Sebagian dari korban Tragedi Kanjuruhan adalah anak-anak. Maka, perlu upaya serius agar menjadikan stadion sepak bola sebagai tempat hiburan yang ramah dan aman, termasuk bagi anak.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022), telah menelan 132 nyawa manusia. Sebanyak 35 orang di antaranya anak-anak. Para pemangku kepentingan harus menjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penonton, terutama anak-anak, agar kejadian serupa tidak terulang.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menyediakan regulasi atau payung hukum dalam dunia sepak bola yang ramah anak.
”Yang harus direalisasikan selain pengusutan Tragedi Kanjuruhan adalah memaksimalkan Undang-Undang Keolahragaan yang di dalamnya ada pasal mengenai suporter. Disebutkan bahwa suporter berhak mendapatkan perlindungan hukum, baik di luar maupun di dalam pertandingan,” kata Ketua Paguyuban Suporter Timnas Indonesia Ignatius Indro dalam webinar forum anak yang digelar oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sabtu (15/10/2022).
Dalam webinar bertajuk ”Perlindungan Anak Saat Pertandingan Olahraga” itu, Indro menambahkan, suporter tidak hanya identik dengan kaum laki-laki, tetapi termasuk perempuan dan anak-anak. Upaya mendapat perlindungan hukum itu dilakukan agar para penonton bisa menyaksikan pertandingan sepak bola sebagai hiburan dengan mendapat jaminan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan.
Adapun aturan tentang suporter yang telah tercantum dalam Undang-Undang Keolahragaan tersebut harus dibuat lebih mendetail. Terkait infrastruktur misalnya, stadion-stadion di Inggris sudah menerapkan kursi tunggal. Selain itu, jalur evakuasi pun telah dirancang sedemikian rupa agar penonton dapat menyelamatkan diri ketika berada dalam situasi berbahaya, seperti bencana alam.
”Dalam pembelian tiket, untuk anak di bawah umur, harus ada jaminan dan pendamping. Tempat duduknya pun dipisahkan dengan suporter fanatik yang biasanya duduk di belakang gawang. Jadi perlu ada sistem tempat duduk khusus untuk perempuan dan juga anak,” kata Indro.
Tidak hanya dari segi infrastruktur, terwujudnya jaminan dalam menonton pertandingan sepak bola harus melibatkan seluruh pihak yang terlibat dalam ekosistem sepak bola, seperti pihak keamanan, federasi sepak bola, suporter, pemegang hak siar, manajer tim, pengelola stadion, dan juga pemerintah.
Orangtua atau pengasuh harus berkomunikasi dan mendidik anak-anaknya tentang kewaspadaan yang kemungkinan bisa terjadi pada saat berolahraga atau saat sedang menonton pertandingan olahraga. (Bayu Rahadian)
Selain itu, pihak keamanan yang bertugas mengamankan jalannya pertandingan harus memahami standar operasional yang sudah ditetapkan oleh Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Adapun rivalitas antarsuporter sebaiknya diredam dengan mengingat bahwa sportivitas dan kemanusiaan jauh lebih penting.
”Jangan sampai peristiwa di Kanjuruhan hanya jadi sejarah kelam sepak bola Indonesia,” ujar Indro.
Peran orangtua
Selain pihak-pihak terkait sepak bola, orangtua sebagai sosok terdekat bagi anak diharapkan turut terlibat dalam menjamin keselamatan dan keamanan anak. Pengetahuan orangtua terkait medan atau kondisi lapangan dapat menjadi bahan pertimbangan, baik dari segi keamanan maupun keselamatan.
”Orang tua atau pengasuh harus berkomunikasi dan mendidik anak-anaknya tentang kewaspadaan yang kemungkinan bisa terjadi pada saat berolahraga atau saat sedang menonton pertandingan olahraga,” kata Asisten Deputi Pembibitan dan Iptek Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga dr Bayu Rahadian SpKJ.
Bayu menambahkan, ada beberapa aspek yang harus dipenuhi stadion sebagai fasilitas ramah anak, antara lain topologi bangunan, sirkulasi udara yang baik, adanya jalur khusus anak, bahan bangunan yang aman, informasi yang mudah dimengerti oleh anak, perangkat medis, petugas keamanan, tempat istirahat, dan toilet yang mudah diakses. Dengan terpenuhinya aspek tersebut, anak bisa mendapat kenyamanannya dalam menyaksikan pertandingan sepak bola.
Pembentukan karakter
Dengan menyaksikan pertandingan sepak bola atau olahraga lainnya, anak dapat mengambil hal-hal positif dari para atletnya. Salah satu sikap positif yang bisa dipelajari oleh anak adalah sportivitas.
”Fair play adalah suatu bentuk harga diri yang tecermin dari rasa hormat pada lawan, baik dalam kekalahan maupun kemenangan. Bisa juga tecermin dalam kerendahan hati ketika menang ataupun ketenangan atau pengendalian diri ketika kalah,” kata Bayu.
Namun, orangtua juga perlu mawas diri terkait potensi nilai-nilai negatif dalam pertandingan sepak bola. Nilai-nilai negatif tersebut bisa muncul dari umpatan ataupun tindakan suporter yang berlebihan.
Melalui serangkaian diskusi daring tersebut, diharapkan forum anak seluruh Indonesia dapat saling berbagi dan turut mengedukasi tentang jaminan keselamatan anak saat menonton pertandingan sepak bola. ”Ini menjadi kesempatan bagi forum anak seluruh Indonesia untuk memperoleh informasi dari pemangku kepentingan terkait penyelenggaraan olahraga yang ramah bagi anak,” kata Ciput Eka Purwianti Asisten Deputi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.