”Security Officer” Klaim Tidak Perintahkan Penutupan Pintu Stadion dalam Tragedi Kanjuruhan
Tersangka kasus Tragedi Kanjuruhan, security office Suko Sutrisno, membantah memberikan perintah penutupan pintu-pintu Stadion Kanjuruhan yang turut memicu kematian 132 jiwa penonton laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Tersangka kasus Tragedi Kanjuruhan, Suko Sutrisno, mengklaim tak memerintahkan penutupan Stadion Kanjuruhan saat laga Arema FC versus Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam, yang berakhir dengan horor berdarah kematian 130 jiwa penonton dan 2 anggota Polri.
Demikian diutarakan kuasa hukum tersangka Agus Salim Ghozali seusai pemeriksaan di Kepolisian Daerah Jawa Timur di Surabaya, Senin (17/10/2022) siang. Dalam laga Liga 1 yang berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan tim tamu Persebaya, Suko ialah security officer atau pejabat pengamanan bagian dari panitia pelaksana.
Suko satu di antara enam tersangka Tragedi Kanjuruhan di Kepanjen, Malang, Jatim.
Agus mengatakan, pemeriksaan pada Senin itu merupakan kegiatan serupa kedua setelah penetapan kliennya sebagai tersangka. Dalam pemeriksaan terkini, Suko menyampaikan kesaksian a de charge atau meringankan terhadap tersangka lainnya, yakni Abdul Haris, Ketua Panitia Pelaksana dari Arema.
”Pertanyaan dalam pemeriksaan cuma tiga terkait kejadian di Stadion Kanjuruhan,” ujarnya.
Agus melanjutkan, berdasarkan kesaksian Suko kepada tim penyidik, Suko tidak menginstruksikan penutupan pintu-pintu Stadion Kanjuruhan. Meski ada pintu-pintu yang tertutup, itu karena dalam kondisi rusak. Pintu-pintu yang tidak rusak dalam keadaan terbuka meski sebagian terlalu kecil.
Keberadaan pintu-pintu yang tertutup dipersoalkan dalam penyidikan Tragedi Kanjuruhan yang juga mengakibatkan 26 jiwa luka berat dan 579 jiwa luka ringan-sedang.
Pertanyaan dalam pemeriksaan cuma tiga terkait kejadian di Stadion Kanjuruhan. (Suko Sutrisno)
Dalam insiden itu, petugas keamanan menembakkan gas air mata yang memicu kepanikan penonton sehingga mereka berusaha menyelamatkan diri. Upaya penyelamatan diri itu menjadi kengerian karena jalan keluar termasuk pintu-pintu tidak dapat segera menyelamatkan penonton sehingga mengakibatkan 132 jiwa meninggal.
Pintu rusak
”Tidak ada instruksi menutup di klien kami. Di stadion juga ada pintu yang rusak, tetapi bukan kapasitas dari klien kami, melainkan pengelola (pemerintah),” kata Agus.
Kewenangan penjagaan pintu di stadion bukan sekadar dibebankan kepada pengamanan dari panitia pelaksana atau steward,melainkan aparatur negara yang terlibat, yakni Polri, TNI, dan aparatur pemerintah (satpol PP).
Dalam penyidikan Tragedi Kanjuruhan, tim penyidik Polda Jatim menetapkan enam orang sebagai tersangka. Selain Suko dan Abdul ialah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita.
Tiga tersangka lainnya ialah anggota Polri, yakni Kepala Bagian Operasional Kepolisian Resor Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto, Kepala Satuan Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Ahmad, dan Komandan Kompi 3 Satuan Brimob Polda Jatim Ajun Komisaris Hasdarman.
Mabes Polri telah mencopot dan mengganti Kepala Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Besar Ferli Hidayat dan Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Nico Afinta Karokaro.
Tiga tersangka dari sipil atau Akhmad, Abdul, dan Suko dikenai pelanggaran Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP serta pelanggaran Pasal 103 juncto Pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Tiga anggota Polri dijerat dengan pelanggaran Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP.
Peran para tersangka, di antaranya Suko, tak membuat dokumen penilaian risiko dan memerintahkan panitia untuk meninggalkan pintu gerbang stadion saat terjadi insiden penembakan gas air mata yang berujung kematian massal.
Abdul tidak membuat dokumen keselamatan dan keamanan bagi penonton. Akhmad tidak memastikan seluruh stadion untuk laga sepak bola di Indonesia memiliki sertifikat layak fungsi. Stadion Kanjuruhan yang ditunjuk oleh LIB untuk laga Arema melawan Persebaya itu belum memenuhi persyaratan karena masih memakai hasil verifikasi pada 2020.
Kabag Ops tak mencegah atau melarang penggunaan gas air mata untuk pengendalian massa meski mengetahui adanya larangan pemakaian benda tersebut dalam Regulasi FIFA tentang Keamanan dan Keselamatan Stadion.
Danki 3 Brimob dan Kasat Samapta memerintahkan anggota memakai gas air mata dalam pengendalian massa seusai laga sehingga memicu kepanikan dan kericuhan yang berujung kematian massal.
Mereka disangka memenuhi pelanggaran KUHP, yakni karena kesalahan (kealpaan) mengakibatkan orang lain mati, mendapat luka-luka berat, luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu.
Secara terpisah, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Dirmanto mengatakan, pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi tambahan akan dilakukan untuk percepatan pengungkapan kasus Tragedi Kanjuruhan. Sementara ini, belum ada penambahan tersangka.
”Saksi-saksi tambahan juga akan dipanggil untuk pemeriksaan di Polda Jatim,” ujarnya.