Enam gelar juara beruntun membuat Iga Swiatek pantas menjadi favorit juara Wimbledon. Namun, dia tak merasa berada pada posisi itu karena masih mencari kenyamanan bermain di lapangan rumput.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
LONDON, SELASA - Dengan enam gelar juara beruntun, termasuk Grand Slam Perancis Terbuka, Iga Swiatek pantas difavoritkan menjadi juara Wimbledon. Namun, petenis putri nomor satu dunia itu tak punya ekspektasi besar karena masih belajar bermain dengan nyaman di lapangan rumput.
Adaptasi pertamanya dalam Wimbledon 2022 dilakukan ketika berhadapan dengan Jana Fett pada babak pertama di Lapangan Utama All England Club, London, Inggris, Selasa (28/6/2022). Swiatek memenangi laga dengan skor 6-0, 6-3.
Petenis Polandia itu mendapat kehormatan tampil pada laga pembuka di Lapangan Utama, pada hari kedua, untuk menggantikan juara bertahan tunggal putri, Ashleigh Barty, yang pensiun pada Maret. Dipilihnya juara bertahan tunggal putra dan putri untuk tampil pada laga pembuka di Lapangan Utama, pada hari pertama dan kedua, adalah bagian dari tradisi Wimbledon.
Sehari sebelumnya, juara bertahan tunggal putra, Novak Djokovic, berhadapan dengan petenis Korea Selatan, Kwon Soon-woo. Djokovic kehilangan satu set, tetapi masih bisa menang, 6-3, 3-6, 6-4, 6-4. Petenis peringkat ketiga dunia itu akan berhadapan dengan petenis Australia, Thanasi Kokkinakis, pada babak kedua.
Seusai laga pertamanya di Wimbledon tahun ini, Swiatek mengakui sedikit kehilangan fokus pada set kedua ketika Fett tampil dengan baik, terutama dalam mengembalikan servis. Bola dari pukulan Fett kerap jatuh di dekat baseline, hingga Swiatek berkali-kali harus berlutut untuk mengembalikannya. Pada set ini Swiatek membuat 11 unforced error, lebih banyak daripada empat kesalahan yang dibuatnya pada set pertama.
”Pertandingan pertama memang agak sulit. Setelah kehilangan sedikit fokus pada set kedua, saya senang bisa bermain dengan baik kembali,” komentar Swiatek.
Penampilan pada Grand Slam lapangan rumput itu menjadi yang ketiga bagi Swiatek setelah 2019 dan 2021. Dia mencapai hasil terbaik tahun lalu ketika mencapai babak keempat, setelah tersingkir pada babak pertama tahun 2019. Atas dasar itulah, Swiatek menyatakan masih belajar untuk bermain dengan nyaman di lapangan rumput meski dia menjadi juara yunior pada Wimbledon 2018.
”Saya masih mencari tahu cara bermain di lapangan rumput. Tahun ini saya tak punya waktu untuk mempersiapkan diri, tetapi saya selalu berpikiran terbuka dan positif. Belajar dari pengalaman tahun lalu, saya ternyata bisa bermain tanpa harus punya ekspektasi tinggi. Itu sebabnya, saya tak fokus pada kemenangan beruntun, tetapi hanya pada pertandingan yang ada di depan,” kata Swiatek.
Setelah mengalahkan Cori ”Coco” Gauff pada final Perancis Terbuka, tiga pekan lalu, Swiatek absen pada turnamen pemanasan Wimbledon. Dia memilih untuk beristirahat setelah selalu tampil hingga final pada enam turnamen terakhir yang diikutinya. Sejak tampil pada turnamen WTA 1000 Doha, Qatar, Februari, Swiatek meraih 35 kemenangan beruntun sebelum tiba di All England Club.
Pertandingan pertama memang agak sulit. Setelah kehilangan sedikit fokus pada set kedua, saya senang bisa bermain dengan baik kembali.
”Beristirahat menjadi keputusan terbaik karena saat ini tubuh saya terasa bugar kembali. Saya hanya berada di rumah, tetapi sulit untuk bisa diam karena adrenalin saya tinggi. Jadi, saya selalu harus berkegiatan, seperti membersihkan rumah,” tuturnya.
Pencarian
Seperti Swiatek, Carlos Alcaraz juga dalam proses pencarian penampilan terbaik di lapangan rumput meski prestasinya menanjak pada tahun ini. Gelar juara ATP 500 Rio de Janeiro, ATP 1000 Miami, ATP 500 Barcelona, dan ATP 1000 Madrid membawa tunggal putra Spanyol itu ke peringkat tujuh dunia dari urutan ke-32 pada awal tahun. Di Wimbledon, dia menjadi unggulan kelima.
”Saya tidak merasa ada tekanan besar karena saya tidak menempatkan diri sebagai favorit untuk juara. Lagi pula banyak petenis yang lebih berpengalaman dan bermain lebih baik di lapangan rumput,” kata Alcaraz setelah mengalahkan Jan-Lennard Struff, 4-6, 7-5, 4-6, 7-6 (7/3), 6-4, pada babak pertama, Senin.
Untuk bisa bergerak dengan luwes di lapangan rumput, petenis berusia 19 tahun itu mempelajari gerakan para juara Wimbledon, yaitu Roger Federer, Rafael Nadal, Andy Murray, dan Djokovic, di Wimbledon melalui Youtube. Petenis ”Big Four” itu meraih gelar juara tunggal putra secara bergantian sejak 2003 hingga 2021.
”Saya bergerak cukup baik pada pertandingan awal, bahkan tidak menduga bisa sebaik itu. Saya juga tak menduga bisa membuat 30 as,” kata Alcaraz, peserta termuda dari 128 tunggal putra dalam undian babak utama Wimbledon.
Sementara itu, persaingan tunggal putra kehilangan dua petenis top karena penyebab yang sama, yaitu terinfeksi Covid-19. Mereka adalah Matteo Berrettini (finalis Wimbledon 2021) dan Marin Cilic (semifinalis Perancis Terbuka 2022). Dalam daftar undian, nama mereka diganti petenis lain.
Berrettini mengumumkan kondisinya melalui akun Instagram, Selasa, sebelum laga babak pertama melawan Christian Garin. ”Saya amat sedih karena harus mengumumkan bahwa saya mengundurkan diri dari Wimbledon akibat positif Covid-19. Sulit menggambarkan kekecewaan ini. Mimpi saya pada tahun ini berakhir, tetapi saya akan kembali dengan kuat,” tutur Berrettini.
Petenis Italia itu menjadi salah satu petenis yang bisa menghalangi jalan Djokovic untuk mempertahankan gelar juara. Dia tiba di All England Club dengan membawa dua gelar juara turnamen pemanasan Wimbledon, di Stuttgart (Jerman) dan London. Kekalahan dari Djokovic di Wimbledon 2021 menjadi final pertama petenis peringkat ke-11 dunia itu di ajang Grand Slam.
Sehari sebelumnya, Cilic lebih dulu mengundurkan diri dari Wimbledon. Juara AS Terbuka 2014 itu adalah finalis Wimbledon 2017 saat Roger Federer menjadi juara. (AFP/REUTERS)