Grup E Piala Dunia 2022 bisa jadi bakal menyuguhkan hasil-hasil di luar dugaan. Penyisihan grup itu berpeluang menjadi penerus tradisi ”akuarium” Piala Dunia, yaitu ketika ikan-ikan kecil mampu melukai ikan besar.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
Sejak mengambil alih kepelatihan per 2 September 2021, Flick langsung tancap gas dengan membawa Jerman meraih delapan kemenangan beruntun.
Dalam kualifikasi Piala Dunia 2022, Spanyol melangkah pasti sebagai juara Grup B dengan catatan enam kemenangan, sekali imbang, dan sekali kalah.
Raksasa Asia, Jepang, memiliki DNA bushido alias filosofi hidup pantang menyerah, layaknya para kesatria atau samurai.
Spanyol dan Jerman, yang unggul di atas kertas, patut membuktikan diri sebagai tim besar untuk melangkah jauh di Piala Dunia Qatar 2022. Mereka tergabung bersama dua kuda hitam, Jepang dan Kosta Rika, di Grup E yang dianggap sebagai grup tersulit. Tanpa kerja ekstra keras, Spanyol dan Jerman bisa angkat koper lebih dini. Pil pahit itu pernah mereka rasakan, apalagi Piala Dunia selalu diwarnai kisah heroik para ”kurcaci”.
Maka, Spanyol dan Jerman akan datang ke Qatar dengan misi besar mengembalikan reputasinya. Mereka pernah merasakan kutukan, yaitu sebagai juara dunia bertahan yang tersingkir di penyisihan grup Piala Dunia.
Spanyol tersisih di penyisihan grup Piala Dunia Brasil 2014 seusai menjuarai Piala Dunia Afrika Selatan 2010. Sementara Jerman pulang lebih cepat di penyisihan Grup Piala Dunia Rusia 2018 seusai mengangkat trofi Piala Dunia 2014.
Namun, pada Piala Dunia tahun ini, Spanyol dan Jerman lebih percaya diri. Mereka hadir dengan wajah berbeda, diperkuat banyak pemain baru berusia muda dan bertalenta, serta dipimpin pelatih baru dengan taktik yang lebih segar. Performa mereka dalam perjalanan ke Qatar pun menjanjikan.
Seusai tersingkir di babak 16 besar Piala Dunia 2018, Spanyol menunjuk Luis Enrique sebagai nakhoda barunya. Penggawa tim ”Matador” era 1991-2002 itu membawa ”gerbong” baru pemain di timnya. Skuad yang mayoritas diisi pemain muda itu digadang-gadang sebagai tunas generasi emas jilid kedua tim ”La Furio Roja”.
Spanyol menjadi negara pertama yang menjuarai tiga kompetisi utama secara beruntun, yakni Piala Eropa Austria-Swiss 2008, Piala Dunia 2010, dan Piala Eropa Polandia-Ukraina 2012. Capaian gemilang itu diraih skuad generasi emas pertama mereka yang antara lain diperkuat Andres Iniesta, Xavi Hernandez, Carles Puyol, David Villa, dan Iker Casillas.
Skuad Spanyol asuhan Enrique saat ini mencoba meniti jalan yang sama dengan barisan seniornya itu. Bersama pemain muda berbakat, seperti penyerang Ferran Torres (22) dan gelandang Pedri (19), Spanyol menjadi semifinalis Piala Eropa 2020.
Dalam kualifikasi Piala Dunia 2022, mereka melangkah pasti sebagai juara Grup B dengan catatan enam kemenangan, sekali imbang, dan sekali kalah. Penampilan itu tidaklah buruk untuk Spanyol, tim yang tengah dibangun ulang dalam tiga tahun terakhir.
”Piala Dunia adalah kompetisi yang singkat dan sulit. Itu adalah final untuk semua tim karena semuanya bermain jauh dari rumah (kecuali tuan rumah). Namun, dengan pemain-pemain kami saat ini, tidak akan mudah (bagi lawan) untuk menghadapi kami. Untuk bisa mengalahkan kami, mereka (lawan) harus tampil sangat baik,” ujar Enrique penuh percaya diri dalam wawancara dengan Independent, Selasa (1/11/2022).
Setali tiga uang, Jerman juga tengah berevolusi seusai kegagalan total di Piala Dunia 2018 dan kandas di babak 16 besar Piala Eropa 2020. Jerman menunjuk Hansi Flick sebagai pelatih baru menggantikan Joachim Loew. Asisten pelatih tim ”Panser” 2006-2014 itu memberikan kesempatan wajah-wajah baru, seperti gelandang Jamal Musiala (19), Kai Havertz (23), dan striker Karim Adeyemi (20), untuk masuk skuad.
Meskipun tidak dapat menjamin kesuksesan, dapat dipastikan kami berada dalam kondisi terbaik untuk menghadapi lawan-lawan. Saya berharap, pada akhirnya, kinerja tim akan berbeda dibandingkan tahun 2018. (Hansi Flick)
Sejak mengambil alih kepelatihan per 2 September 2021, Flick langsung tancap gas dengan membawa Jerman meraih delapan kemenangan beruntun. Tujuh kemenangan di antaranya terjadi di Grup J kualifikasi Piala Dunia 2022. Jerman menjadi tim pertama yang meraih tiket ke Qatar dengan catatan sembilan kemenangan dan sekali kalah.
Meskipun tampil buruk di Liga Nasional Eropa musim 2022-2023, Flick tetap menaruh kepercayaan tinggi kepada timnya di Piala Dunia nanti.
”Kami selalu diawasi dan ekspektasi di Jerman sangat tinggi. Namun, kami mempersiapkan diri dengan baik. Meskipun tidak dapat menjamin kesuksesan, dapat dipastikan kami berada dalam kondisi terbaik untuk menghadapi lawan-lawan. Saya berharap, pada akhirnya, kinerja tim akan berbeda dibandingkan tahun 2018,” kata Flick dikutip FIFA.com.
”Bushido” Jepang
Akan tetapi, Spanyol dan Jerman tidak boleh lupa diri bahwa mereka akan bersaing dengan Jepang dan Kosta Rika. Raksasa Asia, Jepang, memiliki DNA bushido alias filosofi hidup pantang menyerah, layaknya para kesatria atau samurai.
Tim ”Matahari Terbit” selalu bermain penuh semangat, disiplin, dan tidak henti berjuang menjaga kehormatan hingga titik darah penghabisan. Spirit itu mereka buktikan di Piala Dunia 2018.
Saat itu, mereka menjadi runner-up grup dengan bekal satu kemenangan, sekali imbang, dan sekali kalah, sebelum kandas di babak 16 besar menyusul kekalahan dramatis, 2-3, dari Belgia yang saat itu difavoritkan juara.
Jepang berpeluang memperbaiki prestasinya di Qatar. Capaian tertinggi mereka sejauh ini adalah menembus babak 16 besar di edisi Korea Selatan-Jepang 2002, 2010, dan 2018.
Modal utama mereka kali ini adalah pengalaman sejumlah pemainnya yang berlaga di liga-liga elite Eropa, seperti bek Takehiro Tomiyasu yang membela Arsenal di Liga Inggris, gelandang Takumi Minamino (AS Monaco, Liga Perancis), dan gelandang Takefusa Kubo (Real Sociedad, Spanyol).
Skuad saat ini bisa dikatakan yang terbaik yang pernah dimiliki negara Shinto tersebut. Tak heran, Pelatih Jepang Hajime Moriyasu berani sesumbar dengan mematok target lolos ke perempat final Piala Dunia 2022.
”Kami adalah kelompok tangguh yang akan berjuang sampai akhir. Target kami perempat final, tidak kurang dari itu. Namun, mencapainya tidak akan mudah dan butuh dukungan besar,” tutur Moriyasu dilansir Olympics.com.
Berbeda dengan ketiga tim itu, Kosta Rika adalah tim terlemah di Grup E. Perjalanan tim ”Tiga Warna” itu ke Piala Dunia 2022 juga tidak terlalu mulus. Mereka harus berjuang mengalahkan Selandia Baru di laga playoff untuk meraih tiket ke Qatar.
Namun, Kosta Rika pernah menorehkan sejarah manis di Piala Dunia 2014. Ketika itu, sebagai tim paling lemah, ”The Ticos” justru memecundangi sejumlah raksasa, yaitu Uruguay, Italia, dan Inggris, untuk menjadi juara Grup D. Mereka lantas melangkah jauh, yaitu hingga perempat final, sebelum ditaklukkan Belanda dalam drama adu penalti.
Tim ini fokus pada apa yang diinginkan. Mereka sangat bersemangat dan telah mengalami peningkatan terus-menerus. (Luis Fernando Suarez)
Kendati gagal mengulangi sejarah besar itu di Piala Dunia 2018, Kosta Rika masih punya peluang berbuat banyak di Qatar. Mereka masih diperkuat beberapa veteran yang tampil di edisi 2014, seperti kiper Keylor Navas, gelandang Bryan Ruiz, dan striker Joel Campbell.
Di pengujung kariernya, secara fisik, barisan pemain senior itu memang tidak bisa diharapkan banyak. Akan tetapi, secara pengalaman, mereka adalah inspirator para yuniornya untuk menyamai prestasi besar yang pernah diukir pada 2014.
”Tim ini fokus pada apa yang diinginkan. Mereka sangat bersemangat dan telah mengalami peningkatan terus-menerus. Saya melihat profesionalisme, dedikasi, kecerdasan, dan kepemimpinan, dari mereka. Saya merasa tenang setiap kali berbicara dengan mereka,” ucap Pelatih Kosta Rika Luis Fernando Suarez dikutip Marca.
Mengingat kondisi atau peta persaingan tersebut, Grup E boleh jadi akan menyuguhkan hasil-hasil di luar dugaan. Grup E bakal menjadi episentrum penerus tradisi ”akuarium” Piala Dunia, yaitu di mana akan selalu ada ikan-ikan kecil yang mampu melukai ikan besar.