Di bawah kepemimpinan Graham Potter, Pierre-Emerick Aubameyang kembali menjadi sosok penyerang yang ditakuti pertahanan lawan. Dia menuliskan cerita terbaik untuk dirinya meskipun dalam kondisi tidak ideal.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, KAMIS – Karier penyerang Pierre-Emerick Aubameyang diwarnai ketidakpastian dalam setahun terakhir. Auba sempat dianggap sudah habis. Namun, dia justru mampu membalikkan peruntungan itu bersama Chelsea. Dengan sikap profesional, dia bersinar lagi di era baru Manajer Graham Potter.
Striker asal Gabon itu sudah berpindah klub dua kali dalam kurun kurang dari setahun. Terakhir kali bermain di Inggris bersama Arsenal, bahkan dia dituding tidak profesional. Manajer Arsenal Mikel Arteta mendepak sang kapten tim akibat isu indisipliner, yaitu bolos dan telat latihan.
Kariernya sempat menyala ketika pindah ke Barcelona akhir tahun lalu. Namun, Auba hanya bertahan enam bulan sebelum akhirnya berlabuh di Chelsea musim panas ini. Auba terpinggirkan akibat hadirnya runner-up gelar Ballon d’Or 2021, Robert Lewandowksi.
Tidak hanya itu. Rumah Auba juga dirampok dalam proses transfer ke Chelsea. Tulang rahangnya cedera akibat insiden itu. Setelah tiba di Chelsea, dia hanya menjalani satu laga bersama Manajer Thomas Tuchel. Auba yang ingin menjalin reuni dengan Tuchel harus menjadi saksi sang manajer dipecat.
Namun, segala ujian itu tidak mampu menghilangkan api dalam dirinya. Auba kembali menjawabnya dengan performa apik bersama ”Si Biru”. Lewat sumbangan satu gol, dia mengantar Chelsea menang atas AC Milan, 3-0, di Stamford Bridge, Kamis (6/10/2022) dini hari WIB.
Saya merasa dalam kondisi baik. Seperti yang saya katakan, saya mendapatkan sambutan hangat dari rekan setim dan para staf. Dan tentunya, semuanya akan lebih mudah jika Anda memenangi laga.
”Saya merasa dalam kondisi baik. Seperti yang saya katakan, saya mendapatkan sambutan hangat dari rekan setim dan para staf. Dan tentunya, semuanya akan lebih mudah jika Anda memenangi laga,” kata Auba, yang sudah tampil tiga kali di bawah kepemimpinan Potter.
Auba, peraih sepatu emas Liga Inggris 2018-2019, selalu menyumbang setidaknya satu gol atau asis dalam tiga laga tersebut. Dia sudah mencatat 2 gol dan 1 asis di era Potter, terbanyak di antara pemain lain. Sang manajer selalu menjadikannya starter meskipun akhirnya diganti pada paruh kedua.
Potter mengatakan, Auba mengalami masa sulit saat kedatangannya. Terutama akibat insiden perampokan itu. ”Saya pikir Anda bukan manusia jika tidak kesulitan dari sisi mental akibat insiden mengerikan itu. Tetapi, dia bisa melewati itu semua karena bersikap profesional, sangat profesional,” ucapnya.
”Kami menyadari itu. Karena itu, kami mendukung dan melakukan semua hal yang mungkin untuk dia. Membuat dia cepat melupakan insiden itu. Saya pikir hal terbaik baginya adalah bermain sepak bola. Sejauh ini, saya sangat terkesan dengan sikapnya,” lanjut sang manajer.
Auba nyaman dengan gaya mengalir ala Potter. Baik menjadi penyerang tunggal dalam formasi 3-4-3 atau bertandem dengan Kai Havertz dalam formasi 3-5-2. Dia mendapatkan peran bebas. Dari total 72 sentuhan dalam tiga laga, dia tampak bergerak ke segala arah separuh lapangan lawan.
Mantan penyerang Borussia Dortmund itu menyelesaikan problem Chelsea di lini depan. Adapun masalah itulah yang berujung kepada pemecatan Tuchel. Potter bisa sedikit tenang karena Auba ternyata belum habis meskipun sudah menginjak usia 33 tahun.
Seperti kata bek baru Chelsea, Kalidou Koulibaly, Auba adalah penyerang yang dibutuhkan setiap tim. Dia terbilang komplet karena punya sprint berkecapatan tinggi, insting membunuh di depan gawang, dan penempatan posisi sempurna.
”Semua orang tahu tentang Auba. Kami tahu dia adalah pemain yang sangat penting untuk tim ini. Dia sudah terbisa mencetak banyak gol di Liga Inggris. Dia akan memberikan kami pengalamannya. Semoga itu bisa membantu kami memenangi sesuatu musim ini,” tutur Koulibaly.
Satu-satunya masalah Auba hanyalah motivasi. Dia adalah salah satu penyerang terbaik jika sedang termotivasi. Namun, hal itu bisa berbalik ke arah sebaliknya. Hal itu terlihat jelas ketika Auba membela Arsenal selama lima musim.
Auba begitu dominan dalam tiga musim pertama, ketika baru saja merasakan atmosfer Liga Inggris. Dia menghasilkan 54 gol dalam 85 penampilan di liga. Setelah itu, penyerang dengan tinggi 1,87 meter tersebut hanya menyumbang 14 gol dalam 43 penampilan sebelum pindah ke Barca.
Uniknya, Auba yang sempat kehilangan ketajaman pada dua musim terakhir di Arsenal langsung bersinar lagi di Barca. Dia menghasilkan 11 gol dari 17 pertandingan di liga domestik. Performa apik itu yang dilanjutkannya bersama Chelsea musim ini.
Di sisi lain, kemenangan telak Chelsea atas Milan juga sekaligus menyudahi keraguan terhadap Potter. Si Biru tampak meyakinkan bersama skema Potter yang mirip dengan Tuchel. Keduanya sama-sama menumpukan titik serang dari sayap. Bedanya, Potter saat ini didukung penuh oleh para pemain dan petinggi klub. (AP/REUTERS)