Kualitas calon rookie IBL, seperti musim-musim sebelumnya, masih di bawah ekspektasi. Pilihan rookie untuk musim depan semakin terbatas akibat bertabrakan dengan seleksi nasional Indonesia Patriots.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS – Klub IBL belum puas dengan kualitas dan kuantitas calon rookie untuk draft 2022. Mereka diragukan mampu bersaing langsung di level profesional. Minimnya pilihan itu terjadi akibat banyak pemain yang diambil untuk seleksi Indonesia Patriots atau tim nasional muda.
Gelaran IBL Rookie Combine pada 26-29 September 2022 di Aim High, Tangerang, telah usai digelar. Sebanyak 32 calon rookie, di antaranya 12 rookie rekomendasi atau pemain binaan klub, mengikuti rangkaian kegiatan pelatihan dan pertandingan. Mereka dipantau langsung oleh para pelatih klub.
Asisten pelatih Pelita Jaya Bakrie Jakarta, Jap Ricky Lesmana, menjadi salah satu yang hadir dalam latih tanding pada Jumat (29/9/2022). Selain memantau rookie rekomendasi tim, Aldy Izzatur, dia juga sedang mencari pemain lain yang akan diambil dari dalam draft.
“Jujur kualitasnya masih kurang. Apalagi kalau bicara tinggi badan, itu kurang sekali. Akan timpang kalau main di IBL karena size terlalu kecil. Kalau dibandingkan, rookie combine musim lalu masih lebih bagus dari kali ini,” ucap Ricky.
Calon rookie, di luar rekomendasi, memiliki tinggi badan sekitar 1,71-1,88 meter. Mereka mayoritas berposisi guard dan forward, tidak ada pemain center. Adapun rentang usia mereka adalah 18-25 tahun, yang kemungkinan sulit bertambah tinggi lagi.
Ada beberapa pemain yang mampu tampil solid dalam latih tanding, seperti shooting guard asal Medan Ryan Mauliza (22) dan shooting guard asal Pontianak Franzislyo Tjong (19). Namun, lebih banyak calon rookie yang masih gugup dan banyak melakukan kesalahan sendiri.
Di sisi lain, jumlah pemain yang bisa dipilih 15 klub dalam draft hanya 20 pemain. Jumlah pilihan itu menurun drastis dibandingkan rookie combine musim lalu, sejumlah 35 pemain di luar rookie rekomendasi. “Jumlah yang sedikit itu semakin menyulitkan kami untuk memilih,” tambah Ricky.
Direktur Utama IBL Junas Miradiarsyah menjelaskan, program rookie combine tahun ini memang bersilangan dengan seleksi nasional Indonesia Patriots. Adapun Pengurus Pusat Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (PP Perbasi) mengumpulkan bakat terbaik dari 10 kota untuk masuk Patriots.
PP Perbasi ingin membangun lapisan skuad di bawah timnas senior, untuk regenerasi berjenjang. Alhasil, menurut Junas, IBL hanya mendapatkan kelebihan pemain dari seleksi tersebut. “Tahun ini program scouting untuk mencari dari luar (daerah) dimodifikasi karena ada seleknas,” ucapnya.
Agar tidak bertabrakan, tim pencari bakat IBL pun diselaraskan dengan seleknas. Sosok yang terlibat adalah para asisten pelatih timnas, antara lain Wahyu Widayat Jati dan Johannis Winar.
Jujur kualitasnya masih kurang. Apalagi kalau bicara tinggi badan, itu kurang sekali. Akan timpang kalau main di IBL karena size terlalu kecil.
Minimnya bakat baru itu membuat IBL kembali mengizinkan rookie rekomendasi musim ini. Namun, IBL membatasi setiap klub hanya boleh satu pemain, dari awalnya tiga pemain. Sebelumnya, rookie rekomendasi hanya direncanakan berlaku untuk tiga musim, pada 2020 – 2022.
Adapun kehadiran program seleknas Patriots membuat ekosistem pembinaan menjadi terbalik. Biasanya, pemain muda masuk ke klub lebih dulu. Lalu menjadi yang terbaik di liga sebelum dipanggil ke timnas. Saat ini, pemain potensial tersebut langsung masuk ke timnas muda terlebih dulu.
Selain itu, lubang dalam jenjang kompetisi sebelum IBL juga menjadi problem pencarian bakat. “Sekarang belum sempurna jembatannya. Level SMA sudah bagus sekali. Untuk setelah itu dan sebelum masuk IBL perlu difokuskan, terutama di level mahasiswa,” ujarnya yang berperan juga sebagai Direktur Utama Liga Mahasiswa itu.
Salah satu anggota tim pelatih dalam rookie combine, Amin Prihantono, menilai para calon debutan memang tidak terlalu ideal dalam ukuran. Meskipun begitu, mereka tidak takut bersaing dengan pemain yang lebih besar. Mentalitas itulah yang dibutuhkan untuk bisa tampil di level profesional.
“Pasti butuh waktu untuk mereka menyesuaikan diri sebelum main di IBL. Mulai dari kemampuan individu dan pemahaman terhadap sistem tim. Namun, saya percaya mereka bisa bersaing. Mayoritas berasal dari daerah yang intensitas latihannya berbeda, belum sebaik di Jakarta,” jelas Amin.