Fauzi Purwolaksono tersenyum lebar, wajahnya berseri-seri begitu tolakan peluru sejauh 11,37 detik membuahkan medali emas. Padahal, dua hari sebelum lomba, dia masih senam jantung menunggu hasil tes usap Covid-19.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS – Fauzi Purwolaksono bertubi-tubi mengalami hambatan menjelang ASEAN Para Games Solo 2022. Atlet atletik nomor lempar itu sempat cedera otot dada karena kurang pemanasan saat latihan beban. Setelah pulih dari cedera, dia positif Covid-19 dan dua kali tes usap hasilnya tak kunjung negatif. Dia pun mulai stres, karena takut tak bisa berlomba, karena dua sudah menjalani isolasi selama 12 hari. Kesempatan terakhirnya adalah tes usap dua hari menjelang lomba yang akan bergulir Selasa (2/8/2022).
Saat membuka hasil tes yang hasilnya negatif, Fauzi berteriak kegirangan dan melompat-lompat di kamar hotelnya. Kelegaan yang luar biasa itu membuat semangatnya untuk berlomba kembali bergelora. Fauzi pun bertekad mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih medali. Awalnya, dia hanya berdoa bisa meraih perunggu pada nomor tolak peluru F54 dalam ASEAN Para Games pertamanya ini.
Namun, Fauzi justru meraih medali emas dengan lemparan sejauh 11,37 meter. Padahal, ini bukan nomor spesialisasi atlet asal Kalimantan Barat itu, karena dia sejak dulu mengasah teknik lempar lembing. Medali emas itu membuat Fauzi yang kaki kanannya hancur karena ditabrak mobil pada 2007 saat dirinya masih kelas 6 SD, sumringah sepanjang hari.
"Kemarin saya kena Covid dan 12 hari di kamar terus, stres sekali, karena waktu sisa dua hari untuk tanding dan ternyata masih covid. Namun, saya berusaha tetap tenang, seperti pesan mamak saya yang mengatakan, 'nak gak usah ngoyo, kalau bukan rezeki mau dikejar juga gak akan kamu dapat, tenang saja'," ujar Fauzi yang positif tanpa gejala dan fisiknya bugar.
Fauzi tidak tahu dari mana terpapar Covid-19, karena atlet-atlet atletik paralimpiade lainnya tidak terkena. Dia sempat panik dan berulang kali menanyakan kepada pelatih tentang peluangnya bisa tanding.
"Dia ini kemarin positif covid dan stres karena takut tidak jadi bertanding. Saya bilang tenang saja, kalau tenang pasti cepat sembuh, kalau stres tidak sembuh-sembuh," ujar Kepala Pelatih Atletik Paralimpiade Slamet Widodo.
Setelah meraih medali emas nomor tolak peluru F54, nestapa Covid-19 itu berubah menjadi lelucon bagi Fauzi dan tim atletik. Kepanikan beberapa hari lalu telah berubah menjadi kegembiraan. Apalagi, medali emas itu akan berbuah bonus yang sangat diharapkan oleh Fauzi untuk membantu ekonomi orangtuanya, serta rumah tangga yang baru dia bangun tiga bulan lalu.
"Hari ini performa oke. Alhamdulillah di penampilan pertama saya ini, saya bisa mempersembahkan medali emas," ujar Fauzi yang akan pulang ke Kubu Raya, Kalimantan Barat, setelah ASEAN Para Games ini.
Hari ini performa oke. Alhamdulillah di penampilan pertama saya ini, saya bisa mempersembahkan medali emas.
Fauzi adalah satu dari atlet-atlet atletik yang meraih medali emas dalam hari kedua lomba cabang atletik di Stadion Manahan, Surakarta, Selasa (2/8). Atlet lain yang meraih medali emas antara lain, Sapto Yogo Purnomo di nomor lari 200 meter T37. Peraih medali perunggu 100 meter T37 Paralimpiade Tokyo itu memperbaiki catatan personalnya dari 23,27 detik menjadi 23,07 detik.
Atlet lempar lembing senior Yohanes Bili juga masih berjaya dengan emas di klasifikasi F44. Peraih emas Asian Para Games 2018 Rica Oktavia juga meraih medali emas lompat jauh F20 dengan lompatan sejauh 5,25 meter. Lompatan itu sama dengan hasil Asian Para Games 2018 yang waktu itu menjadi rekor Asia. Kini rekor Asia lompat jauh F20 dipegang oleh atlet Jepang Sakai Sonomi dengan 5,34 meter. Sakai dikalahkan Rica pada Asian Para Games 2018.
Rica awalnya menargetkan memecahkan catatan terbaiknya itu menjadi 5,30 meter. Peluang itu terbuka setelah dia mencetak 5,25 meter dalam lompatan pertama dari enam kesempatan. Tetapi, dia mengalami cedera otot paha kanan setelah melakukan lompatan kedua yang dinyatakan gagal. Ototnya tertarik, yang membuat dia tidak bisa tampil maksimal dalam empat lompatan berikutnya. Selain cedera otot paha, dia juga sudah mengalami cedera lutut pada Mei akhir akibat mendarat kurang pas saat latihan.
"Meskipun melakukan lompatan dengan rasa sakit pada lutut saya fokus saja dan berusaha maksimal. Setelah lompatan kedua otot tetarik tetapi saya terus berusaha, tetapi tidak bisa. Sebelum lomba ibu saya juga berpesan meskipun kaki sakit, optimistis saja, tetap berusaha, pasti bisa," ungkap Rica yang ingin memberangkatkan kedua orangtuanya umroh dari bonus medali emas.