Siman berharap kepindahan dari DKI ke Sulteng bisa mewujudkan mimpinya untuk berprestasi di level Asia. Perenang nasional yang sudah tidak muda lagi itu diburu waktu.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — I Gede Siman Sudartawa (27), perenang nasional spesialis gaya punggung, mencari jalan sendiri untuk bisa berprestasi di Asian Games 2022. Dia pindah daerah dari membela DKI Jakarta ke Sulawesi Tengah demi mendapatkan program berlatih ke Amerika Serikat.
Siman, yang masih membela DKI di PON Papua 2021, berstatus unattached atau tanpa daerah di Festival Akuatik Indonesia 2022 yang tengah berlangsung di Jakarta. Dia sedang dalam proses kepindahan daerahke Sulteng.
”Ini tampil tanpa membela daerah mana pun karena dalam proses pindah. Setelah setahun baru bisa membela daerah lain. Saya di PON, Oktober lalu, masih DKI, dan Oktober nanti baru bisa membela Sulteng,” ucap peraih emas SEA Games Filipina 2019 itu.
Selain mendapat jaminan kesejahteraan lebih baik, Siman juga dijanjikan program berlatih di AS. Dia sangat membutuhkan program itu untuk persiapan menuju Asian Games Hangzhou yang akan berlangsung tahun depan.
Seperti diketahui, perenang asli Bali itu kurang cocok dengan program pelatih asing tim Indonesia, Michael Piper. Siman adalah perenang jarak pendek atau sprinter, sedangkan Piper dikenal sebagai pelatih spesialis jarak menengah dan jauh.
Sejak Piper menukangi tim Indonesia pada 2020, catatan waktu Siman di nomor andalan 50 meter gaya punggung terus menurun. Dalam FAI, dia finis lebih dari 26 detik saat kualifikasi dan final. Jauh dari catatan terbaiknya yang juga merupakan rekor nasional, 25,01 detik.
Salah satu pertanda penurunan drastis itu adalah kegagalannya mempertahankan emas pada SEA Games Vietnam, Mei lalu. Adapun Siman adalah perenang tercepat 50 meter punggung di ASEAN jika berada dalam performa terbaiknya.
”Saya, kan, sudah cukup tua. Asian Games nanti bisa dibilang terakhir kali untuk bisa berprestasi. Jadi, saya mau all-out dan mencari program yang bisa mendukung. Kebetulan saya sudah pernah membuktikan hasil dari berlatih di AS,” jelas Siman.
Siman pernah berlatih tiga bulan di AS sebelum SEA Games Filipina 2019. Program itu berbuah emas di Filipina sekaligus catatan waktu 25,12 detik. Dia berkata lebih cocok dengan program pelatih AS yang lebih banyak angkat beban ketimbang berenang, berbanding terbalik dengan Piper. ”Kalau lebih banyak berenang sudah tidak kuat lagi. Lebih cocok untuk perenang muda,” ujarnya.
Menurut Siman, pindah daerah merupakan jalan paling realistis. Perenang yang sudah 12 tahun di pelatnas ini menyadari, kecil kemungkinan akan ada program spesial hanya untuk seorang perenang. Apalagi, induk organisasi telah mengeluarkan uang tidak sedikit untuk mendatangkan pelatih sekelas Piper.
Prestasi terbaik Siman di level Asia adalah peringkat kelima nomor 50 meterpunggung di Asian Games Jakarta-Palembang 2018. Peraih emas saat itu adalah perenang China, Xu Jiayu, dengan catatan 24,75 detik.
Asian Games nanti bisa dibilang terakhir kali untuk bisa berprestasi. Jadi, saya mau all-out dan mencari program yang bisa mendukung. Kebetulan saya sudah pernah membuktikan hasil dari berlatih di AS.
Pelatih DKI sekaligus mantan perenang nasional, Felix CSutanto, berkata, kepindahan perenang ke daerah lain adalah hal lumrah. Hal itu berurusan dengan kesejahteraan dan masa depan karier tiap atlet.
”Namanya atlet mencari rezeki sendiri, kami tidak bisa menahan. Apalagi di DKI pembinaan tidak ada superprioritas, hanya ada lapis satu dan dua. Tidak seperti daerah lain yang punya dana lebih untuk seorang atlet. Dengan catatan, perenang yang sudah diambil harus dibina dengan benar,” kata Felix.
Selain Siman, terdapat beberapa perenang nasional yang turut mencari peruntungan dengan membela Sulteng. Mereka adalah Glenn Victor (Jatim) dan Joe Aditya (DKI).
Dominasi DKI-Jabar
Di disiplin polo air U-18, tim DKI Jakarta A sukses meraih emas setelah menaklukkan Jawa Barat pada laga final, 11-9. Laga final itu kembali memperlihatkan dominasi dua provinsi tersebut. Adapun di level senior, DKI dan Jabar juga bersaing dalam partai puncak PON Papua 2021.
Satu-satunya semifinalis di luar dua provinsi itu hanyalah tim Sumatera Selatan. Namun, mereka harus terhenti di empat besar akibat kalah telak dari Jabar, 3-22, pada semfinal, Sabtu pagi.
Pelatih tim polo air Sumsel Alan Delon Budi Kusuma mengatakan, DKI dan Jabar memang mendominasi polo air dalam lima tahun terakhir. Sumsel yang pernah bisa bersaing pada era 2010-an kesulitan melakukan regenerasi karena minimnya kejuaraan, terutama untuk usia di bawah 18 tahun.
”Apalagi ada pandemi. Ini kejuaraan pertama tim ini dalam dua tahun terakhir. Polo air itu, kan, yang paling penting bertanding. Jadi wajar kalau kami tertinggal dari mereka. Kami berharap akan lebih banyak lagi kejuaraan yang bisa diikuti,” ucap Alan.