah Airnya di ajang Piala Dunia. Qatar 2022 akan menjadi kesempatan Santos untuk menjawab kritik dan keraguan yang menyelimutinya dalam beberapa tahun terakhir. (REUTERS)