Lonjakan kasus petenis terinfeksi Covid-19 tak terhindarkan di Wimbledon. Dalam empat hari, terdapat tiga tunggal putra yang mendapat hasil tes positif hingga batal tampil dan mundur di tengah turnamen.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
LONDON, KAMIS - Kasus petenis terinfeksi Covid-19 di arena Wimbledon bertambah menjadi tiga orang ketika Grand Slam di lapangan rumput itu digelar kembali dengan kapasitas penuh penonton. Tunggal putra Spanyol, Roberto Bautista Agut, menjadi petenis ketiga yang mundur dari turnamen tenis tertua di dunia itu.
Agut, yang ditempatkan sebagai unggulan ke-17, mengumumkan terinfeksi Covid-19 sebelum tampil melawan Daniel Elahi Galan pada babak kedua, Kamis (30/6/2022). “Hari ini, saya mengumumkan pengunduran diri dari Wimbledon. Saya mendapat hasil positif Covid-19. Untungnya, gejala yang saya alami tak terlalu serius, tetapi ini menjadi keputusan yang tepat,” kata Agut.
Semifinalis Wimbledon 2019 itu menjadi petenis ketiga yang terinfeksi Covid-19 setelah dua tunggal putra lainnya, Matteo Berrettini (finalis Wimbledon 2021) dan Marin Cilic (finalis 2017). Kedua petenis itu batal tampil di All England Club, London.
Peristiwa ini terjadi ketika Wimbledon 2022 digelar dengan penonton yang boleh memenuhi kapasitas maksimal stadion pada masa pandemi Covid-19, yaitu sebanyak 42.000 orang setiap hari. Tes Covid-19 tidak diwajibkan, termasuk untuk petenis, kecuali mereka menginginkan dan melakukannya sendiri. Peraturan ini pada akhirnya memunculkan kekhawatiran petenis akan tetap bermain meski mereka memiliki gejala sakit.
“Pada akhirnya, bisa saja ada pemain yang terkena flu lalu tetap bermain dengan mendapat hadiah uang. Apalagi, saya tak yakin petenis-petenis dengan peringkat rendah akan melakukan tes sendiri, lalu mundur dari turnamen,” komentar petenis Inggris Raya, Liam Brody.
Salah satu petenis yang berlatih dengan Berrettini di All England Club adalah Rafael Nadal. Mereka bahkan mendapat kesempatan pertama berlatih di Lapangan Utama. Namun, Nadal, yang bertanding melawan Ricardo Berankis pada babak kedua, Kamis, merasa bugar. Atas peristiwa ini, panitia penyelenggara menyatakan, kebijakan terkait Covid-19 akan ditinjau ulang.
Pengalaman pertama Aldila
Dari pertandingan yang berlangsung Kamis, wakil Indonesia, Aldila Sutjiadi, kalah pada babak pertama bersama pasangannya, Miyu Kato (Jepang). Meski demikian, mereka memberi perlawanan terbaik pada ganda Jerman, Jule Niemier/Andrea Petkovic. Aldila/Kato kalah dengan skor 6-7 (3), 7-5, 6-7 (12).
Laga itu menjadi pengalaman pertama Aldila bermain di Wimbledon. Pada Januari lalu, pemain putri terbaik Indonesia itu tampil di Australia Terbuka, berpasangan dengan pemain Thailand, Peangtran Plipuech. Mereka kalah pada babak pertama. Tiga pekan lalu, Aldila merasakan tampil pada Grand Slam lainnya, yaitu Perancis Terbuka. Bermain bersama Kato, mereka mencapai babak kedua sebelum kalah dari pemain bereputasi juara Grand Slam, Cathy McNally/Zhang Shuai.
Dari babak kedua nomor tunggal, kemenangan didapat juara tunggal putri 2011 dan 2014, Petra Kvitova. Petenis Ceko ini mengalahkan Ana Bogdan 6-1, 7-6 (5) untuk berhadapan dengan unggulan keempat, Paula Badosa, pada babak ketiga.
Pada babak kedua, yang berlangsung Rabu tengah malam hingga Kamis dini hari waktu Indonesia, publik Inggris Raya kehilangan dua bintang, Emma Raducanu dan Andy Murray. Raducanu disingkirkan mantan petenis peringkat keempat dunia, Caroline Garcia, 3-6, 3-6, sementara Murray dikalahkan John Isner 4-6, 6-7 (4), 7-6 (3), 4-6.
Saya pikir, timnya ingin seseorang yang bisa mengimbangi IQ Raducanu dalam tenis dan hanya sedikit orang yang bisa melakukan itu.
Murray adalah pahlawan tenis Inggris Raya yang mencapai puncak penampilan ketika menjuarai Amerika Serikat Terbuka 2012, serta Wimbledon 2013 dan 2016. Di hadapan publiknya sendiri, Murray pun meraih medali emas tunggal putra Olimpiade London 2012.
Setelah melalui masa sulit karena didera cedera pinggul, hingga harus dioperasi, momen Wimbledon 2022 menjadi bagian dari cara Murray untuk menunjukkan kecintaannya pada tenis. Petenis berusia 35 tahun itu masih memiliki motivasi untuk bersaing dengan generasi baru.
Sebaliknya, Raducanu adalah generasi baru tenis putri. Dia memanfaatkan kesempatan terbukanya persaingan tunggal putri, dalam lima tahun terakhir, dengan menjuarai AS Terbuka 2021 pada usia 18 tahun. Saat itu, petenis keturunan Rumania dan China ini tampil sejak kualifikasi.
Setelah mengalahkan sesama petenis remaja, Leylah Fernandez, di New York, nama Raducanu melambung. Media massa Inggris mengeluk-elukannya. Kemenangannya di AS Terbuka bahkan dibuat buku berjudul “Emma Raducanu When Tennis Came Home”.
Perusahaan-perusahaan besar mengikat kontrak dengannya, di antaranya Dior, Tiffany & Co, Evian, British Airways, Vodafone, dan HSBC. Di All England Club tahun ini, Raducanu mengenakan anting dan kalung berlian berhias mutiara dari Tiffany & Co dengan nilai Rp 807 juta. Raducanu pun disibukkan berbagai acara di luar tenis.
Di lapangan tenis, perjalanannya tak begitu mulus. Dia disibukkan dengan gonta-ganti pelatih, termasuk mengganti Andrew Richardson yang mengantarkannya menjuarai AS Terbuka. Sejak saat itu, Raducanu setidaknya telah dipegang oleh tiga pelatih secara bergantian.
BBC, dengan sumber salah satu orang dekat Raducanu, mengabarkan, petenis itu belum menemukan pelatih yang bisa memenuhi keinginan. “Saya pikir, timnya ingin seseorang yang bisa mengimbangi IQ Raducanu dalam tenis dan hanya sedikit orang yang bisa melakukan itu,” katanya.
Mantan petenis nomor satu dunia, John McEnrore, menyangkan apa yang dilakukan Raducanu. “Jika saya menjadi dia, saya tak akan mengganti pelatih setelah AS Terbuka setidaknya untuk setahun berikutnya. Bergonta-ganti pelatih bukan pilihan yang baik, apalagi untuk petenis muda seperti dia,” kata McEnroe.
McEnroe mengatakan, meski masih berusia 19 tahun, Raducanu harus cepat menentukan jalan yang tepat untuk berkembang, termasuk menentukan pelatih. Jika tidak, waktunya akan terbuang sia-sia. (afp/reuters)