Chelsea ibarat melakukan perjudian dengan menunjuk Graham Potter sebagai manajer baru. Pengalaman nihil Potter dalam persaingan di kompetisi level elite berpeluang menghadirkan bumerang bagi "Si Biru".
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
LONDON, JUMAT – Wafatnya Ratu Elizabeth II, Kamis (8/9/2022), memberikan hikmah tersendiri bagi manajer baru Chelsea Graham Potter. Juru taktik berkebangsaan Inggris itu punya waktu lebih banyak untuk melatih dan mengenal skuadnya menyusul penundaan semua pertandingan pekan ketujuh Liga Inggris, akhir pekan ini.
Jika tidak ada penundaan jadwal itu, Potter akan menjalani debut sebagai manajer Chelsea ketika bertandang ke markas Fulham, Stadion Craven Cottage, Sabtu (10/9) ini. Dengan agenda itu, maka Potter hanya punya waktu satu hari untuk bertemu semua pemain barunya sebelum bertarung di Liga Inggris.
“Si Biru” pun dijadwalkan akan menjalani laga selanjutnya ketika menjamu Salzburg pada pertandingan kedua fase grup Liga Champions, Kamis (15/9) pukul 02.00 WIB. Itu akan menjadi debut Potter tampil sebagai pelatih di kompetisi antarklub paling bergengsi di Eropa itu.
Banyak pihak meragukan kemampuan Potter untuk membawa konsistensi kepada Chelsea di sisa musim ini. Bahkan, penunjukan Potter sebagai manajer ketiga Chelsea asal Inggris di era Liga Primer seakan membawa nasib keduanya ke persimpangan jalan.
Jika sukses menangani tekanan dan mengelola skuad Chelsea dengan baik, Potter berpeluang memberikan prestasi bagi Si Biru. Namun, dengan nihilnya pengalaman melatih di level elite, Potter bisa gagal total meningkatkan “derajatnya” dari manajer kelas menengah ke kelas top di Liga Inggris, kompetisi terbaik di dunia.
Begitu pun bagi Chelsea. Apabila keputusan pemilik baru, Todd Boehly, itu tidak berjalan dengan baik, maka Chelsea berpeluang terlempar dari persaingan di papan atas Liga Inggris musim ini, lalu gagal pula memenuhi ekspektasi menjadi salah satu pesaing juara di Liga Champions.
Tidak bisa dipungkiri, Potter direkrut Boehly karena reputasinya yang membantu Brighton & Hove Albion sebagai salah satu tim kejutan di Liga Inggris musim ini. Brighton duduk di peringkat keempat hingga menjalani pekan keenam.
“Kunci Potter bisa membangun Brighton adalah keputusan manajemen memberi waktu, kesabaran, dan menganggap semua hasil laga sebagai bagian dari proses. Itu yang mustahil diberikan oleh setiap manajer Chelsea dalam dua dekade terakhir. Selain itu, Potter juga belum pernah berurusan dengan pemain yang punya ego besar dan berbiaya tinggi,” ujar Phil McNulty, Kepala Divisi Sepak Bola BBC, Jumat (9/9).
Kunci Potter bisa membangun Brighton adalah keputusan manajemen memberi waktu, kesabaran, dan menganggap semua hasil laga sebagai bagian dari proses.
Sebagai gambaran, Boehly memecat Thomas Tuchel akibat baru meraih tiga kemenangan dan telah menelan tiga kekalahan di tujuh laga pada dua kompetisi edisi 2022-2023. Padahal, Tuchel sudah mempersembahkan tiga trofi internasional, seperti Liga Champions, Piala Dunia Antarklub, dan Piala Super Eropa.
Sulit dibandingkan
Dari sisi kualitas dan pengalaman, sulit menemukan kesetaraan komparasi antara Potter dan Tuchel. Ketika tiba di Stadion Stamford Bridge, 26 Januari 2021, Tuchel telah berpengalaman memberikan gelar juara kepada Borusia Dortmund dan Paris Saint-Germain. Secara total, Tuchel telah mengangkat tujuh trofi bersama dua tim tersebut.
Pengalaman menangani tim bertabur bintang seperti PSG juga menjadi nilai lebih Tuchel yang membuatnya tidak mendapat masalah ketika memegang klub dengan skuad mewah milik Chelsea. Tuchel justru menganggap bintang-bintang Si Biru lebih “jinak” dibandingkan pemain PSG, di antaranya Neymar Jr atau Kylian Mbappe.
Di luar catatan apik di awal musim 2022-2023, Potter belum pernah mengantar dua timnya di kompetisi Inggris, Brighton dan Swansea, bersaing untuk memperebutkan gelar juara. Hal itu membuat sejumlah pihak membandingkan penunjukan Potter setara dengan keputusan Manchester United mengganti Sir Alex Ferguson dengan David Moyes, Juni 2013, atau ketika Liverpool menunjuk Brendan Rodgers, Juni 2012.
Moyes dan Rodgers datang ke MU dan Liverpool dengan potensi sebagai calon manajer top. Namun, keduanya gagal mempersembahkan trofi di dua tim tersebut meski telah difasilitasi dana transfer besar.
“Graham (Potter) adalah pelatih yang telah terbukti dan seorang inovator di Liga Inggris yang cocok dengan visi kami. Tidak hanya sangat bertalenta di lapangan, ia memiliki kemampuan untuk menjalankan visi kami di luar lapangan yang akan membuat Chelsea semakin sukses,” tutur Boehly tentang Potter dilansir laman klub.
Mengenai inovasi, Potter bersama Brighton musim ini bukan lah tim dengan inovasi besar dari sisi permainan di Liga Inggris. Catatan rerata 49,9 persen penguasaan bola membuat mereka berada di peringkat kesembilan tim dengan dominasi penguasaan bola.
Mereka kalah dari tim-tim medioker lain, seperti Leeds United (55,4 persen), Wolverhampton Wanderers (53,9 persen), dan Leicester City (53,7 persen).
Brighton pun hanya melakukan 427 operan per laga, lalu menciptakan 310 umpan pendek sukses per laga. Itu membuat mereka ada di luar 10 besar dalam statistik operan itu. Jumlah itu amat jauh dari 554 operan per laga dan 443 umpan pendek sukses per laga yang telah dicatatkan Chelsea di musim ini.
Selain memiliki tugas berat untuk mempertahankan permainan atraktif dan menyerang Chelsea di era Tuchel, Potter juga dibayangi ekspektasi trofi juara. Dalam dua dekade era Chelsea di bawah kepemilikan Roman Abramovich, lima trofi liga dan dua gelar Liga Champions dipersembahkan oleh para manajer impor.
Tiga trofi liga hadir di era Jose Mourinho (Portugal), kemudian Carlo Ancelotti dan Antonio Conte, duo Italia yang sama-sama memberikan sebuah gelar liga. Si Biru mengangkat trofi “Si Kuping Besar” bersama Tuchel dan Roberto Di Matteo (Italia).
Premier League, operator Liga Inggris, memutuskan untuk menunda 10 pertandingan pekan ketujuh. Dimulai dari laga Fulham versus Chelsea, Sabtu (10/9) pukul 18.30 WIB, hingga Leeds kontra Nottingham Forest, Selasa (13/8) pukul 02.00 WIB.
CEO Premier League Richard Masters mengungkapkan, penundaan itu adalah keputusan bulat dari 20 tim pada rapat yang berlangsung di London, Jumat pagi waktu setempat.
“Ini adalah waktu yang luar biasa sedih tidak hanya bagi bangsa kami, tetapi juga untuk jutaan orang di seluruh dunia yang mengagumi Yang Mulia Ratu Elizabeth II. Kami bergabung bersama semua orang yang berduka atas kepergiannya. Pembaruan mengenai lanjutan jadwal liga di masa berkabung akan disampaikan selanjutnya,” kata Masters. (AFP)