Jordania menatap perempat final Piala Asia melawan Iran dengan bekal sikap spartan dan keberuntungan. Bekal itu didapat saat memenangi laga dramatis atas Taiwan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — ”Dewi Fortuna” seperti tersenyum kepada tim Jordania di Istora Senayan, Jakarta, pada Senin (18/7/2022) malam. Tertinggal dua poin pada tiga detik terakhir, mereka menang atas Taiwan lewat tembakan tiga angka spekulatif guard Freddy Ibrahim. Jordania memang beruntung, tetapi keberuntungan itu datang berkat sikap spartan semenit terakhir.
Tembakan Ibrahim yang hampir dari setengah lapangan itu masuk mulus ke keranjang lawan. Bola itu masuk beriringan dengan bel penanda akhir laga. Jordania pun menyudahi perlawanan Taiwan, 97-96, dalam laga kualifikasi/playoff perempat final.
Ibrahim langsung dikejar rekan-rekannya. Para pemain dan staf Jordania berpelukan dari posisi berdiri hingga tidur di lapangan. Setelah selesai selebrasi, semua pemain berjalan ke ruang ganti sambil memegangi kepala masing-masing. Mereka masih tidak percaya apa yang terjadi.
”Ada faktor keberuntungan. Saya hanya punya waktu tiga detik untuk dimanfaatkan, melakukan permainan terbaik, dan itu yang saya lakukan. Rasanya menakjubkan bisa berkontribusi untuk tim ini mengingat saya merasa belum maksimal sepanjang turnamen," kata Ibrahim yang total menghasilkan 19 poin.
Namun, seperti kata Pelatih Jordania Wesam al-Sous, kemenangan itu tidak jatuh dari langit. Kemenangan tersebut memang berbau keberuntungan. Akan tetapi, kesempatan untuk menang di detik akhir tidak akan datang tanpa perjuangan spartan Ibrahim dan rekan-rekan pada menit terakhir.
Jordania masih tertinggal 9 poin, 82-91, pada semenit terakhir. Dengan jarak cukup jauh itu, mereka tidak menyerah. Sang pelatih menginstruksikan anak asuhnya untuk menekan lawan penuh satu lapangan. Dia berharap Taiwan kehilangan penguasaan bola atau turnover.
Kunci kemenangan ini adalah kami tidak menyerah. Kami tertinggal jauh pada menit terakhir, tetapi kami tidak menyerah. (Wesam al-Sous)
Dengan bermain agresif, anak asuhan Al-Sous bisa memperkecil ketertinggalan poin demi poin. Mereka benar-benar bangkit ketika lemparan tiga angka Ibrahim masuk pada lima detik terakhir, membuat skor hanya terpaut satu bola, 94-95.
Kesalahan besar
Akhirnya, Taiwan melakukan kesalahan besar di skema permainan terakhir. Mereka mendapatkan lemparan bebas pada tiga detik tersisa. Eksekutor lemparan itu, Lee-Kai Yan, gagal memasukkan lemparan pertama. Setelah gagal, dia justru memasukkan lemparan kedua.
Padahal, Taiwan punya peluang menang lebih besar jika sang pemain sengaja tidak memasukkan bola di percobaan kedua. Jika tidak masuk, pemain Jordania harus berjuang merebut bola rebound terlebih dulu. Setelah itu, mereka perlu mencari posisi yang tepat untuk bisa melempar bola.
Waktu tiga detik seharusnya tidak cukup untuk menciptakan poin lagi dari posisi rebound. Hanya, Taiwan tidak melakukan strategi itu. Alhasil, Jordania bisa mengambil momentum dan mencari posisi lebih baik dari lemparan ke dalam.
”Kami sudah menyiapkan berbagai skema untuk mencetak poin di detik terakhir. Kunci kemenangan ini adalah kami tidak menyerah. Kami tertinggal jauh pada menit terakhir, tetapi kami tidak menyerah,” ucap Al-Sous.
Selain Ibrahim, pahlawan kemenangan dramatis Jordania adalah pemain naturalisasi, Dar Tucker. Dia menghasilkan 36 poin dan 9 rebound untuk membuat Jordania tidak tertinggal terlalu jauh dari Taiwan. Jordania berhasil lolos ke perempat final. Mereka akan bertemu pemenang kedua Piala Asia 2017, Iran, pada Rabu malam.
Modal bagus
Tim asuhan Al-Sous itu punya modal bagus menghadapi laga 8 besar. Mereka sedang dalam kepercayaan diri tinggi berkat kemenangan yang diraih dengan sikap spartan dan juga cukup banyak keberuntungan.
Hanya, Jordania tidak bisa lagi bermain seperti melawan Taiwan. Mereka ceroboh dalam penguasaan bola, melakukan 24 turnover dalam laga itu. Turnover itu dikonversi jadi 30 poin oleh Taiwan. Sulit menang atas Iran dengan jumlah turnover seperti itu. Iran adalah tim yang lebih kuat, belum terkalahkan sejauh ini dari babak grup.
Kekalahan Taiwan tidak terlepas dari hilangnya sosok center naturalisasi, William Artino, pada semenit terakhir. Artino harus keluar dari lapangan akibat foul out karena sudah menerima lima pelanggaran jelang akhir laga.
Pelatih Taiwan Charlie Parker mengatakan tidak ada yang bisa dikomplain dari anak asuhnya. ”Mereka sudah bermain luar biasa sepanjang laga. Laga ini setara sampai akhirnya harus ditentukan lewat lemparan terakhir,” ujarnya.