Kegagalan tim Indonesia menembus target 8 besar Piala Asia tidak perlu ditangisi. Tim penuh bakat muda ini punya segala yang dibutuhkan untuk menaikkan level bola basket nasional pada masa depan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim nasional bola basket Indonesia yang hanya butuh satu kemenangan lagi untuk lolos ke Piala Dunia 2023 harus merelakan mimpinya karena kalah dari China. Realitas itu amat getir, tetapi tidak perlu berlarut dalam kesedihan. Dengan perkembangan yang ditunjukkan di Piala Asia, kegagalan itu hanyalah titik awal untuk terbang tinggi di masa depan.
Indonesia menyerah dari China, 58-108, dalam laga kualifikasi perempat final di Istora Senayan, Jakarta, Senin (18/7/2022). Timnas pun gagal menembus target lolos 8 besar Piala Asia yang merupakan syarat dari FIBA untuk mendapatkan tiket langsung ke Piala Dunia.
Kekalahan yang sangat berat. Kami sadar apa yang seharusnya didapatkan hari ini. Namun, China bermain sangat rapi. Berada di depan dukungan para penonton sendiri dan gagal menggapai target itu tentu perasaan yang kurang baik.
”Kekalahan yang sangat berat. Kami sadar apa yang seharusnya didapatkan hari ini. Namun, China bermain sangat rapi. Berada di depan dukungan para penonton sendiri dan gagal menggapai target itu tentu perasaan yang kurang baik,” ucap center naturalisasi Indonesia, Marques Bolden (24), yang menyumbang 21 poin dan 6 rebound.
Skor laga hidup dan mati tersebut cukup menggambarkan jurang kualitas kedua tim. Indonesia yang menempati peringkat ke-95 dunia kalah dalam segala aspek dari China, tim peringkat ke-29. Tim tamu yang tampil inkonsisten pada babak grup menunjukkan wajah asli sebagai raksasa Asia.
Pelatih Indonesia, Milos Pejic, berkata, China memang lebih kuat dan cepat. Namun, yang menjadi pembeda utama adalah soal mental dan pengalaman dalam menghadapi laga eliminasi. Pemain China yang bermain di liga lokal kompetitif seperti sudah biasa dalam kondisi tertekan.
”Saya selalu membahas tentang persiapan mental. Tadi, kami tidak memperlihatkan mental yang tangguh. Kami memulai laga dengan sangat lambat. Itu memperlihatkan mengapa kami butuh lebih banyak laga penting seperti ini,” ujar Pejic.
Terlepas dari kualitas skuad China yang punya dua mantan pemain NBA, Zhou Qi dan Wang Zhelin, Indonesia memang bermain di bawah standar. Mereka tidak memperlihatkan intensitas pada kuarter pertama, seperti yang ditunjukkan dalam tiga laga babak grup.
Pertahanan yang menjadi identitas tim asuhan Pejic dengan mudah kemasukan dari luar dan dalam. Mereka juga kalah tiga kali lipat dalam adu rebound, 24-7, di paruh pertama yang memperlihatkan kurangnya agresivitas. Kekacauan di pertahanan itu membuat para pemain juga bingung ketika menyerang.
Bolden dan rekan-rekan tampak berada dalam tekanan karena harus menggapai target besar di depan publik sendiri. Situasi laga ini berbeda dengan ketika timnas meraih emas SEA Games Vietnam, dua bulan lalu. Ketika itu, Indonesia hanya ditargetkan perak saat bertemu Filipina dalam laga penentu emas.
Tekanan itu dimanfaatkan tim tamu. China, dipimpin penembak andal Quan Gu (23 poin), langsung menghujani pertahanan timnas dengan tiga angka. Mereka memasukkan 11 lemparan dari 16 percobaan. Indonesia pun tidak berdaya, tertinggal 21-59 pada kuarter pertama.
Ketinggalan terlalu jauh itu coba dikejar pada kuarter ketiga. Indonesia sempat unggul di kuarter itu 23-18 lewat agresivitas Bolden di area dalam. Namun, timnas yang nyaris hanya mengandalkan Bolden sudah terlalu jauh untuk bisa mengejar tim lawan. China menjauhkan angka lagi di kuarter keempat.
Titik awal
Namun, terlepas dari target yang tidak tercapai dan kekalahan telak, prestasi Indonesia cukup membanggakan di Piala Asia. Tim tuan rumah bisa lolos dari babak grup, ke kualifikasi perempat final, untuk menjadi salah satu dari 12 tim terbaik Asia.
”Semua tujuan besar dimulai dengan langkah kecil. Inilah langkah kecil itu. Tim ini telah melakukan pekerjaan hebat dalam beberapa bulan terakhir. Bisa berada di 12 besar Asia, meraih emas SEA Games pertama kali. Tim ini punya masa depan cerah,” tutur Pejic.
Indonesia sudah mendekati level Asia. Di Piala Asia, timnas bisa mengalahkan Arab Saudi, 80-54, dan mengimbangi Jordania meskipun kalah 65-74. Adapun Indonesia kalah dua kali beruntun dari kedua tim itu di kualifikasi Piala Dunia. Timnas selalu kalah minimal 25 poin ketika bertemu Jordania.
Bolden dan kawan-kawan memang hanya butuh selangkah lagi untuk mencapai Piala Dunia. Akan tetapi, jarak timnas dengan level dunia masih sangat jauh. China saja kesulitan untuk bersaing dengan tim-tim level dunia, seperti Amerika Serikat dan Australia.
Saat ini, timnas lebih baik fokus pada pekerjaan rumah untuk meningkatkan level permainan. Setidaknya, tim ini bisa berbicara lebih banyak di ajang Piala Asia mendatang daripada melangkah ke Piala Dunia tahun depan tanpa persiapan matang.
”Kita tidak perlu sedih, hanya harus bekerja lebih keras. Pertama, kita harus punya liga yang lebih kompetitif dengan level lebih tinggi. Lalu, pencarian bakat pemain juga harus lebih baik. Terakhir, program yang sudah berjalan 3 tahun ini harus dilanjutkan. Sulit untuk berkembang jika berganti pelatih setiap 2 atau 3 tahun,” kata Pejic.
Forward andalan Indonesia, Derrick Michael Xzavierro (19), tidak tampil maksimal di laga lawan China. Dia hanya menghasilkan 1 poin dan 3 rebound selama bermain 20 menit. Derrick memaksakan tampil meskipun sedang dalam kondisi sakit.
”Dia masih muda dan selalu memperlihatkan tidak takut apa pun. Dia kurang enak badan hari ini, tetapi tetap memilih bermain dan menerima tantangan. Dia adalah pemain muda yang sangat menjanjikan untuk masa depan bola basket Indonesia,” kata kapten timnas, Arki Dikania Wisnu.
Timnas masih bisa berkembang pesat karena memiliki banyak pemain muda. Adapun pemain seperti Bolden, Derrick, hingga Agassi Goantara (21) belum ada yang usianya menyentuh 25 tahun.