Liverpool harus terbiasa dengan turun naik performa karena sedang dalam adaptasi sistem baru. Kekalahan lawan Nottingham Forrest menandai masa turbulensi itu.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
NOTTINGHAM, SABTU — Dunia Liverpool serasa jungkir balik dalam sepekan. Sepekan usai menang atas juara bertahan Manchester City, ”Si Merah” takluk dari juru kunci Nottingham Forest. Masa turbulensi itu harus dihadapi karena mereka sedang beradaptasi dengan sistem baru manajer Juergen Klopp.
Liverpool kalah dari tuan rumah Nottingham 0-1 akibat gol tunggal penyerang Taiwo Awoniyi di City Ground pada Sabtu (22/10/2022) WIB. Datang dengan tren positif dua kemenangan beruntun, tim tamu tidak mampu menembus pertahanan blok rendah lawan yang disertai penampilan heroik kiper Dean Henderson.
Pastinya kami tidak bermain seperti yang seharusnya. Kami tidak menciptakan cukup peluang untuk mencetak gol. Kami juga tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada.
”Pastinya kami tidak bermain seperti yang seharusnya. Kami tidak menciptakan cukup peluang untuk mencetak gol. Kami juga tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada,” kata bek sayap veteran James Milner kepada BBC Sport.
Liverpool kembali memainkan formasi 4-4-2 di markas Forrest, formasi sama yang dipakai untuk menumbangkan City. Penyerang Mohamed Salah dan Roberto Firmino memimpin lini serang. Salah berperan sebagai ujung tombak, sementara Firmino bergerak bebas menjemput bola.
Namun, formasi baru Liverpool dan posisi baru Salah ternyata masih terlalu prematur untuk membongkar tumpukan pertahanan Nottingham. Setelah gagal mencetak gol selama 55 menit, mereka justru kecolongan akibat gol lawan dari skema bola mati yang berbau keberuntungan.
Pekan lalu, gol semata wayang Salah menghukum City yang bermain dengan garis pertahanan tinggi. Situasi seperti itu tidak ada lagi karena garis pertahanan Nottingham sangat dalam. Peran Salah sebagai penyerang tengah justru menjadi tidak efektif.
Akibat perubahan sistem 4-3-3 ke 4-4-2, Salah yang berposisi asli penyerang sayap mendapat peran baru sebagai ujung tombak. Dia sangat berbahaya dengan posisi lebih sentral. Catatannya, si ”Raja Mesir” mesti mendapatkan bola.
Mirisnya, Salah bagai elang yang terjebak di dalam sangkar pada laga tadi. Empat bek sejajar Nottingham yang dipimpin bek Scott McKenna sukses menutup ruang umpan kepadanya. Terbukti, Salah hanya 22 kali menyentuh bola. Jumlah itu lebih sedikit dari sentuhan kedua kiper di lapangan.
Liverpool pun kehilangan dua senjata saat bersamaan. Salah tidak mampu menjadi eksekutor di tengah. Sementara itu, tidak ada yang menggantikannya sebagai kreator dari sisi kanan. Adapun Si Merah hanya mengandalkan pemain muda Harvey Elliott dan bek sayap James Milner di sisi kanan.
Klopp tidak punya banyak alternatif untuk mengubah strategi. Salah tidak bisa digeser ke sisi kanan karena Liverpool sedang krisis penyerang. Pemain mereka sedang cedera, antara lain Darwin Nunez dan Diogo Jota.
”Kami datang dengan konsistensi, tetapi harus bertanding di tiga laga terakhir dengan skuad terbatas. Itulah yang terjadi. Kami tidak bisa mengubahnya. Kami harus bertarung melewati itu. Dari sisi hasil, seharusnya kami bisa lebih konsisten. Kami semestinya bisa lebih baik memanfaatkan peluang,” ujar Klopp.
Henderson, kiper tim nasional Inggris, menciptakan tujuh penyelamatan. Salah satunya, dia menggagalkan tandukan Virgil van Dijk pada injury time. Tim tuan rumah pun meraih kemenangan lagi setelah 9 laga beruntun gagal menang.
”Pastinya terasa sangat hebat. Kami sangat membutuhkan hasil ini karena sedang berada dalam rentetan hasil buruk. Hasil ini sangat penting untuk klub dan kota ini. Kemenangan ini bersejarah untuk kami, terutama untuk para pendukung,” kata manajer Nottingham Steve Cooper.
Turbulensi Liverpool
Masa-masa turbulensi performa itu tidak bisa dihindari Si Merah. Klopp sudah bertekad memakai sistem baru. Sang manajer selalu mengandalkan formasi 4-3-3 selama enam musim terakhir, termasuk pada awal musim ini. Namun, formasi itu tidak efektif lagi karena mereka hanya menang 2 kali dari 7 pertandingan liga.
Klopp pun memperkenalkan formasi 4-4-2 dalam enam laga terakhir di seluruh kompetisi. Sistem baru itu dipakai pertama kali saat bertemu Glasgow Rangers di Liga Champions, awal Oktober. Kata Klopp, sistem lama mereka sudah terlalu sempurna sehingga pemain merasa jenuh dan tidak memperhatikan detail lagi.
Turbulensi terjadi karena para pemain Si Merah masih beradaptasi. Terbukti, di liga, mereka sudah empat kali memakai 4-4-2. Hasilnya dua kali menang dan dua kali kalah. Adapun kemenangan 1-0 di dua laga diraih susah payah melawan City dan West Ham United.
Meskipun begitu, ada sisi positif yang bisa dipetik. Van Dijk dan rekan-rekan hanya kemasukan 1 gol dalam 3 laga terakhir. Adapun Liverpool kemasukan 9 gol dari 7 laga dengan sistem lama. Pertahanan mereka jauh lebih solid dengan sistem baru. Sebab, dua gelandang sayap ditugaskan mundur membantu pertahanan kedua sisi.
Di sisi lain, ciri khas ”gegenpressing” Liverpool tidak terlalu terlihat lagi. Kontrol di lini tengah juga berkurang karena hanya ada dua gelandang, dari sebelumnya tiga. Namun, risiko itu harus diambil Klopp untuk membangun ulang kejayaan Liverpool sekaligus menghindari kutukan musim ketujuh. (AP/REUTERS)