Reputasi bulu tangkis ganda putra Indonesia di level dunia tidak terbantahkan, tetapi belum ada juara dunia baru nomor itu setelah Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Prestasi yang lain pun dinanti pada Kejuaraan Dunia 2022.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·6 menit baca
Meski Indonesia menjadi negara tersukses di nomor ganda putra Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis, belum ada juara dunia baru sejak Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan pertama kali menjadi juara dunia pada 2013. Tahun ini, Indonesia seharusnya bisa memperlihatkan kekuatan ganda putra dengan lahirnya juara dunia baru.
Pada Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2022 di Tokyo Metropolitan Gymnasiun, Jepang, 22-28 Agustus, Indonesia diwakili empat ganda putra, termasuk Hendra/Ahsan, yang menjadi juara dunia di Guangzhou 2013, Jakarta 2015, dan Basel 2019. Tiga pasangan lain yang lolos berdasarkan peringkat dunia dan diundang Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) adalah Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, dan Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri.
Hendra bahkan menjadi salah satu pemain tersukses dalam Kejuaraan Dunia dengan empat gelar juara. Sebelum tiga kali juara bersama Ahsan, pemain yang akan berusia 38 tahun pada 25 Agustus itu menjadi juara dunia bersama Markis Kido di Kuala Lumpur 2007.
Jumlah gelar itu sama seperti yang dimiliki Liliyana ”Butet” Natsir. Butet dua kali menjadi juara dunia bersama Nova Widhianto (2005, 2007) dan dua kali bersama Tontowi Ahmad (2013, 2017).
Dua pebulu tangkis terbaik Indonesia itu tertinggal satu gelar dari tiga nama lain dengan lima gelar juara dunia, yang tunggal putra China adalah Lin Dan, pemain ganda putri dan ganda campuran China Zhao Yun Lei, serta pemain legendaris Korea Selatan Park Joo-bong.
Kejayaan ganda putra Indonesia terlihat sejak dua edisi awal Kejuaraan Dunia, pada 1977 dan 1980 dengan terjadinya final antara sesama pemain ”Merah Putih”. Di Malmo 1977, Tjun Tjun/Johan Wahjudi mengalahkan Ade Chandra/Christian Hadinata. Tiga tahun berikutnya di Jakarta, giliran Ade/Christian yang menjadi juara setelah menang atas Hariamanto Kartono/Rudy Heryanto.
Setelah itu, lahir Ricky Soebagdja/Rexy Mainaky, Candra Wijaya/Sigit Budiarto, dan Tony Gunawan/Halim Haryanto yang menjadi jawara pada era 1990-an hingga 2001. Empat nama terakhir adalah pemain yang sering bertukar pasangan dan menjadi juara di banyak turnamen.
Kekuatan ganda putra Indonesia memang tidak pernah habis, selalu ada bintang baru yang melanjutkan tongkat estafet para senior. Sayangnya, belum ada juara baru setelah Hendra/Ahsan meski di bawah mereka ada Kevin/Marcus dan Fajar/Rian yang konsisten berada pada ranking 10 besar dunia, setidaknya dalam tujuh tahun terakhir. Kevin/Marcus bahkan tak tergeser dari peringkat teratas sejak September 2017.
”Tekanan bermain dalam Kejuaraan Dunia memang berbeda meski diselenggarakan setiap tahun (kecuali saat digelar Olimpiade). Faktor mental untuk mengatasi tekanan lebih berperan, memang tidak mudah menghadapinya,” kata Hendra.
Hendra akan sangat senang melihat ”adik-adiknya” bisa menjadi juara dunia, seperti ketika Bagas/Fikri menjadi juara All England setelah mengalahkan mereka di final. Namun, dengan bercanda, dia mengatakan, ”The Daddies” tidak akan bosan berburu gelar juara dunia.
Salah satu yang digadang-gadang bisa menjadi juara dunia sejak lama adalah Kevin/Marcus. Selain mereka sendiri, banyak yang berharap pasangan berjulukan ”Minions” itu bisa menjadi juara dunia untuk melengkapi juara All England 2017 dan 2018 serta status ganda putra nomor satu dunia yang hingga saat ini belum beralih pada yang lain. Dalam media sosial, penggemar sangat berharap Kevin/Marcus menjadi juara dunia tahun ini.
Faktor mental untuk mengatasi tekanan lebih berperan, memang tidak mudah menghadapinya.
Kendala
Olahraga mengenal istilah ”siapa yang lebih siap di lapangan, itulah yang menang”. Sekeras apa pun latihan teknik dan fisik, jika mental tak siap menghadapi berbagai tekanan di lapangan, target juara bisa buyar.
Faktor inilah, seperti pernah disebutkan pelatih ganda putra pelatnas, Herry Iman Pierngadi, yang kemungkinan menjadi kendala Kevin/Marcus. Keinginan menjadi juara dunia sangat besar hingga berbalik menjadi tekanan.
Tahun ini, penggemar bulu tangkis Indonesia pun tampaknya harus realistis. Dijelaskan Herry, Marcus masih mengalami rasa sakit di engkel kiri setelah menjalani operasi pada April meski kondisinya terus membaik.
Motivasi, semangat, dan kerelaan Kevin untuk mendukung partnernya yang belum benar-benar fit akan diuji. Dia menerima kritik karena sikap yang tak memperlihatkan kekompakan bersama Marcus ketika tampil pada Indonesia Terbuka di Istora, Jakarta, pada Juni. Saat Marcus banyak membuat kesalahan, terlihat rasa kesal pada wajah Kevin. Selain itu, Kevin pun banyak membuang poin.
Ketika itu, Herry menjelaskan bahwa Kevin kesal karena tidak dapat mencapai targetnya. Namun, Herry juga mengingatkan pemain berusia 27 tahun itu agar tidak lagi memperlihatkan sikap serupa, apalagi terjadi di tengah banyak orang yang menontonnya.
Maka, ajang di Tokyo akan menjadi ujian bagi kekompakan Kevin/Marcus setelah kejadian di Istora. Apalagi, Kejuaraan Dunia menjadi kompetisi pertama mereka setelah Indonesia Terbuka. Dengan kondisi Marcus yang belum pulih, mereka batal tampil di Malaysia dan Singapura Terbuka.
Pasangan muda, Bagas/Fikri, menunjukkan diri menjadi salah satu pasangan generasi baru ganda putra Indonesia ketika menjuarai All England. Apalagi, mereka juara setelah menaklukkan pasangan elite, seperti juara dunia Takuro Hoki/Yugo Kobayashi, Kevin/Marcus, dan Hendra/Ahsan.
Namun, ganda peringkat ke-19 dunia itu belum bisa tampil konsisten saat berhadapan dengan pemain-pemain top dunia. Bagas/Fikri belum bisa beradaptasi dengan cepat ketika situasi di lapangan tak ideal bagi mereka, termasuk ketika lawan mengubah pola main. ”Mereka masih terpatok pada satu pola, masih kesulitan kesulitan untuk mengubahnya saat harus dilakukan,” kata Herry.
Dengan situasi ini, dengan tidak menampik semua pemain memiliki keinginan juara serta telah berlatih maksimal, peluang terbesar untuk melihat penerus Hendra/Ahsan ada pada Fajar/Rian. Mereka adalah pasangan paling konsisten dengan tujuh kali mencapai final dalam sembilan turnamen terakhir.
Hasil itu diperoleh setelah pasangan peringkat kelima dunia itu mendapat hasil buruk pada dua turnamen pertama yang diikuti. Fajar/Rian tersingkir pada babak kedua Jerman Terbuka dan babak pertama All England, Maret.
”Setelah hasil buruk, kami mengevaluasi diri harus bangkit dan tetap percaya diri. Apalagi, Indonesia punya banyak ganda putra bagus. Di antara kami sendiri harus bersaing untuk menjadi ganda putra terbaik. Belum lagi saingan dengan pemain asing,” kata Fajar.
Saat ini, persaingan ganda putra menjadi yang paling terbuka di antara lima nomor. Selain tiga pasangan Indonesia, Hoki/Kobayashi (juara bertahan), Lee Yang Wang Chli Lin (peraih emas Olimpiade Tokyo 2020), serta pasangan ranking sepuluh besar dunia lain, ada pasangan lama yang harus diwaspadai, seperti Choi Sol-gyu/Seo Seung-jae (Korea Selatan). Keduanya berganti partner sejak akhir 2021, tetapi bergabung kembali untuk bermain di Tokyo karena masih bisa lolos berdasarkan peringkat dunia hingga diundang BWF.
Dengan perkembangan yang dialami Fajar/Rian, Herry menilai, mereka menjadi ganda putra Indonesia yang paling siap untuk menapaki perjalanan terjauh dalam Kejuaraan Dunia. ”Penilaian pelatih itu akan kami jadikan motivasi. Kami harus percaya diri, tetapi tetap menjaga fokus untuk babak demi babak. Tidak boleh lengah sejak babak-babak awal karena setiap pemain pasti ingin menjadi juara dunia,” ujar Rian.