Momentum Emas Membangun Kesetaraan
ASEAN Para Games 2022 jadi panggung pembuktian para atlet difabel. Mereka bersaing jadi yang terbaik agar tak lagi dipandang sebelah mata. Dari Surakarta, pesan kesetaraan diharapkan terdengar hingga pelosok Indonesia.
SURAKARTA, KOMPAS — Setelah tertunda selama empat tahun, ASEAN Para Games akhirnya bisa kembali terlaksana. Keberhasilan penyelenggaraan ajang dua tahunan ini di tengah pandemi membawa angin segar bagi kebangkitan olahraga serta kesadaran terhadap hak-hak kaum disabilitas. Dari pundi-pundi medali emas nanti, atlet disabilitas Indonesia bersiap menciptakan momentum untuk membangun kesetaraan ke seluruh penjuru negeri.
Bunyi gemuruh petir yang menggelegar tatkala Wakil Presiden Ma’ruf Amin mencabut keris dari sarungnya menandai dimulainya kembali ajang multicabang bagi atlet-atlet disabilitas terbesar di kawasan Asia Tenggara. ASEAN Para Games secara resmi dibuka, Sabtu (30/7/2022) malam, di Stadion Manahan, Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Lihat juga : Menyambut Pembukaan ASEAN Para Games 2022
Dalam agenda pembukaan ASEAN Para Games 2022, Stadion Manahan sekejap berubah menjadi panggung kesetaraan. Penari ataupun penampil berkursi roda meliuk-liuk seperti berlari di atas panggung dengan latar layar besar menjulang setinggi sekitar 30 meter dan lebar 70 meter yang menyerupai kelir wayang.
Ribuan warga Surakarta bersama-sama para penyandang disabilitas larut dalam pesta pembukaan ASEAN Para Games yang dibalut kental dalam budaya Jawa. Sejumlah tokoh pewayangan, seperti Gatotkaca, Puntadewa, Bima, Nakula, Sadewa, dan Punokawan, tampil menghibur penonton.
ASEAN Para Games adalah ajang istimewa karena menjadi sumber inspirasi bagi kita akan makna kesetaraan.
”ASEAN Para Games adalah ajang istimewa karena menjadi sumber inspirasi bagi kita akan makna kesetaraan,” ujar Wapres Amin saat memberikan sambutan.
Presiden Federasi Para Olahraga ASEAN (APSF) Mayor Jenderal Osoth Bhavilai menyampaikan, atlet-atlet para Asia Tenggara sudah sangat menantikan ajang ini setelah urung dilaksanakan selama empat tahun terakhir.
Baca juga : Kelegaan Hafizh, Juara Dunia Bulu Tangkis Paralimpiade
ASEAN Para Games kali ini menjadi momentum untuk memperbarui kebersamaan dan persahabatan bagi 1.248 atlet dan 534 ofisial yang terlibat. Mereka akan memperebutkan 453 medali dalam 924 nomor yang dipertandingkan.
Bhavilai mengatakan, ada misi besar yang diusung APSF dalam penyelenggaraan ASEAN Para Games kali ini. ”Dalam satu suara, kami ingin melanjutkan untuk menomorsatukan inklusivitas dan kesetaraan, memberdayakan pemuda kita, dan untuk meraih kemenangan bersama,” kata Bhavilai.
Rintangan menghadang
Banyak rintangan menghadang penyelenggaraan ASEAN Para Games, yang terakhir kali dilaksanakan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 2017. Pandemi Covid-19 yang merebak di awal 2020 membuat ASEAN Para Games 2020 yang sedianya berlangsung di Manila, Filipina, dibatalkan.
Saat gejolak Covid-19 mulai sedikit mereda, ada harapan untuk melanjutkan ASEAN Para Games yang dibatalkan. Namun, harapan sirna ketika Vietnam menyatakan tidak mampu menyelenggarakan ASEAN Para Games yang semestinya sepaket dengan SEA Games 2021.
Baca juga : Secercah Harapan dari Tim Basket Kursi Roda Indonesia
Kabar ketidaksiapan Vietnam itu sempat meruntuhkan mental atlet-atlet disabilitas Indonesia yang haus akan kesempatan mencicipi pertandingan internasional.
”Kami sudah mempersiapkan diri sejak ASEAN Para Games di Filipina dulu yang batal. Lalu, di Vietnam enggak jadi. Kami sempat kecewa karena sudah latihan lama, sudah persiapan tanding, tetapi batal. Akhirnya Indonesia berinisiatif jadi tuan rumah, saya senang sekali,” kata Danu Kuswantoro, atlet basket kursi roda Indonesia.
Indonesia yang merupakan juara umum ASEAN Para Games 2017 tidak ingin kehilangan momentum kebangkitan olahraga disabilitas. Ketua Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia Senny Marbun kemudian berinisiatif melobi Pemerintah Indonesia untuk meminta dukungan terkait pengajuan diri menjadi calon tuan rumah. Gayung bersambut, keinginan Senny mendapat dukungan Presiden Joko Widodo. Kota Surakarta kemudian diputuskan sebagai lokasi penyelenggaraan.
Surakarta dipilih karena dinilai memiliki infrastruktur yang ramah disabilitas. Wajah ramah Surakarta terhadap kaum disabilitas tidak bisa dilepaskan dari sejarah gerakan perintis kesetaraan bagi penyandang disabilitas oleh Prof Dr R Soeharso sejak 1951.
Baca juga : Penantian Panjang Pemanah Ken Swagemilang
Semenjak itu, Surakarta seakan menjadi episentrum dari gerakan kesetaraan bagi penyandang disabilitas. Diawali dari pendirian pusat rehabilitasi bagi penyandang disabilitas, Soeharso terus aktif menggaungkan hak-hak warga disabilitas. Gerakan itu terus terawat hingga kini.
Tiada sekat bagi warga disabilitas dan nondisabilitas di Surakarta. Di sini, kaum disabilitas tak dipandang sebelah mata. Mereka dianggap setara dengan masyarakat lainnya. Kemandirian penyandang disabilitas bukan hal yang janggal. Hal tersebut justru sangat lazim ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, saat kegiatan hari bebas kendaraan bermotor, di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, orang-orang bersepeda bisa melintas bersama dengan pengguna kursi roda. Sewaktu bepergian pun, para penyandang disabilitas difasilitasi alat transportasi yang ramah bagi mereka. Salah satunya berupa bus bergeladak rendah milik Batik Solo Trans.
Pengerjaan fasilitas umum juga mempertimbangkan aksesibilitas disabilitas. Lerengan atau ramp mesti disediakan untuk tempat-tempat publik, seperti kantor pemerintahan, halte bus, mal, dan pasar. Meski belum semuanya lengkap, kebutuhan aksesibilitas disabilitas terus berusaha dipenuhi.
Diharapkan menginspirasi
Keberhasilan Kota Surakarta dalam menggelar ASEAN Para Games, sekaligus memberikan kesetaraan bagi warga disabilitas, diharapkan mampu menginspirasi daerah-daerah lain di Indonesia untuk melakukan hal serupa. Paling tidak, melalui kepingan demi kepingan emas dari para atlet disabilitas Indonesia, kesadaran terhadap hak-hak warga disabilitas akan mulai terbangun di daerah lainnya.
Stigma yang telanjur mengakar di masyarakat bahwa disabilitas hanya menjadi beban akan runtuh dengan sendirinya. ASEAN Para Games menjadi panggung pembuktian bahwa para penyandang disabilitas pun memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan orang normal.
Harapan itu juga disampaikan atlet renang kelas S6 atau keterbatasan tubuh bagian bawah Indonesia, Gerry Pahker. Atlet asal Siak, Provinsi Riau, itu baru beberapa bulan bergabung di pemusatan latihan nasional NPC Indonesia di Kota Surakarta. Kendati baru beberapa bulan menetap di Solo, Gerry langsung merasa kerasan tinggal di sana.
”Di sini rasanya kami diperlakukan setara. Mau pergi keluar sendirian juga nyaman. Toilet untuk disabilitas banyak. Kalau di kampung halaman saya, kesadaran terhadap penyandang disabilitas masih kurang. Semoga kota-kota lain di Indonesia bisa senyaman Solo,” ujarnya.
Peraih medali emas nomor 50 meter gaya dada kelas S6, tunadaksa, di Peparnas Papua ini bertekad tampil maksimal dan meraih medali. Dengan berprestasi di ASEAN Para Games, Gerry ingin membuka mata dan kesadaran publik bahwa penyandang disabilitas juga mampu berprestasi dan berhak diperlakukan setara.
Target Paralimpiade
Olahraga bagi penyandang disabilitas di Indonesia disemai oleh Profesor Dr R Soeharso, 71 tahun lalu. Awalnya, olahraga menjadi sarana rekreasi untuk memulihkan mental para pasien pusat rehabilitasi yang didirikan Soeharso pada 1951. Rata-rata pasien adalah korban perang yang terpuruk dan kehilangan semangat hidup karena cacat. Perjuangan Soeharso itu mengawali spirit inklusif serta kesetaraan yang kini terus menguat.
Bagi atlet-atlet disabilitas, mereka kini mendapat fasilitas yang sama baiknya dengan atlet-atlet normal. Dukungan peralatan, arena berlatih, serta anggaran untuk pemusatan latihan pun terus meningkat. Bahkan, kini Indonesia sudah mengincar target Paralimpiade untuk lima cabang prioritas, yaitu atletik paralimpiade, bulu tangkis paralimpade, tenis meja paralimpiade, angkat berat paralimpiade, dan renang paralimpiade. Langkah lanjutan dari rencana besar olahraga Indonesia itu sama dengan olahraga normal yang juga menargetkan Olimpiade sebagai tujuan akhir.
Baca juga : Indonesia Menantang Raksasa Panahan Asia Tenggara
Langkah lanjutan dari dukungan prestasi Paralimpiade itu, akan segera dibangun pusat latihan paralimpiade di Karanganyar yang menyatukan asrama serta arena latihan bagi atlet-atlet disabilitas. Peran dunia akademik untuk menguatkan peran sports science dilakukan dengan menggandeng para akademisi Universitas Negeri Sebelas Maret.
Deputi IV Bidang Prestasi Kemenpora Chandra Bhakti juga menegaskan, dukungan bagi atlet-atlet disabilitas terus ditingkatkan, termasuk dengan menggelar pemusatan latihan di luar negeri serta menghadirkan pelatih kelas dunia.
”Itu salah satu strategi quick win. Kalau ada atlet potensial, umur muda, dan perlu latihan ke luar negeri, kita akan kirim, atau jika potensi atlet kita banyak dan perlu pelatih untuk percepatan rekor maupun prestasi,” ungkap Chandra.
”Thailand sudah kirim atlet-atlet renang mereka ke Amerika. Kita juga akan melakukan itu. Namun, kita harus berani pilah dan pilih supaya penggunaan anggaran optimal untuk peningkatan prestasi atlet,” tegas Chandra.
Baca juga : Sapto Yogo dan Karisma Evi Merawat Spirit Paralimpiade
Dukungan pemerintah itu sejalan dengan program NPC Indonesia yang mulai akhir tahun ini akan membawa atlet-atlet elite untuk memburu tiket ke Paralimpiade Paris 2024. Untuk lolos, atlet harus mengikuti kejuaraan-kejuaraan yang direkomendasikan oleh federasi induk olahraga internasional untuk memburu poin.
”Akhir tahun ini kita sudah berburu tiket ke Paralimpiade, seperti para-powerlifting (angkat berat) sudah mulai. Untuk lolos ke Paralimpiade, atlet harus memiliki poin keikutsertaan yang bagus dan poin peringkat yang bagus. Kita ikut semua kejuaraan, tetapi ranking ecek-ecek (rendah) jelas tidak masuk. Jika kita ranking satu dunia, tetapi tak pernah ikut kejuaraan yang disyaratkan oleh federasi internasional, juga tidak bisa masuk. Jadi harus sering tanding dan sering menang,” ungkap Sekretaris Jenderal NPC Indonesia Rima Ferdianto.
”Target itu memerlukan dana yang tidak sedikit, jadi pemerintah sudah memprioritaskan atlet-atlet yang berburu poin ke Paralimpiade menjadi superprioritas. Artinya, pelatnas mereka tanpa henti, terus berjalan sampai lolos ke Paralimpiade,” lanjut Rima.
”Kita berharap yang lolos ke Paris lebih banyak dari yang lolos ke Tokyo, medalinya juga lebih baik lagi. Kita juga targetkan tambahan atlet dari boccia dan judo buta. Saat ini kita punya atlet judo buta Rafli Ahmad Rizky yang sudah di peringkat ke-12 dunia dan berpotensi lolos. Di boccia juga ada beberapa atlet yang sudah masuk 20 besar dunia. Kedua cabang itu kita harapkan bisa lolos. Lolos dulu, bukan menang, karena untuk menang sangat susah,” pungkas Rima.