MU bagai ular viper kecil yang tampak tidak berbahaya. Namun, sengatan tim asuhan ten Hag itu telah menjatuhkan empat korban di liga.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
MANCHESTER, SENIN — Empat kemenangan beruntun Manchester United diraih tanpa mendominasi laga dan lewat gol-gol yang cenderung mudah. Namun, hasil itu bukanlah keberuntungan. Manajer Erik ten Hag memang menciptakan sistem sederhana itu untuk menjadi ciri khas ”Setan Merah”.
MU mencatat kemenangan ke-4 berturut-turut setelah menaklukkan Arsenal, 3-1, di Old Trafford, Minggu (4/9/2022) WIB. Marcus Rahsford dan rekan-rekan meneruskan momentum sebelumnya lewat hasil positif lawan Liverpool, Leicester City, dan Southampton.
Anomali terlihat dalam statistik di setiap kemenangan tim asuhan Ten Hag. Mereka berhasil menyapu bersih seluruh laga meskipun tidak tampil dominan. Rerata penguasaan bola MU hanya 41,7 persen, sedangkan jumlah tendangan mereka juga tidak pernah melampaui lawan.
Kuncinya adalah permainan sederhana ala Ten Hag. MU menang berkat serangan kilat yang sangat efisien. Seperti dalam laga lawan Arsenal, mereka berhasil menciptakan tiga gol dengan hanya umpan yang kurang dari 10 kali di separuh lapangan lawan.
Ketika banyak tim mendapat peluang di sepertiga akhir lawan, MU menciptakannya dari lapangan sendiri. Gol pembuka ke gawang Arsenal dicetak melalui 18 umpan. Namun, mereka hanya membutuhkan tiga kali umpan setelah bola melewati tengah lapangan.
”Setan Merah” sempat mengepung sepertiga lapangan sebelum gol terjadi. Lalu, mereka justru memutuskan untuk mengulang serangan dari kiper David De Gea. Hal itu bertujuan untuk menarik pertahanan Arsenal dari zona nyamannya.
Saat ada celah, gelandang Christian Eriksen dari tengah lapangan langsung memberi umpan terobosan ke Bruno Fernandes. MU tiba-tiba berada dalam situasi serangan 4 lawan 4. Tugas trio penyerang cepat, yaitu Rashford, Antony, dan Jadon Sancho, pun jauh lebih mudah setelah itu.
Dua gol tambahan MU berasal dari serangan balik, memanfaatkan kesalahan lawan. Mereka mampu memanfaatkan kecepatan trio lini depan. Adapun skema serangan balik itu menjadi penyumbang mayoritas gol MU dalam empat laga terakhir.
Gaya bermain itu tampak sederhana. Setiap pemain hanya menyentuh bola 1-2 kali sebelum mengumpan lagi. Namun, seperti kata Johan Cruyff, legenda sepak bola yang diidolakan Ten Hag, sangatlah sulit untuk bermain sederhana. Ten Hag berhasil karena mampu memaksimalkan kecepatan perpindahan bola dan pergerakan tanpa bola.
Rashford mengatakan, tim ini sangat ideal karena punya pengumpan kelas dunia di lini tengah, yaitu Fernandes dan Eriksen. Keduanya bisa memfasiltiasi para sprinter di lini depan. ”Selama kami berlari, kami tahu akan mendapatkan bola itu karena punya pengumpan hebat. Hal itu membuat kami bisa lepas dari tekanan lawan,” ucapnya.
Kedatangan Antony dari Ajax Amsterdam melengkapi kepingan Ten Hag. MU akhirnya punya sayap kanan yang berkaki kidal. Hal itu untuk mengimbangi Sancho, sayap kiri yang berkaki kanan. Kaki dominan yang berlawanan dengan posisi itu membuat serangan lebih runcing.
Selama kami berlari, kami tahu akan mendapatkan bola itu karena punya pengumpan hebat. Hal itu membuat kami bisa lepas dari tekanan lawan.
Contohnya adalah gol pertama Antony. Dia berada di sisi kanan dan punya ruang menembak lebih luas karena berkaki kidal. ”Setan Merah” tidak punya tipe pemain serupa. Semua pemain sayap mereka berkaki kanan lebih dominan, seperti Sancho, Rashford, dan Anthony Elanga.
”Kami bisa menggunakan kecepatan dan kreativitasnya bersamaan. Dia (Antony) akan menjadi ancaman besar untuk Liga Inggris. Kami butuh sosok pemain seperti itu di sayap kanan. Dia bermain bagus (dalam debut), tetapi saya pikir dia bisa lebih baik lagi,” jelas Ten Hag.
Trio Sancho-Rashford-Antony pun membuat lini depan MU runcing seperti ujung anak panah. Sementara itu, Eriksen dan Fernandes berperan bagai pelontar dari anak panah tersebut. Tidak pelak mereka begitu menyeramkan bahkan sebelum melewati lapangan tengah.
Di sisi lain, pertahanan rapat juga menjadi kelebihan MU musim ini. Semua pemain berkontribusi untuk menutup ruang gerak lawan. Hal itu menjadi sesuatu perubahan signifikan dibandingkan dengan era manajer sebelumnya. Pertahanan rapat itu pula yang merupakan titik awal mereka bisa menyerang balik.
Ten Hag pun sekilas seperti mewarisi ciri khas permainan pada masa kejayaan Sir Alex Ferguson. Mantan penyerang MU, Wayne Rooney, pernah berkata pada 2018, permainan pada era Sir Alex bukan hanya soal menyerang. Mereka berjaya karena menguasai serangan balik kilat. Gaya itu selalu mampu mengejutkan para lawan.
Serangan balasan cepat itu sebenarnya sudah diperagakan juga pada era manajer Ole Gunnar Solksjaer (2019-2021) dan Ralf Rangnick (2021-2022). Namun, skema itu tampak lebih matang di era Ten Hag. Hal itu tidak terlepas dari tambahan amunisi seperti Eriksen dan Antony.
Menariknya, Ten Hag menyampaikan, MU belum mendekati potensi terbaiknya saat ini. Dia meyakini, timnya bisa lebih dominan lagi seiring waktu berjalan. ”Kami belum terlalu lama bersama. Ketika kami sudah terbiasa, kami akan mengontrol permainan dengan lebih baik. Hal itu butuh kerja keras,” tuturnya. (AP/REUTERS)