Ni Nengah Widiasih menegaskan mentalnya sebagai paralimpian dengan tetap berlomba dan meraih medali emas angkat berat ASEAN Para Games Surakarta 2022 meski cedera bahunya kambuh.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Ni Nengah Widiasih menegaskan mentalnya sebagai paralimpian dengan tetap berlomba meskipun cedera bahunya kambuh. Atlet angkat berat peraih medali perunggu Paralimpiade Rio de Janeiro 2016 dan perak Tokyo 2020 itu bahkan mencetak rekor baru ASEAN Para Games dengan angkatan terbaik 97 kilogram melalui angkatan pertama.
Ni Nengah kini akan fokus memulihkan cedera supaya bisa tampil maksimal dalam kejuaraan-kejuaraan untuk meraih tiket ke Paralimpiade Paris 2024.
Lifter putri asal Karangasem, Bali, ini tampil di kelas 45 kilogram dalam ASEAN Para Games Surakarta 2022 karena saat ini di pelatnas ada atlet baru kelas 41 kg, Eneng Paridah. Namun, dalam perburuan tiket ke Paralimpiade 2024, atlet asal Bali itu akan kembali ke kelas 41 kg.
”Mohon maaf, hari ini saya tidak bisa tampil maksimal, tetapi saya bersyukur masih bisa mengibarkan Merah Putih dan mengumandangkan lagu ’Indonesia Raya’. Hasil ini menjadi pelajaran bagi saya karena dua angkatan terakhir saya didiskualifikasi,” ungkap Ni Nengah.
Ni Nengah yang hanya memiliki satu lawan di kelas 45 kg, Achelle Guion dari Filipina, meraih medali emas melalui angkatan pertama 97 kg. Angkatan itu sekaligus memecahkan rekor ASEAN Para Games sebelumnya, 96 kg, atas namanya sendiri.
Guion yang levelnya di bawah Ni Nengah hanya menargetkan angkatan pertama 70 kg. Guion kemudian gagal melakukan dua angkatan berikutnya dengan target 73 kg dan 75 kg.
Ni Nengah yang menargetkan angkatan kedua 99 kg juga gagal menyelesaikan angkatan. Dia mengulangi target itu pada angkatan ketiga, tetapi juri menyatakan angkatan tidak sempurna. Meskipun gagal menyelesaikan dua angkatan terakhir, Ni Nengah berhak meraih dua emas dari total angkatan dan angkatan terbaik.
”Jujur kondisi bahu saya kurang fit, tetapi itu bukan alasan. Sebab, saat pertandingan, sakit enggak sakit, siap enggak siap, semua harus dihadapi. Ini cedera lama, tetapi datang dan pergi. Jujur kondisi bahu saya kurang baik, tetapi puji Tuhan saya masih bisa mempersembahkan dua medali emas bagi Indonesia,” ujar Ni Nengah.
Setelah ASEAN Para Games ini, Ni Nengah akan kembali ke kelas 41 kg dalam perburuan tiket ke Paralimpiade Paris 2024. Di kelas itu dia bisa lebih kompetitif dan berpeluang meraih medali lagi di Paralimpiade. Perburuan tiket akan dimulai sejak akhir 2022 dan semakin padat pada 2023, termasuk Kejuaraan Dunia Angkat Berat Paralimpiade.
”Tahun depan kejuaraannya banyak. Salah satunya kejuaraan dunia untuk kualifikasi ke Paralimpiade. Setelah ini tidak bisa santai-santai, harus terus latihan untuk persiapan tahun depan,” kata Ni Nengah.
”Saya tampil di kelas 45 kg hanya di ASEAN Para Games. Untuk selanjutnya, saya kembali ke 41 kg karena peringkat saya untuk Paralimpiade di kelas itu, dan kelas 41 kg lebih baik bagi saya,” katanya.
Tim angkat berat Indonesia juga meraih medali emas dari Eneng Paridah di kelas 41 kg, serta Rani Puji Astuti di kelas 61 kg. Eneng meraih emas dengan angkatan terbaik 74 kg, sedangkan Rani dengan angkatan 90 kg.
Tahun depan kejuaraannya banyak. Salah satunya kejuaraan dunia untuk kualifikasi ke Paralimpiade. Setelah ini tidak bisa santai-santai, harus terus latihan untuk persiapan tahun depan.
”Ini baru pertama kali saya di ajang internasional. Alhamdulillah, saya bangga bisa mempersembahkan medali emas untuk Indonesia. Terima kasih untuk keluarga dan teman-teman yang selama ini mendukung dan mendoakan saya. Juga para pelatih yang sudah membina saya selama ini, Alhamdulillah, perjuangan saya tidak sia-sia,” ucap Eneng.
Atlet asal Jawa Barat itu mengaku sempat grogi saat tampil pertama kali, tetapi dia bisa mengatasi dengan berdoa untuk menenangkan diri. Medali emas level Asia Tenggara ini merupakan langkah baru dalam karier Eneng yang juga meraih emas pada Peparnas Papua 2021 dengan angkatan 71 kg.
Eneng mengaku menikmati tantangan menjadi atlet angkat berat karena membuat dirinya yang sehari-hari menggunakan kursi roda, merasa kuat.
"Yang membuat saya menekuni angkat berat adalah olahraga ini membuat kita kuat, banyak tantangannya dalam latihan. Angkat berat itu perlu kekuatan yang besar, itu yang membuat saya semangat karena selama ini kekuatan itu yang terasa hilang dari saya," ungkap Eneng, yang bertekad menjadi semakin baik.
Medali cabang angkat berat ini berkontribusi menempatkan Indonesia di peringkat pertama perolehan medali dengan 15 emas, 10 perak, 4 perunggu. Posisi kedua ditempati Thailand dengan 9 emas, 11 perak, 5 perunggu. Vietnam di urutan ketiga dengan 9 emas, 7 perak, 5 perunggu.
Perolehan medali pada Senin belum semuanya dihitung karena belum dilakukan upacara penyerahan medali. Salah satu kendala, seperti di atletik adalah, penghitungan hasil lomba yang belum selesai. Bahkan, hingga Senin malam, sebagian besar hasil lomba atletik pada hari itu belum keluar hasil resminya.