Fabio Quartararo mengalami mimpi buruk di Thailand karena kehilangan performa hingga gagal meraih poin krusial dalam perburuan juara MotoGP. Mimpi buruk itu bisa terus berlanjut dalam tiga seri tersisa.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
ANDORRA LA VELLA, SELASA — Fabio Quartararo memasuki masa yang sangat sulit setelah balapan MotoGP seri Thailand yang awalnya penuh dengan optimisme, akhir pekan lalu, berubah menjadi bencana. Hujan yang mengguyur Sirkuit Internasional Chang, Buriram, menguak kelemahan Quartararo saat balapan di trek basah.
Kelemahan yang terus dia kikis itu, ternyata masih membelenggu dalam kondisi cuaca ekstrem. Namun, Quartararo tidak memiliki waktu untuk meratapi bencana di Thailand, karena dalam tiga balapan tersisa, dia hanya bisa menyerang untuk menjaga peluang juara tetap menyala.
Balapan dalam kondisi trek basah memang menjadi kelemahan Quartararo. Dia menyadari itu dan berusaha terus memperbaiki dengan perubahan gaya membalap yang lebih lembut saat trek basah, serta dukungan mekanik untuk meyetel elektronik motor. Usaha itu mengikis banyak kelemahan Quartararo sehingga dia mampu finis di posisi kedua dalam balapan sangat basah di Sirkuit Mandalika, Indonesia, Maret lalu.
Performa di Mandalika itu, saat Quartararo menusuk dari posisi kelima hingga finis di podium kedua, membangkitkan kepercayaan diri saat trek basah. Namun, dalam situasi yang mirip dalam balapan di Buriram, Quartararo tak berdaya. Direktur Tim Monster Energy Yamaha Massimo Meregalli menduga, penyebabnya adalah daya cengkeram aspal di Buriram yang tidak selengket Mandalika dalam kondisi trek basah.
Quartararo pun langsung kehilangan 13 posisi di lap pertama, setelah start dari posisi keempat. Dia finis di urutan ke-17 dan tidak meraih poin. Adapun pesaing terdekatnya, pebalap tim pabrikan Ducati Francesco Bagnaia, mengemas 16 poin. Quartararo pun tinggal unggul dua poin dari Bagnaia, dengan sisa tiga balapan di Australia, Malaysia, dan Valencia.
Berada di belakang banyak pebalap dalam kondisi trek yang sangat basah merupakan bencana besar. Jarak pandang sangat terbatas karena cipratan air dari motor-motor di depannya, mengaburkan orientasi untuk membaca titik-titik pengereman, serta menggerus nyali. Quartararo menyebut momen itu bak mimpi buruk. Rekan setimnya, Franco Morbidelli, mengaku itu balapan paling menakutkan dalam hidupnya. Pebalap KTM Brad Binder menilai kondisi itu seperti kepala ditutupi selimut. ”Sebuah mimpi buruk,” tulis Quartararo dalam akun media sosialnya.
”Sangat disayangkan kami mendapati balapan yang sangat buruk dan tidak bisa meraih poin. Setelah akhir pekan yang sangat bagus pada kondisi kering, hujan mengguyur sebelum balapan. Kami biasanya cepat tahun ini, tetapi entah mengapa kami mengalami kesulitan, masalah, dan feeling yang sangat jelek. Saya ingin berterima kasih kepada Thailand,” pungkas pebalap berjuluk El Diablo itu.
Kini, Quartararo bersiap untuk bangkit dalam balapan di Sirkuit Phillip Island, Australia, 14-16 Oktober. Dia memiliki peluang yang cukup baik untuk meraih poin besar di Australia, juga dalam seri Malaysia, 21-23 Oktober. Adapun dalam balapan penutup di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, 4-6 November, peluangnya untuk tampil kompetitif lebih kecil.
Namun, saat ini tidak ada pilihan lain bagi Quartararo selain menyerang, dan mengambil risiko lebih besar. Apalagi, saat ini pendulum momentum berpihak pada Bagnaia. Dia jelas akan mendapat dukungan dari tujuh pemacu Desmosedici GP, meskipun Ducati tidak mengeluarkan team order, dan Bagnaia menegaskan tidak menginginkan bantuan.
Sebuah mimpi buruk. Sangat disayangkan kami mendapati balapan yang sangat buruk dan tidak bisa meraih poin.
Kesanggupan membantu Bagnaia dalam perburuan gelar juara itu sudah dinyatakan dengan tegas oleh Manajer Tim Mooney VR46 Pablo Nieto. Selain itu, keputusan pebalap Pramac Racing Johann Zarco untuk tidak mengambil risiko dengan mendahului Bagnaia dalam dua lap terakhir di Buriram merupakan solidaritas nyata sesama pebalap Ducati.
Apa yang dilakukan oleh Zarco itu dinilai oleh pebalap Repsol Honda, Marc Marquez, sebagai rasa hormat yang spesial antarpebalap Ducati. Namun, dia juga mengakui, motor Ducati musim ini dua langkah di depan pabrikan lainnya. Oleh karena itu, dia lebih mengunggulkan Ducati dalam persaingan juara yang tinggal tiga seri ini.
”Saya bertaruh pada motor Pecco. Maksud saya, Ducati adalah Ducati dan banyak pebalap bagus bersama mereka. Tetapi Fabio adalah Fabio, dia membalap dengan sangat bagus. Kelemahan dia mungkin pada kondisi hujan, seperti hari ini (di Thailand), apa yang terjadi trek akan menarik untuk dilihat,” tegas Marquez.
Namun, Quartararo merupakan pebalap yang mampu membuat perbedaan. Sejak debut di MotoGP pada 2019, dia menjadi satu-satunya pemacu M1 yang bisa kompetitif di trek-trek yang biasanya Yamaha kewalahan. Musim ini pun, dia mampu mengompensasi kelemahan M1 dalam akselerasi dan kecepatan puncak dengan gaya membalap yang penuh risiko karena selalu di limit pengendalian. Kemampuan Quartararo itulah yang membuat dia bisa memimpin klasemen pebalap sejak MotoGP kembali ke Eropa hingga saat ini.
”Akan sulit bagi mereka (Ducati, untuk memenangi kejuaraan) dan Fabio tetap pebalap yang harus dikalahkan,” tegas pebalap Aprilia, Aleix Espargaro, yang kini di posisi ketiga klasemen, terpaut 20 poin dari Quartararo.
Espargaro juga masih memiliki peluang untuk juara. Dia bisa tampil kompetitif di Phillip Island, serta Sepang. Dalam tes pramusim lalu, Espargaro melesat di Sepang dan menikmati performa apik di sana. Dalam tiga balapan terakhir ini, apa pun masih bisa terjadi.