Tim tenis Indonesia selalu menjalani skenario berulang dalam kejuaraan beregu putra Piala Davis. Kekalahan dari Polandia membuat Indonesia harus menjalani ”playoff” untuk bertahan di Grup Dunia II.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Kalah pada babak pertama Grup Dunia II, menang playoff, lalu kalah lagi di babak pertama, dan playoff lagi. Skenario itu terus berulang bagi tim tenis Indonesia dalam kejuaraan beregu putra Piala Davis.
Kali ini, playoff untuk bertahan di Grup Dunia II akan dijalani pada 2023 setelah Indonesia kalah 0-5 dari Polandia. Pada babak pertama Grup Dunia II (yang disebut Grup II sebelum 2020) di Hala Widowiskowo Sportowa, Inowroclaw, Polandia, 16-17 September, setiap pemain Indonesia kalah dalam dua set.
Pada partai pertama hari pertama, Nathan Anthony Barki bahkankalah dengan ”double bagel”, 0-6, 0-6, dari Kamil Majchrzak. Dalam tenis, istilah bagel (roti berbentuk cincin) dipakai untuk skor nol.
Tanpa tunggal putra peringkat ke-10 dunia yang merupakan semifinalis Wimbledon 2021, Hubert Hurkacz, Polandia memasang petenis nomor dua mereka, Majchrzak, sebagai tunggal pertama. Majchrzak adalah petenis peringkat ke-101 dunia, sedangkan tunggal terbaik Indonesia, yaitu Muhammad Rifqi Fitriadi, hanya berada pada posisi ke-1240.
Rifqijuga mendapat skor bagel ketika berhadapan dengan tunggal ketiga tuan rumah, Olaf Pieczkowski 5-7, 0-6. Pieczkowski menggantikan tunggal kedua, Kacper Zuk, yang batal bermain karena sakit.
Pemain tunggal lainnya, Tegar Abdi Satrio Wibowo, juga, kalah telak dari Majchrzak 0-6, 1-6 pada partai terakhir hari kedua. Adapun dalam nomor ganda, pemain seniorChristopher Rungkat, yang berpasangan dengan Nathan, kalah 3-6, 4-6 dari Lukasz Kubot/Jan Zielinski. Kubot adalah juara ganda putra Grand Slam Australia Terbuka 2014 dan Wimbledon 2017, sedangkan Zielinski berperingkat ke-38 dunia ganda saat ini.
Atas hasil tersebut, Kapten Tim Indonesia yang juga Wakil Ketua Umum & Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PP Pelti Sutikno Muliadi berkomentar, ”Semua telah bermain sesuai dengan kemampuan terbaik, tetapi kualitas lawan jauh di atas. Pemain Indonesia juga mendapat pengalaman.”
Playoff yang akan dijalani pada 2023 adalah yang ketujuh sejak 2014. Hal itu terjadi karena Indonesia selalu kalah pada babak pertama Grup Dunia II, hingga untuk mempertahankan posisi dalam grup tersebut harus melalui playoff untuk menghindari degradasi ke Grup III. Satu-satunya kemenangan pada babak pertama didapat pada 2015 atas Iran, lalu Indonesia kalah 1-3 dari Pakistan.
Sebelum playoff yang akan dijalani pada tahun mendatang, Indonesia kalah 1-3 dari Barbados pada playoff 2021, lalu menang 3-0 atas Venezuela di Jakarta pada 4-5 Maret.
Kondisi ini berbeda dengan playoff yang akan dijalani Thailand. Kemenangan 3-1 atas Bolivia membuat tim tenis terbaik di Asia Tenggara itu akan menjalani playoff untuk promosi ke Grup Dunia I.
Secara umum, Eropa memang menjadi kekuatan tenis dunia. Kekuatan mereka beberapa level di atas Indonesia. Indonesia pun kalahsaat terakhir kali bertemu tim dari Eropa, yaitu Swiss, dengan skor 1-4, pada babak pertama Grup Dunia (saat ini disebut Putaran Final) 1994 di Jakarta.
Namun, pertemuan dengan Polandia terjadi dalam level berbeda, yaitu pada Grup Dunia II yang berada dua level di bawah Grup Dunia. Pertemuan itu terjadi karena Federasi Tenis Internasional (ITF) membuka persaingan antazona pada Grup Dunia I dan II sejak 2020. Adapun kompetisi pada Grup III dan IV terjadi di zona masing-masing.
Jika kualitas petenis Indonesia tidak berkembang, mereka akan sulit mendapat poin peringkathingga semakin sulit juga bersaing di Piala Davis.
Itu artinya, meski berada pada level lebih rendah, persaingan justru berlangsung lebih ketat karena tak hanya melibatkan tim dari Asia/Oseania yang selama ini dihadapi. Persaingan antarzona membuat Indonesia bisa berhadapan dengan tim-tim kuat dalam persaingan tenis dunia yang berasal dari Amerika dan Eropa.
Sumber masalah bagi Tim Indonesia selalu sama, yaitu kurang pengalaman bertanding dalam level internasional, kecuali Christopher. Problem ini bagai lingkaran setan. Petenis Indonesia sulit mendapat tempat dalam turnamen karena tak memiliki peringkat internasional atau terlalu rendah. Di sisi lain, poin untuk naik peringkat bisa didapat melalui pertandingan.
Setelah terakhir kali menjadi tuan rumah turnamen ITF pada Agustus 2019, Indonesia kembali menggelar turnamen ITF putra kategori M15 dalam dua seri, pada Agustus. Namun, ajang itu tak memperlihatkan perubahan signifikan pada posisi petenis Indonesia dalam peringkat dunia. Pada nomor tunggal, hasil terbaik didapat Rifqi dengan menembus semifinal pada seri kedua.
Ketika petenis-petenis Indonesia tak bisa atau tak mau berinvestasi kemampuan dengan mengikuti turnamen di luar negeri, maka PP Pelti memiliki tanggung jawab untuk menggelar lebih banyak turnamen. Hal itu menjadi kesempatan besar petenis Indonesia mengasah kemampuan.
Seperti pernah dikatakan mantan petenis yang berkali-kali menjadi kapten tim Piala Davis Indonesia, Febi Widhiyanto, jika kualitas petenis Indonesia tidak berkembang, mereka akan sulit mendapat poin peringkat hingga semakin sulit juga bersaing di Piala Davis. Apalagi, format antarzona membuat persaingan kian berat.
Jika selama ini Indonesia selalu jalan di tempat pada Piala Davis, bukan tak mungkin suatu saat akan turun ke Grup III ketika atmosfer tenis di negara ini hanya begini-begini saja.