Harry Maguire, bek termahal sejagat, bakal menjalani pekan terpenting dalam hidupnya setelah tampil buruk dan kehilangan tempat di Manchester United. Ia berkesempatan menebus dosa di tim ”Tiga Singa”.
Oleh
YULVIANUS HARJONO
·5 menit baca
AP/DAVE THOMPSON
Ekspresi bek Manchester United, Harry Maguire, saat menghadapi Real Sociedad pada laga Grup E Liga Europa di Stadion Old Trafford, Manchester, Kamis (8/9/2022). MU takluk, 0-1, pada laga itu.
Dua bulan terakhir, di Liga Inggris, tiada pemain lainnya yang lebih patah hati dan terpuruk selain Harry Maguire. Berstatus bek tengah termahal sejagat dengan harga 95,7 juta dollar AS (Rp 1,4 triliun) saat dibeli Manchester United dari Leicester City pada Agustus 2019, Maguire kini lebih sering menjadi ”penonton” di timnya sekaligus bulan-bulanan suporter. Ia bahkan terancam kehilangan ban kapten secara permanen.
Nama Maguire kembali menjadi sorotan setelah CIES Football Observatory, Senin (19/9/2022), merilis hasil studinya yang mengungkap ”Setan Merah” adalah klub paling konyol sejagat dalam hal pembelian pemain. Mereka dinilai overpaid alias membayar terlalu banyak untuk sejumlah pemain, termasuk Maguire, sejak lengsernya Manajer Sir Alex Ferguson, satu dekade lalu.
Total 2,4 miliar dollar AS (Rp 35 triliun) telah dihabiskan MU untuk belanja pemain sejak musim 2012-2013. Angka itu termasuk yang tertinggi sejagat. Namun, mayoritas bintang baru itu gagal bersinar. Buktinya, tidak sekalipun mereka menjadi juara Liga Inggris sejak 2013. Prestasi terbaik mereka di kompetisi domestik pada era pemborosan itu adalah Piala FA pada 2016 dan Piala Liga Inggris pada 2017.
Padahal, saat diboyong ke Old Trafford pada 2019, Maguire digadang-gadang bakal menjadi penerus barisan palang pintu garang di MU, seperti Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic. Perjalanan karier yang gemilang, salah satunya menjadi pemain terbaik Leicester City pada musim 2017-2018, menjadi alasan MU rela memboyong Maguire dengan harga sangat tinggi. Harganya itu melampaui Virgil van Dijk yang ditebus Liverpool dari Southampton Rp 1,39 triliun pada Januari 2018.
AP PHOTO/RUI VIEIRA
Gestur kekecewaan bek Manchester United, Harry Maguire, saat menghadapi bekas klubnya, Leicester City, pada laga Liga Inggris di Stadion King Power, Sabtu (16/10/2021). Maguire kehilangan posisinya di skuad utama MU akhir-akhir ini akibat rentetan penampilan buruk.
Ketidakmampuan menjaga performa setelah cedera dan buruknya adaptasi dengan pola garis pertahanan tinggi di era Erik ten Hag membuat Maguire tersingkir dari skuad utama MU saat ini. Ia lebih sering menonton rekan-rekannya dari bangku cadangan ketimbang bermain. Perannya sebagai jenderal lini belakang MU telah diambil-alih Raphael Varane. Ironisnya, MU justru tampil solid dan mampu memenangi laga-laga sejak menyingkirkan Maguire.
Ketika Maguire tidak dimainkan atau dibangkucadangkan, MU selalu menang di lima laga, yaitu dimulai saat menghadapi Liverpool, akhir Agustus lalu. Sebaliknya, ketika Maguire tampil di skuad inti, termasuk dengan alasan rotasi pemain, MU selalu kalah pada musim ini. Terakhir, Setan Merah dibekap Real Sociedad, 0-1, di Liga Europa. Saat itu, Maguire ditandemkan dengan Victor Lindelof di posisi bek utama.
Kepercayaan diri bek Inggris itu kini berada di titik terendah. Ia telah kehilangan suara di kamar ganti MU. Ban kapten tim yang telah lama disandangnya di MU pun kini terancam dilucuti dan diberikan ke pemain baru, Cristian Eriksen. ”Harry (Maguire) tak menjalani musim baik selama 12 bulan terakhir. Namun, orang-orang di sekelilingnya, rekan setim ataupun pelatih, tidak banyak membantunya,” ungkap orang terdekat Maguire, dikutip ESPN.
Kambing hitam
Dalam kondisi krisis, seperti sempat dialami MU pada awal musim ini, lebih mudah bagi semua pihak untuk mencari kambing hitam atau orang yang paling bisa disalahkan. Dalam banyak kasus, posisi itu biasanya dipegang pelatih atau manajer. Di MU, peran itu kini dijalani Maguire sendirian.
AP/RUI VIEIRA
Mantan Manajer Manchester United Ralf Rangnick (tengah) berbicara dengan pemain MU, Harry Maguire (kiri) dan Diogo Dalot (kanan), saat melawan Tottenham Hotspur pada laga Liga Inggris di Stadion Old Trafford, Manchester, Minggu (13/3/2022) dini hari WIB.
Padahal, sesungguhnya Maguire tidaklah seburuk yang dikira. Pemain berusia 29 tahun itu masih menjadi bek tengah terbaik yang dimiliki Inggris, setidaknya hingga saat ini. Maguire adalah backbone, tulang punggung permainan timnas Inggris asuhan Gareth Southgate yang mendahulukan soliditas dan kerapatan pertahanan sebelum menyerang lawan.
Maguire belum tergantikan dalam skema pertahanan tiga bek tengah dan dua bek sayap yang sering dipakai Southgate selama empat tahun terakhir, yaitu sejak Piala Dunia Rusia 2018. Dalam skema itu, Maguire mampu tampil menonjol di wilayah sepertiga akhir pertahanan Inggris karena didukung barisan bek cepat, seperti Kyle Walker dan Kieran Trippier. Maka, Maguire belum tentu tampil seburuk saat ini jika saja ia membela Manchester City, alih-alih MU.
Anda tak akan tahu efek apa yang akan ditimbulkan Maguire di tim. Southgate butuh pemain yang punya percaya diri, bukan sepertinya. (Mark Hateley)
Pertahanan Inggris, yang dikomandoi Maguire, adalah yang terbaik di Piala Eropa 2020. Pertahanan mereka sangat sulit dibongkar lawan, bahkan oleh tim kuat seperti Jerman. Kekuatan pertahanan dan serangan yang efisien menjadi modal mereka mencapai final di rumahnya, Stadion Wembley. Dari tujuh laga, gawang Tiga Singa hanya dua kali kebobolan. Tak pelak, nama Maguire masuk dalam daftar skuad terbaik Piala Eropa yang digelar tahun lalu itu.
Dipanggil Southgate
Maka, jangan heran Maguire kini kembali dipanggil Southgate untuk memperkuat Inggris jelang menghadapi Italia (24/9/2022) dan Jerman (27/9/2022) di Liga Nasional Eropa. Kedua laga itu sekaligus menjadi pemanasan Inggris menjelang Piala Dunia Qatar, November-Desember 2022 mendatang. Tak ayal, sepekan ke depan bakal krusial bagi Maguire. Inilah saatnya bagi dia untuk menebus ”dosa” dan kesalahan.
ETTORE FERRARI / POOL / AFP
Bek Inggris, Harry Maguire, meluapkan emosi setelah timnya mengalahkan Ukraina pada laga perempat final Piala Eropa 2020 di Stadion Olimpico, Roma, Italia, 3 Juli 2021.
Publik sepak bola bisa jadi bakal melihat Maguire berbeda, pemain yang penuh kemarahan dan tekad untuk membuktikan diri, di kedua laga penting itu. Kebetulan, Inggris juga dalam kondisi tak bagus. Mereka tak pernah menang dalam empat laga terakhir, termasuk digilas Hongaria, 0-4, dalam laga Liga Nasional Eropa, Juni lalu. Motivasi Maguire pun kini berlipat ganda.
Namun, tekad penebusan itu tidak akan mudah. Seperti disampaikan Mark Hateley, mantan pemain Inggris, seorang pemain tidak bisa mendadak tampil hebat jika telanjur lama menepi. ”Anda tak akan tahu efek apa yang akan ditimbulkan Maguire di tim. Southgate butuh pemain yang punya percaya diri, bukan sepertinya,” gugat Hateley, yang mengkritisi pemanggilan Maguire ke timnas Inggris, dalam wawancara di Utd Transfer Room.
Maguire memang bak kotak pandora, penuh misteri. Tim yang membukanya bisa terkena musibah, seperti MU. Namun, sebaliknya, ia juga bisa menjadi berkah, seperti telah ditunjukkannya bersama tim Tiga Singa di Piala Dunia Rusia 2018 dan Piala Eropa 2020. Namun, yang pasti, setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua dalam hidupnya....