Sistem draf rookie seperti NBA dinilai belum cocok untuk IBL. Namun, IBL justru menggunakan kembali dan memperketat sistem itu pada musim depan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sistem perekrutan rookie IBL musim depan semakin menyerupai NBA. Namun, di tengah mimpi untuk menyamaratakan kualitas antarklub, sistem itu dinilai masih terlalu prematur. Kenyataannya, perekrutan rookie dari jalur pemain binaan klub jauh lebih efektif.
IBL telah mengumumkan, rookie rekomendasi atau pemain binaan akan dibatasi hanya satu pemain setiap klub pada musim 2023. Selebihnya para klub akan mengambil rookie lewat jalur draf dari pemain yang sudah disediakan IBL. Tim peringkat terendah akan memilih lebih dulu dalam draf.
Lewat pembatasan jalur pemain binaan, IBL semakin mirip NBA. Perekrutan rookie di NBA seluruhnya melewati sistem draf. Adapun musim lalu, IBL belum membatasi jumlah pendaftaran pemain binaan dari klub.
Manajer klub Amartha Hangtuah Jakarta, Ferri Jufry, menilai, sistem itu kurang tepat untuk IBL. Klub sangat menumpukan regenerasi lewat pemain binaan. Mereka bisa memantau pemain berbakat dari daerah, lalu membinanya hingga siap tampil di liga profesional.
”Biar klub yang cari kebutuhannya sendiri. Buat apa mengambil dari draf kalau ujung-ujungnya tidak dipakai. Karena kualitas calon rookie dari IBL sudah bertahun-tahun kurang. SDM-nya belum siap,” kata Ferry saat dihubungi pada Rabu (28/9/2022).
Sejak draf diperkenalkan pada 2018, nyaris tidak ada rookie terpilih yang mampu bersinar di liga. Sebaliknya, sejak pemain binaan kembali diperbolehkan tiga tahun terakhir, debutan dari jalur itu selalu terpilih menjadi Rookie of The Year IBL.
Keraguan terhadap kualitas itu terjadi lagi jelang musim baru. Nama dalam daftar 20 pemain di draf, tidak sementereng 12 pemain rekomendasi, seperti Julian Chalias dan Aldy Izzatur. Jumlah pilihan di draf juga berkurang drastis dari musim lalu yang mencapai 35 pemain.
Minimnya pemain berbakat disebabkan ekosistem kompetisi belum siap. Tidak ada liga reguler yang kompetitif di level universitas, sebelum IBL. IBL pun kesulitan mencari bakat baru. Hal itu berbeda jauh dengan NBA, yang punya ekosistem kompetisi universitas terbaik dalam NCAA.
Menurut Ferri, klub justru bisa mengisi kekosongan bakat dan kompetisi tersebut dengan program pemain binaan. Mereka tidak hanya memantau dan merekrut pemain dari berbagai daerah. Klub juga bertanggung jawab memoles pemain, termasuk memperhatikan kesejahteraannya.
”Kami tidak takut bersaing dengan klub besar dalam soal membina. Semua punya strategi masing-masing. Klub seperti kami mencari ke daerah-daerah, sedangkan klub besar mengambil pemain sudah jadi. Terbukti kami bisa melahirkan pemain seperti Hardianus Lakudu dan Abraham Wenas dengan cara itu,” pungkas Ferri.
Pelatih DNA Bima Perkasa Jogja, Efri Meldi, merasakan pengaruh positif sistem pemain binaan. Ketika menukangi Satya Wacana Salatiga selama belasan tahun, dia selalu bisa melahirkan pemain hebat lewat sistem itu. Salah satunya Most Valuable Player IBL 2019 Kaleb Ramot Gemilang.
Regulasi harus jelas sehingga rookie harus dari draf semua. Jadi kesempatan klub untuk naik level juga besar. Kita harus siap dengan perubahan itu.
Namun, Meldi justru berharap IBL memberlakukan total sistem draf seperti NBA. Tidak ada jalur pemain binaan lagi. Sehingga, klub dengan peringkat rendah punya kesempatan untuk mengambil calon rookie terbaik.
Dalam dua musim terakhir, banyak klub besar ”mencuri” pemain yang bermain di Indonesia Patriots, tim nasional muda, sebagai rookie rekomendasi. Jika sistem draf berlaku, seharusnya bakat baru itu berpotensi masuk ke klub kecil.
“Saya berpikir tidak baik juga jika selamanya mengandalkan pemain binaan. Tim-tim (menengah ke bawah) akan seperti itu terus. Regulasi harus jelas sehingga rookie harus dari draf semua. Jadi kesempatan klub untuk naik level juga besar. Kita harus siap dengan perubahan itu,” kata Meldi.
Juga, tambah Meldi, agar pemangku kepentingan bola basket akan fokus total membenahi level kompetisi sebelum IBL. Perbaikan ekosistem itu tidak akan menjadi prioritas jika pembinaan hanya dibebankan kepada klub.
Direktur Utama IBL Junas Miradiarsyah menjelaskan, rookie rekomendasi awalnya muncul lagi pada musim 2020. Penyesuaian dari sistem draftotal itu dilakukan sebagai kompensasi terhadap para klub. Mengingat banyak klub butuh tenaga baru karena pemainnya dipanggil tim nasional.
Adapun IBL Rookie Combine 2022 telah dimulai sejak Senin lalu. Sebanyak 32 calon rookie, termasuk pemain rekomendasi, diberikan pelatihan selama empat hari oleh asisten pelatih nasional, seperti Wahyu Widayat Jati dan mantan pemain, antara lain Amin Prihantono.