Formasi terbaru Liverpool, 4-3-1-2, tampak berbahaya karena pergerakan dinamis ketika menyerang. Meskipun mengalahkan Ajax Amsterdam, 3-0, ”Si Merah” belum mampu mendominasi laga seperti yang pernah dilakukan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
AMSTERDAM, KAMIS — Liverpool bagai punya seribu wajah musim ini. Manajer Liverpool Juergen Klopp terus-terusan berinovasi dengan menampilkan formasi berbeda. Wajah terbaru ”Si Merah” itu ditunjukkan ketika memastikan tiket ke babak 16 besar Liga Champions Eropa.
Liverpool lolos dari babak grup seusai menumbangkan Ajax Amsterdam, 3-0, di Arena Johan Cruyff, Kamis (27/10/2022) WIB. Lewat gol Mohamed Salah, Darwin Nunez, dan Harvey Elliott, mereka kokoh di peringkat kedua Grup A dengan koleksi 12 poin. Dengan satu laga tersisa, poin Liverpool itu tidak lagi bisa dikejar Ajax yang berada di peringkat ketiga dengan koleksi tiga poin.
Lewat hasil positif itu, Salah dan rekan-rekan mulai melupakan kekalahan dari juru kunci Liga Inggris, Nottingham Forest, pada akhir pekan lalu. ”Tentu saja hasil ini sangat membantu untuk memberikan dorongan. Kami merasa hebat malam ini dan lebih percaya diri menatap laga selanjutnya,” kata Klopp.
Sorotan pada laga itu tertuju ke perubahan taktik yang dilakukan Liverpool. Klopp, yang terkenal dengan formasi andalannya, 4-3-3, memainkan pakem 4-4-2 di beberapa laga terakhir, termasuk saat melawan Nottingham. Namun, sang manajer justru memilih formasi baru, 4-3-1-2, di Arena Johan Cruyff.
Salah dan Nunez berduet di lini depan, sementara Roberto Firmino berperan sebagai gelandang serang. Laga itu merupakan pertama kalinya Salah dan Nunez berduet sebagai penyerang tengah. Sebelumnya, duet yang pernah dicoba Klopp adalah Nunez dengan Firmino atau Salah dengan Firmino.
”Kami sedikit mengubah sistem. Kami harus melakukan itu. Saya berpikir itu masuk akal. Ajax tim yang sangat bagus dan penuh percaya diri. Karena itu, Anda harus menyesuaikan dengan permainan mereka. Kami melakukan itu dan terbukti baik-baik saja,” ujar Klopp.
Kedewasaan
Terlepas dari hasil, Liverpool sebenarnya tidak terlalu spesial dengan formasi baru itu. Mereka menang berkat kedewasaan dan kualitas pemain dalam penyelesaian akhir. Ajax, yang tampil menyerang sejak awal dengan formasi 4-3-3, lebih mendominasi hingga lima menit sebelum turun minum.
Formasi tersebut lebih dinamis dan fleksibel dengan pergerakan pemain yang tidak terduga. Liverpool pun lebih berbahaya ketika menyerang.
Hanya saja, tim asuhan pelatih Alfred Schreuder itu kurang tenang dalam penyelesaian akhir. Peluang emas Steven Berghuis membentur tiang, sementara tendangan Dusan Tadic terbentur bek Liverpool, Trent Alexander-Arnold.
Momentum pun berbalik pada menit ke-42. Ajax harus membayar mahal kesalahan antisipasi bek kanannya, Jorge Sanchez, dan kiper Remko Pasveer. Salah, yang sudah menunggu suplai dari rekan-rekannya, langsung mencetak gol dari tendangan pertamanya.
Keunggulan itu menaikkan moral Liverpool. Mereka bahkan bisa mengambil alih dominasi pada awal paruh kedua. Hasilnya, gol kedua datang dari Nunez lewat skema tendangan sudut pada menit ke-49. Tiga menit berselang, giliran Elliott yang memanfaatkan kebingungan di pertahanan Ajax.
Kata Elliott, mereka memang punya rencana bermain agak pragmatis, tidak mengincar dominasi penuh atas lawan. ”Ketika datang ke stadion seperti ini, Anda memang harus memanfaatkan sebaik mungkin peluang sekecil apa pun. Untungnya, kami sangat tajam,” ucapnya.
Lebih fleksibel
Meskipun tidak dominan, formasi baru itu lumayan menjanjikan dibandingkan 4-4-2. Formasi tersebut lebih dinamis dan fleksibel dengan pergerakan pemain yang tidak terduga. Liverpool pun lebih berbahaya ketika menyerang. Nunez dan Salah tidak hanya menunggu bola di garis pertahanan lawan. Mereka sering menjemput bola hingga lini tengah, terkadang mundur ke sisi sayap.
Pada saat bersamaan, Firmino bisa tiba-tiba maju menjadi penyerang tengah tambahan. Pergerakan dinamis itu berbuah gol ketiga Liverpool. Gol yang dicetak Elliott itu bermula dari pergerakan Salah ke lini tengah. Akibat ”gravitasi” Salah, pertahanan Ajax tertarik maju yang memunculkan celah di empat bek sejajar. Elliott pun berlari mengeksploitasi lubang itu sebelum akhirnya mendapatkan umpan terobosan dari Salah.
Salah jauh lebih bermanfaat dibandingkan ketika melawan Nottingham. Dalam formasi 4-4-2, kala itu, dia lebih banyak menunggu di depan. Tandemnya, Firmino, bertugas mundur mencari bola. Hasilnya, akses bola ke arahnya diputus pertahanan Nottingham. Pemain andalan tim nasional Mesir itu pun hanya menjadi kameo.
Pergerakan gelandang tengah Jordan Henderson dan Elliott juga cukup menarik. Mereka aktif maju untuk membantu serangan dari kedua sayap. Adapun gelandang jangkar Fabinho tetap bertugas di belakang untuk menangkal serangan balik.
Meskipun menjanjikan, Klopp belum tentu akan tetap mempertahankan pakem 4-3-1-2 pada laga-laga berikutnya. Dia akan menyesuaikan strategi dengan kondisi tim dan permainan lawan. Adapun setelah unggul 3-0, Nunez digantikan gelandang Curtis Jones. Lalu, Liverpool kembali ke formasi 4-3-3 yang menjadi andalan Klopp dalam enam tahun terakhir. (AP/REUTERS)